Seorang karyawan bagian keuangan di PT Dian Bara Genoyang (DBG) mengungkapkan praktik penipuan, penggelapan dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dalam bisnis tambang batubara yang dilakukan bos-bos di tempatnya bekerja.
Hal itu diungkapkan oleh Purnawan J Kristiawan yang merupakan karyawan bagian keuangan PT DBG saat menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus penipuan, penggelapan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menetapkan komisaris utama PT DBG, Robianto Idup sebagai tersangka, pada Kamis 23 Juli 2020 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Dalam kesaksiannya, Purnawan J Kristiawan menyampaikan, PT Dian Bara Genoyang (DBG) diduga meraup keuntungan besar dari hasil penambangan batubara di Desa Salim Batu Kecamatan Tanjung Palas Kabupaten Bulungan, Kalimantan Utara.
“Penjualan batubara ke Singapura tercatat Rp 71 miliar,” ujar Purnawan saat menjawab pertanyaan majelis hakim.
Ketua Majelis Hakim Florensia, dalam sidang lanjutan kasus itu juga menanyakan alasan PT DGB yang sampai hari ini tidak mau membayar tagihan atau invoice PT Graha Prima Energy (GPE) sebesar Rp 22 miliar.
Purnawan mengungkapkan, keuntungan PT DBG senilai Rp 71 miliar tersebut sebagian digunakan untuk membayar kebutuhan kantor dan gaji para karyawan.
“Untuk bayar gaji karyawan, pajak, royalti, bayar tagihan untuk perusahaan lain. Sisanya tidak tahu dikemanakan Bu Hakim, saya kan hanya karyawan yang tidak dapat menentukan,” ungkapnya.
Purnawan mengaku tidak mengetahui alasan bosnya, Rubianto Idup sampai hari ini tidak membayarkan tagihan atau invoice sebesar Rp 22 miliar kepada PT Graha Prima Energy.
Dalam kesempatan tersebut, majelis hakim menanyakan ulang jumlah tagihan invoice yang sesungguhnya harus dibayarkan oleh PT DGB.
Menurut majelis hakim, dalam sidang sebelumnya yang juga mendengar keterangan saksi dari dari PT GPE, bahwa invoice atau tagihan yang seharusnya dibayarkan oleh PT DGB senilai Rp 70 Miliar.
“Saksi korban (Herman Tandrin) menyebutkan kerugiannya Rp 70 miliar, dan hal itu diperkuat saksi lain dalam keterangan sebelumnya. Sementara saudara menyebutkan Rp 22 miliar, jadi mana yang benar? Coba lihat catatanmu, apakah jumlah Rp 22 miliar itu didukung catatan atau hanya omongan saja,” tanya Florensia.
Namun, Purnawan mengaku bahwa tagihan yang harus dibayarkan oleh perusahaan tempatnya bekerja sebesar Rp 22 miliar saja. (Nando)