Sebanyak tujuh orang terdakwa kasus korupsi kredit fiktif Bank Mandiri divonis bebas. Kemudian, Jaksa mengajukan kasasi, namun ditolak Mahkamah Agung (MA). Kerugian Negara terancam lenyap, tanpa bisa dikembalikan.
Kejaksaan Agung (Kejagung) tidak akan tinggal diam dengan dibebaskannya tujuh terdakwa kasus korupsi kredit fiktif PT Bank Mandiri oleh PT Tirta Amarta Bottling (TAB) yang diduga merugikan keuangan negara Rp 1,8 triliun.
Jaksa Agung Muda Bidang Pidana Khusus Kejaksaan Agung (Jampidsus) M Adi Toegarisman mengaku akan lakukan terobosan atas penolakan pengajuan kasasi yang dilakukan kejaksaan ke Mahkamah Agung (MA).
Hal itu ditegaskan M Adi Toegarisman meresponi penolakan pengajuan kasasi yang dilakukan institusi Adhyaksa ke MA.
“Kami (Kajaksaan Agung) akan melakukan upaya hukum luar biasa, Peninjauan Kembali atau PK. Kami akan coba melakukan terobosan hukum. Kami berjalan terhadap novum,” tutur Jampidsus M Adi Toegarisman, di Gedung Bundar Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan.
Ketujuh terdakwa yang divonis bebas itu yakni, Direktur PT TAB Rony Tedy, Direktur Head Officer Juventius. Sementara lima orang lain berasal dari PT Bank Mandiri Wilayah Bandung diantaranya, Commercial Banking Manager Surya Baruna Semengguk, Senior Credit Risk Manager Teguh Kartika Wibowo, Relationship Manager Frans Edward Zandstra, Commercial Banking Head Totok Sugiharto dan Wholesale Credit Head Poerwitono Poedji Wahjono.
Mantan Jaksa Agung Muda Bidang Intelijen Kejaksaan Agung (Jamintel) ini mengatakan, meski dianggap ada aturan yang melarang jaksa mengajukan PK oleh Mahkamah Konstitusi (MK), namun langkah ini akan dilakukan. Soalnya, ada yang aneh dalam penolakan kasasi itu.
Adi M Toegarisman yang juga mantan Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta (Kajati DKI) ini menjelaskan, kejaksaan akan terus mengejar pengembalian kerugian negara Rp 1,8 triliun dalam kasus tersebut.
“Kami tetap ajukan PK. Kami kan mau selematkan keuangan negara. Jika didiamkan siapa yang bertanggung jawab hilangnya uang negara Rp 1,8 triliun ini? Siapa yang akan menggantinya?” tutur Adi Toegarisman.
Lebih lanjut, mantan Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksaan Agung (Dirdik) ini mengatakan, awal mula kasus tersebut, saat PT TAB mengajukan pemberian kredit modal kerja (KMK) sebesar Rp 200 miliar. Namun dalam perjalannya yang singkat, pembayaran kredit tersebut macet. Kemudian PT TAB kembali mengajukan kredit tambahan sebesar Rp 500 miliar. Dengan jaminan bahwa mereka mempunyai tagihan-tagihan dibeberapa perusahaan atau distributor toko.
“Jadi PT TAB itu klaim punya piutang. Dan itu yang dijadikan jaminan, sehingga Bank Mandiri mengucurkan kembali tambahan kredit,” tutur Adi Toegarisman.
Setelah dana sebesar Rp 500 miliar kembali dicairkan, lanjutnya, ternyata PT TAB tidak dapat mengembalikan pembayarannya. Alias macet. Sehingga tidak sesuai dengan perjanjian.
“Dalam perjalannya itu juga berhenti atau macet. Lalu dengan pola yang sama minta tambahan jaminan piutang yang seolah-olah dia (PT TAB) punya. Muncul lagi tambahan kredit sekitar Rp 700 miliar, yang ternyata itu juga macet jadi terakhir itu dalam status Kol-5 (Kolektibilitas),” ungkap Adi Toegarisman.
Untuk itu, lanjutnya mantan Kepala Pusat dan Penerangan Hukum Kejaksaan Agung (Kapuspenkum) ini, berdasarkan hasil penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Agung, ternyata piutang-piutang yang dijadikan jaminan dalam kredit tersebut adalah bohong atau fiktif.
Adi pun berkeyakinan, proses itu merupakan peristiwa pidana. Apa yang dilakukan bawahannya untuk mengusut tuntas kasus itu, tujuan utamanya bukan menghukum orang. Namun berupaya untuk mengembalikan kerugian negara.
“Itulah fakta dari kasus pokoknya. Berarti di sini ada dua belah pihak kreditur dan debitur. Inikan sama-sama kita ajukan sebagai terdakwa di persidangan. Argumentasi pokoknya seperti yang kita ungkap diberkas perkara,” tegas Adi.(JR/Richard)