Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengatakan, buruh konsisten menyuarakan dua tuntutan. Pertama, menolak Omnibus Law dan yang kedua adalah, Stop PHK massal dampak Covid-19.
Untuk itu, buruh akan menggelar aksi setiap pekan untuk menyatakan tuntutannya itu. Dan dengan tegas menolak pembahasan Omnibus Law.
Presiden KSPI Said Iqbal menegaskan, aksi-aksi buruh ini merupakan reaksi terhadap sikap keras kepala dan tidak pedulinya DPR RI, khususnya Panja Baleg Pembahasan RUU Cipta Kerja. Dan juga Kemenko Perekonomian yang ngotot omnibus law tetap dibahas di saat pandemi Corona.
“Padahal sudah ribuan buruh yang terpapar Covid-19 dan di antaranya meninggal dunia,” kata Said Iqbal, Selasa (04/08/2020).
Menurutnya, aksi-aksi Buruh Tolak Omnibus Law dan Stop PHK akan dilakukan terus-terusan dilakukan, setiap minggu di depan gedung DPR RI dan Kantor Menko Perekonomoian. Sampai Panja Baleg menghentikan pembahasan omnibus law.
Selain aksi tiap pekan terus-menerus, di DPR RI dan Kemenko Perekonomian di Jakarta, lanjut Said Iqbal, KSPI juga akan melakukan aksi di 20 Provinsi secara bergelombang secara terus-menerus untuk menyuarakan isu yang sama.
Selain itu, lanjut Said Iqbal, aksi besar-besaran KSPI bersama elemen serikat buruh yang lain secara Nasional akan dilakukan pada tanggal 14 Agustus 2020 di DPR RI bersamaan dengan pembukaan Sidang Paripurna.
Jumlah massa aksi pada 14 Agustus 2020 yang akan hadir adalah puluhan ribu orang. Berasal dari jabar Banten dan DKI Jakarta, serta tidak menutup kemungkinan akan diikuti buruh dari daerah Jawa dan Sumatera, serta daerah lainnya.
“Aksi 14 Agustus nanti juga akan dilakukan serempak di 20 Provinsi dan 200 Kabupaten dan Kota, dengan tuntutan Tolak Omnibus Law dan Stop PHK Massal Dampak Covid-19,” jelas Iqbal.
Apabila DPR dan pemerintah tetap melanjutkan pembahasan Omnibus Law yang tidak berpihak pada buruh dan rakyat kecil ini, lanjutnya, bisa dipastikan gelombang massa aksi akan semakin membesar dan terus-menerus.
Said Iqbal menyebutkan, permasalahan mendasar dari Omnibus Law yang merugikan buruh dan rakyat kecil adalah menghapus upah minimum yaitu UMK dan UMSK, serta memberlakukan upah per jam di bawah upah minimum, mengurangi nilai pesangon dengan menghilangkan uang penggantian hak dan mengurangi uang penghargaan masa kerja.
Kemudian, penggunaan buruh out sourcing dan buruh kontrak seumur hidup untuk semua jenis pekerjaan, waktu kerja yang eksploitatif dan menghapus beberapa jenis hak cuti buruh serta menghapus hak upah saat cuti.
Selanjutnya, karena mempermudah masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) buruh kasar di Indonesia tanpa ijin tertulis Menteri, mereduksi jaminan kesehatan dan pensiun buruh dengan sistem outsourcing seumur hidup, mudahnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sewenang-wenang tanpa ijin pengadilan perburuhan.
“Menghapus beberapa hak perlindungan bagi pekerja perempuan, dan hilangnya beberapa sanksi pidana untuk pengusaha ketika tidak membayar upah minimum dan hak buruh lainnya,” tandas Said Iqbal.(JR)