Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) mewacanakan hukuman mati sebagai hukuman alternatif. Namun pemerintah dan DPR belum sepakat mengenai masa penilaian bagi terpidana mati agar hukumannya bisa dialihkan menjadi hukuman penjara, baik seumur hidup atau dalam waktu tertentu.
Peneliti Imparsial, Evitarossi Budiawan menuturkan, salah satu fokus revisi KUHP mengenai hukuman mati adalah masa waktu seorang terpidana mati dapat dialihkan hukumannya jadi penjara seumur hidup atau penjara dengan masa waktu yang lebih pendek. Dalam pembahasan revisi itu, pemerintah mengusulkan waktu 10 tahun untuk menilai seorang terpidana mati ‘bertobat’ atau tidak agar layak diubah hukumannya.
“Tetapi 10 tahun itu masih terlalu lama. Jadi kami menyarankan agar kurang dari 10 tahun,” ujarnya di Jakarta.
Dia beralahan, masa 10 tahun menyebabkan ketidakpastian hukum bagi sang terpidana mati. Para terpidana juga bakal ragu apakah pertobatannya yang ditunjukan benar-benar sesuai dengan syarat pengalihan sanksi hukuman mati atau tidak.
“Kriteria-kriteria seorang terpidana mati dialihkan ke hukuman di bawah itu tidak jelas hingga saat ini,” kata Evita.
Peneliti Imparsial, Ardi Manto menyebutkan, masa penilaian selama 10 tahun membuat terpidana mati menjadi tidak produktif.
“Sebab, yang namanya terpidana mati, ada hak-hak di penjara yang dibatasi. Berbeda dengan narapidana lainnya. Akibatnya masa 10 tahun itu dijalani dengan tidak produktif,” ujarnya.
Dia mencatat, tim perumus revisi KUHP pernah mengusulkan masa penilaian itu hanya lima tahun. Namun belakangan diubah menjadi 10 tahun. “Jika berkaca pada negara lain, misalnya China, disana tiga tahun saja cukup untuk menilai seorang terpidana mati layak diubah hukumannya atau tidak,” katanya.
Sebelumnya, anggota Panitia Kerja (Panja) Revisi KUHP Arsul Sani mengatakan mayoritas fraksi di DPR menginginkan perubahan vonis hukuman mati dari seorang terpidana itu dilakukan melalui penetapan pengadilan.
“Karena itu putusan pengadilan, maka semestinya perubahannya juga minimal dilakukan melalui penetapan pengadilan,” katanya.
Arsul menuturkan sejauh ini pembahasan revisi KUHP sudah mengerucut pada kesepakatan untuk mengubah vonis hukuman mati dari sebelumnya termasuk kategori hukuman pokok menjadi hukuman alternatif. Pemerintah dan DPR sepakat opsi hukuman mati menjadi hukuman alternatif itu bisa menjadi aspirasi penengah antara kubu yang setuju dan yang menolak hukuman mati.
Dengan opsi ini, seorang terpidana mati yang berkelakuan baik selama 10 tahun dan tidak mengulangi perbuatannya bisa mendapatkan perubahan hukuman. Putusan hukuman mati bisa bergeser menjadi penjara seumur hidup atau 20 tahun.
“Misalnya, kalau dia terpidana narkoba, dia berkelakuan baik tidak lagi mengendalikan bisnis narkoba dari dalam penjara, atau justru membangun bunker narkoba di penjara,” ujar Arsul.(JR)