Sejumlah kebijakan dan regulasi berkenaan dengan ketenagakerjaan tampaknya akan diliberalisasi. Sama dengan sejumlah regulasi terdahulu, diliberalisasi.
Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (Opsi) Timboel Siregar menyampaikan, berbahaya kalau regulasi ketenagakerjaan Indonesia terus-terusan diliberalisasikan.
“Regulasi ketenagakerjaan apa lagi yang akan diliberalisasi ?” tanya Timboel Siregar, Rabu, 04 September 2019.
Dia menerangkan, hadirnya Keputusan Menteri Ketenagakerjaan (Kepmenaker) RI No 228 Tahun 2019 yang mengatur tentang jabatan tertentu yang bisa diduduki Tenaga Kerja Asing (TKA), menjadi perhatian public saat ini.
Kepmenaker ini membuka ruang pekerjaan yang lebih luas, yang bisa ditempati oleh TKA di Indonesia. Kepmenaker ini merupakan pembiasan pasal 42 – 49 UU no. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUK) yang memang mengatur tentang TKA.
Bila membaca Pasal 42 ayat 4 UUK, lanjut Timboel, kehadiran TKA memang dibatasi. Sehingga tenaga kerja Indonesia bisa terserap lebih banyak lagi.
“Pembatasan tersebut dapat kita lihat dari pengenaan kata jabatan tertentu dan waktu tertentu untuk TKA yang dipekerjakan di Indonesia,” ujarnya.
Namun, lanjut pria yang juga Koordinator Advokasi BPJS Watch ini, dengan lahirnya Kepmenaker No. 228 Tahun 2019 ini, maka jabatan yang awalnya dibatasi, kini dibuka lebih luas lagi.
Kepmenaker ini, lanjutnya, merupakan proses liberalisasi ketentuan TKA. Sehingga pekerjaan di segala bidang dan segala fungsi bisa diduduki TKA.
“Bila membaca lampiran Kepmenaker ini, maka dapat dipastikan hampir seluruh jabatan dan fungsi pekerjaan di Indoensia bisa ditempati oleh TKA,” ujar Timboel.
Lebih jauh lagi, katanya, kalau pun pemberi kerja mau mengunakan TKA yang tidak ada di list di Kepmenaker ini, maka Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) bisa memberikan ijin.
“Ini kan, artinya Menaker secara subyektif bisa menerbitkan ijin TKA untuk sektor maupun jabatan lainnya. Dan ini lebih membuka ruang pekerjaan TKA di Indonesia,” ujar Timboel lagi.
Harusnya, Kepmenaker ini tetap mengacu pada UUK yang saat ini masih eksis dan Pasal 42-49 masih berlaku tanpa perubahan satu kata pun.
Pasal 45 UUK yang mewajibkan adanya tenaga kerja pendamping, sebagai bentuk alih teknologi tentunya tidak akan dilakukan oleh TKA. Karena jabatan dan pekerjaan yang disebut di Kepmenker ini tidak dalam proses alih teknologi.
“Jabatan dan pekerjaan yang disebut oleh Kepmenaker ini merupakan pekerjaan teknis, yang memang tidak ada unsur alih teknologinya. Dan pastinya sangat bisa dilakukan oleh tenaga kerja kita,” ujarnya.
Secara hukum, kedudukan Kepmenaker jauh di bawah ketentuan Undang-undang. Oleh karenanya, isi Kepmenaker ini tidak boleh bertentangan denga Pasal 42-49 UUK. “Pak Menaker telah melakukan kesalahan yang sistemik,” terang Timboel.
Menurut dia, TKA sudah diberikan ruang yang sangat luas untuk bekerja di Indonesia, tanpa mempertimbangkan keberadaan Tenaga Kerja Indonesia.
“Tentunya Kepmenaker ini menjadi tantangan bagi tenaga kerja kita. Dan sekaligus menjadi ancaman bagi tenaga kerja kita,” katanya.
Kalangan pengusaha asing, lanjutnya, akan lebih senang menggunakan TKA. Karena tidak ada TKA yang menjadi pekerja tetap. Apaliba di-PHK akan diberikan Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Penggantian Hak seperti yang diatur di Pasal 156 ayat 2, 3 dan 4 UUK.
TKA hanya akan diikat oleh perjanjian kerja waktu tertentu yang memastika perusahaan akan dengan mudah merekrut dan mem-PHKnya. Kehadiran Kepmenaker ini, kata dia lagi, menjadi sarana untuk membawa lebih banyak TKA yang memang pasar kerja di negaranya sudah jenuh. Sehingga Indonesia dijadikan sasaran penempatan TKA.
Seharusnya, Pemerintah mempertimbangkan Angkatan Kerja, yang per Februari 2019, mencapai 136,18 juta. Dengan tingkat pengangguran terbuka sebesar 5,01% atau sekitar 6,82 juta orang.
“Kalau pun ada investor asing menanamkan modalnya di Indonesia, tetapi tenaga kerjanya berasal dari negara mereka, apa dampak baiknya buat tenaga kerja kita. Lapangan kerja terbuka tetapi hanya untuk TKA, bukan tenaga kerja kita. Kepmenaker ini akan berpotensi meningkatkan pengangguran terdidik tenaga kerja kita,” tuturnya mengingatkan.
Oleh karena itu, pemerintah didesak mempertimbangkan kembali kehadiran Kepmenaker ini. Dengan mengacu dan tunduk pada pasal 42-49 UUK. Serta mempertimbangkan kondisi angkatan kerja dan pengangguran terbuka saat ini.
“Saat ini, Menaker kembali meliberalisasi regulasi ketenagakerjaan. Dengan mengorbankan angkatan kerja kita. Setelah aturan ijin perusahaan outsourcing diliberalisasi, kini Pak Menaker meliberalisasi regulasi TKA. Besok regulasi ketenagakerjaan apa lagi yang akan diliberalisasi Pak Menaker?” ujar Timboel.(JR)