UUD 1945 Diobok-Obok Untuk Tujuan Mengubah Masa Jabatan Presiden, Ketua DPD GAMKI DKI Jakarta: Mereka Makar, Tangkap Dan Adili Para Pengkhianat Konstitusi!

UUD 1945 Diobok-Obok Untuk Tujuan Mengubah Masa Jabatan Presiden, Ketua DPD GAMKI DKI Jakarta: Mereka Makar, Tangkap Dan Adili Para Pengkhianat Konstitusi!

- in DAERAH, EKBIS, HUKUM, NASIONAL, POLITIK, PROFIL
325
0
Ketua DPD GAMKI DKI Jakarta: Saatnya Rakyat Sadar Kedaulatannya Hendak Dikebiri, Sikat Mafia Konstitusi! -Foto: Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI Jakarta), Jhon Roy Pangibulan Siregar.(Ist)Ketua DPD GAMKI DKI Jakarta: Saatnya Rakyat Sadar Kedaulatannya Hendak Dikebiri, Sikat Mafia Konstitusi! -Foto: Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI Jakarta), Jhon Roy Pangibulan Siregar.(Ist)

Munculnya deklarasi-deklarasi atau seruan-seruan untuk mengubah masa jabatan Presiden menjadi 3 Periode atau sejenisnya, adalah bentuk pengkhianatan terhadap Konstitusi Negara Republik Indonesia yakni Undang-Undang Dasar 1945.

Belakangan ini, marak pembangunan opini dan isu untuk mengubah Konstitusi, agar masa jabatan Presiden diubah atau diperpanjang.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI Jakarta), Jhon Roy P Siregar menyebut, upaya itu adalah tindakan pengkhianatan terhadap Konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yakni Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).

“Itu sudah bisa dikategorikan sebagai pengkhianatan terhadap konstitusi. Bahkan, mirip atau sama dengan tindakan makar. Dan orang-orang seperti itu layak segera ditangkap dan diproses hukum,” tutur Jhon Roy P Siregar, dalam keterangan persnya, Selasa (01/03/2022).

Menurut Siregar, ada saja segelintir kelompok kepentingan yang bisa disebut sebagai begundal politik yang merasa nyaman dan merasa harus mempertahankan ‘jatah politik’ di masa Pemerintahan saat ini.

Sehingga, katanya, dengan segala cara diupayakan untuk melanggengkan kepentingan sepihaknya itu, seperti mendeklarasikan dan membangun opini agar dilakukan perpanjangan masa jabatan Presiden atau malah mengubah UUD 1945 untuk membuat masa jabatan Presiden lebih dari dua periode.

Siregar menjelaskan, pada pasal 7 UUD 1945 disebut Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

“Artinya, konstitusi secara rigid menetapkan masa jabatan Presiden hanya maksimal dua periode. Di luar itu, adalah pengkhianatan. Apalagi jika tidak ada kondisi yang mengharuskan perubahan UUD 1945 itu, maka orang-orang yang menyatakan perpanjangan atau mengubah masa jabatan Presiden itu adalah pengkhiatan konstitusi dan layak dikategorikan sebagai perbuatan makar,” jelas Jhon Roy P Siregar.

Mantan aktivis Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) ini menyebut, Negara Republik Indonesia berdiri dengan teguh di atas Konstitusi yakni UUD 1945.

UUD 1945 juga adalah sumber hukum utama di Negara Indonesia. Dan UUD 1945 lebih tinggi dari berbagai Undang-Undang dan aturan-aturan di bawahnya.

“Sedangkan orang melanggar atau bersengaja menyampaikan makar saja langsung ditangkap dan diproses hukum. Demikian juga, warga masyarakat yang tidak memakai masker misalnya, dirazia dan dijatuhkan sanksi. Jadi, orang-orang pengusung mengubah masa jabatan Presiden itu adalah makar dan pengkhianat Negara, wajib ditangkap dan diproses hukum,” tutur Jhon Roy P Siregar.

Ingat, lanjut Siregar, semua pelanggar Undang-Undang saja, dijatuhi sanksi atau hukuman. Karena itu, UUD 1945 yang mencoba dikudeta dan dilanggar, wajib diproses hukum.

“Sebab, UUD 1945 adalah hukum tertinggi, lebih tinggi dari Undang-Undang. Pelanggaran terhadap konstitusi, adalah pengkhianatan. Maka kami menyerukan, agar Aparat Penegak Hukum segera menangkap dan memproses hukum para pengusung mengubahan jabatan Presiden di Konstitusi,” terangnya.

Untuk perubahan UUD 1945, lanjut Siregar, telah ada mekanismenya lewat MPR. Demikian juga jika ada aturan yang bertentangan dengan konstitusi, maka ada jalurnya lewat uji materil di Mahkamah Konstitusi (MK).

Sementara itu berjalan, menurut Siregar, sebaiknya semua Aparat, lembaga, terutama Partai Politik, dan masyarakat wajib taat konstitusi.

Yang tidak taat, katanya lagi, atau malah berupaya melakukan pengkhiatanan atau makar, wajib ditangkap dan diproses hukum.

“Undang-Undang saja wajib ditaati. Peraturan-peraturan saja wajib ditaati. Malah konstitusi hendak diobok-obok? Enggak ada cerita itu, mereka wajib ditangkap dan diproses hukum,” jelas Siregar.

Siregar melihat, telah terlalu banyak pelanggaran-pelanggaran konstitusional yang terjadi selama masa Pemerintahan ini. Karena itu, semua pihak yang melakukan pelanggaran itu, harus diproses hukum.

“Jangan main-main dengan konstitusi. UUD 1945 itu lebih sakral daripada Undang-Undang biasa atau Peraturan-Peraturan biasa. Dan harusnya lebih tegas tindakannya jika terjadi penistaan dan pelanggaran terhadap konstitusi itu. Segeralah tangkap dan proses hukum mereka,” tandas Jhon Roy P Siregar.(Red)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Mengetuk Hati Lembaga Survei dan Memaknai Seruan Pemilu Damai

Mengetuk Hati Lembaga Survei dan Memaknai Seruan Pemilu