Waspadalah, Dari Revisi UU TNI Hingga Penambahan Kodam: Kontradiksi Upaya Penguatan Pertahanan

Waspadalah, Dari Revisi UU TNI Hingga Penambahan Kodam: Kontradiksi Upaya Penguatan Pertahanan

- in DAERAH, DUNIA, EKBIS, HUKUM, NASIONAL, POLITIK, PROFIL
4892
0
Foto: Hendardi dan kawan-kawan dalam sebuah diskusi SETARA Institute.(Net)Foto: Hendardi dan kawan-kawan dalam sebuah diskusi SETARA Institute.(Net)

Masyarakat dan Bangsa Indonesia diminta waspada terhadap adanya rencana penambahan Komando Daerah Milier (Kodam) di setiap Provinsi yang ada di Indonesia.

Peneliti Hak Asasi Manusia (HAM) dan Sektor Keamanan SETARA Institute, Ikhsan Yosarie, menyampaikan, pembahasan rencana penambahan Komando Daerah Militer (Kodam) di 38 Provinsi di Indonesia oleh Pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pertahanan dan TNI AD, yang terus berlanjut menambah pelik persoalan agenda Reformasi Militer.

“Sebab, agenda Reformasi Militer baru-baru ini juga memiliki gangguan serius melalui materi usulan perubahan dalam revisi UU TNI. Substansi yang diajukan maupun dampak yang dihasilkan dari 2 wacana ini kontradiktif dengan upaya penguatan pertahanan menghadapi kompleksitas ancaman dan peningkatan profesionalitas militer,” tutur Peneliti Hak Asasi Manusia (HAM) dan Sektor Keamanan SETARA Institute, Ikhsan Yosarie, dalam siaran persnya, Jumat (26/05/2023).

Menurutnya, wacana penambahan Kodam maupun Revisi UU TNI memiliki aroma perluasan peran militer di ranah sipil begitu kental.

Dalam konteks revisi UU TNI, hal tersebut terlihat dalam perluasan cakupan Operasi Militer Selain Perang (OMSP) pada Pasal 7 ayat (2) dan jabatan sipil bagi prajurit aktif pada Pasal 47 ayat (2).

“Sementara dalam hal penambahan Kodam terlihat melalui pembentukan struktur TNI yang mengikuti struktur administrasi Pemerintahan hingga ke Daerah, sehingga TNI semakin dekat dengan peran-peran sipil di Daerah,” tuturnya.

Ikhsan Yosarie menegaskan, penggelaran struktur TNI mengikuti struktur administrasi Pemerintah tersebut juga bertentangan dengan Pasal 11 ayat (2) UU TNI, sebagaimana dijelaskan pada bagian penjelasannya.

Dengan kondisi demikian, lanjutnya, 2  wacana ini secara nyata memiliki dampak legitimasi perluasan peran militer di ranah sipil dari tingkat Pusat (melalui revisi UU TNI) hingga ke tingkat Daerah (melalui penambahan Kodam).

“Sudah 25 tahun reformasi, yang mana salah satunya mengenai reformasi militer, nyatanya belum cukup membawa konsistensi perubahan dalam agenda reformasi militer,” ujarnya.

Atas dasar itu, SETARA Institute memiliki sejumlah catatan. Satu, Agenda Reformasi TNI seharusnya semakin mendorong TNI untuk benar-benar konsisten dan memfokuskan diri untuk penguatan bidang pertahanan Negara, terutama dalam menghadapi ancaman dari luar.

Terlebih dengan kondisi global yang berada di era VUCA atau Volatility (volatilitas), Uncertainty (ketidakpastian), Complexity (kompleksitas), Ambiguity (ambiguitas), di mana ketidakpastian ancaman ke depannya dapat terjadi.

“Sebagimana Dunia dikejutkan dengan wabah Pandemi dan konflik Rusia vs Ukraina. Dengan kondisi demikian, seharusnya membuat TNI mengutamakan orientasi ke luar atau outward looking dalam paradigma pertahanan Negara,” jelasnya.

Dua, acana revisi UU TNI dan penambahan Kodam bukan hanya belum memperlihatkan urgensi pelaksanaannya, tetapi juga seakan memperlihatkan minimnya visi dan desain modernisasi pertahanan dalam menjawab tantangan kondisi global.

“Basis argumen yang disampaikan ke publik pun tidak relevan antara tujuan dan implementasi, yakni penguatan pertahanan menghadapi ancaman, tetapi dengan cara perluasan peran militer di ranah sipil,” sebut Ikhsan Yosarie.

Tiga, dalam situasi damai, meskipun dinamika ancaman semakin berkembang, seharusnya penguatan pertahanan dilakukan dengan cara-cara yang modern, di antaranya pemanfaatan teknologi pertahanan, bukan dengan pengulangan cara-cara konvensional.

“Selain itu, akan lebih efektif juga jika penempatan Kodam difokuskan di Daerah Perbatasan maupun terluar guna memastikan pertahanan dan kedaulatan Negara,” ujarnya.

Empat, mengingat dinamika global dan ancaman pertahanan dari luar yang semakin berkembang, Presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atas AD, AL, dan AU sebagaimana amanat Konstitusi semestinya mendorong agar TNI memperkuat kapasitas prajurit maupun kelembagaan.

“Baik dengan penguatan alutsista, penguatan skill tempur prajurit, latihan militer gabungan, update teknologi untuk penguatan pertahanan, hingga peningkatan kesejahteraan prajurit,” tandas Ikhsan Yoarie.(RED)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Tidak Ditahan dan Tak Ada DPO, Para Terdakwa Bersama Biksuni Eva Diduga Ada ‘Main’ Dimulai Dengan Oknum Polisi

Oknum penyidik kepolisian dari Dirreskrimum Polda Metro Jaya