Marahnya Presiden Jokowi kepada jajaran kabinetnya disambut buruh dengan meminta pengusutan Program Kartu Prakerja yang bermasalah, dan mendesak dilakukannya reshuffle terhadap Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.
Sekjen OrganisasiPekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menyampaikan, acara marah-marah Presiden Jokowi dalam rapat kabinet terbatas pada 18 Juni 2020 lalu dan yang viral pada 28 Juni 2020, menjadi pembicaraan hangat di masayrakat. Diskusi seputar video viral marah-marah Presiden Jokowi itu mengalahkan perbincangan serius tentang penanganan pandemi Covid-19 yang tak kunjung surut
Menurut Timboel Siregar, kegeraman Presiden terkait kinerja para pembantunya memang wajar. Mengingat dana anggaran yang sudah tersedia tidak dieksekusi dengan baik. Sehingga masyarakat menjadi korban.
Selain kepentingan masyarakat terganggu, lanjut Timboel Siregar, marah-marahnya Presiden Jokowi juga disebabkan Menteri Keuangan Sri Mulyani memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal ke dua mengalami minus sebesar 3,8 persen.
Dengan lebih cepatnya realisasi anggaran, katanya, seharusnya bisa menggerakkan barang dan jasa lebih cepat lagi. Untuk menopang pertumbuhan ekonomi, agar tidak separah yang diprediksi Menkeu tersebut.
“Marahnya Presiden memang harus ditindaklanjuti oleh reshuffle kabinet. Saya menilai yang harus diganti Presiden adalah Menko Perekonomian Airlangga Hartarto, yang jelas-jelas telah gagal mengelola Program Kartu Prakerja,” ujar Timboel Siregar, Kamis (02/07/2020).
Pekerja yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan yang dirumahkan semakin banyak. Sementara Program Kartu Prakerja yang seharusnya bisa membantu daya beli pekerja ternyata ditunda oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.
“Menko Perekonomian meenundanya, yang hingga saat ini gelombang keempat belum dilaksanakan juga. Penundaan terlalu lama, sehingga daya beli pekerja yang ter-PHK dan dirumahkan tanpa upah semakin sulit,” jelas Timboel.
Hingga saat ini, baru terdapat sebanyak 680 ribu peserta yang terjaring Kartu Prakerja. Padahal, targetnya,mencapai 5,6 juta orang.
Itu pun, lanjut Timboel, sebanyak 680 ribu yang sudah terdaftar, masih ada yang belum mendapat lanjutan bantuan Rp 600 ribu per bulannya. Faktanya, jutaan pekerja yang ter-PHKK dan dirumahkan tanpa upah, yang terus berharap dari Kartu Prakerja. Tetapi sulit mendapat karena Menko Perekonomian dgn sengaja menghentikan rekrutmen peserta kartu prakerja.
Dengan bantuan sosial dari kartu prakerja sebesar Rp. 600 ribu dikali 4 bulan pastinya akan sangat membantu daya beli pekerja yang ter-PHK dan pekerja yang dirumahkan. Sehingga dana bantuan tersebut dapat dibelanjakan yang akan membantu perputaran barang dan jasa. Lebih bergeliat lagi yang akhirnya akan menggerakkan roda perekonomian.
Dengan lebih dipercepatnya pelaksanaan kartu prakerja maka pekerja yang ter-PHK dan pekerja yang dirumahkan akan terbantu ekonominya dan bisa keluar dari kemiskinan.
Sementara dana yang didapat akan mendukung peningkatan nilai konsumsi agregat dan investasi. Yang pada akhirnya untuk membantu pertumbuhan ekonomi Indonesia terhindari dari nilai negatif.
“Dananya yang Rp 20 triliun ada kok kenapa dipersulit sampai ke masyarakat khususnya pekerja yang ter-PHK dan dirumahkan tanpa upah,” ujarnya.
Mengenai persoalan pelatihan yang ada, sebaiknya pelatihan online ditunda dulu sampai bisa dilakukan pelatihan offline yang memang riil pelatihan. Buka penerimaan peserta Kartu Prakerja dengan menunda pelatihan onlinenya, namun berikan bantuan Rp 600 ribu dikali 4 bulan.
“Semoga Presiden segera mengganti Menko Perekonomian dengan memilih pembantunya yang profesional sehingga Kartu Prakerja segera bisa dilanjutkan,” tandas Timboel Siregar.(JR)