Pemerintah diminta menunda pelaksanaan Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Nomor 1 Tahun 2018. Jika aturan itu diterapkan tanpa menyelaraskan dengan peraturan dan Undang Undang yang ada, maka kegaduhan baru akan terus bermunculan.
Hal itu disampaikan, Koordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar, di Jakarta, Kamis (24/05/2018). Menurut Timboel, semangat untuk mengatasi defisit yang terjadi di BPJS memang sangat baik, namun harus dilakukan dengan langkah dan sikap yang bijak.
“Jangan malah menimbulkan kegaduhan baru. Untuk mengatasi defisit memang sangat baik, tetapi tidak menciptakan persoalan di Rumah Sakit. Seharusnya BPJS Kesehatan membuat kebijakan yang tidak melanggar ketentuan yang ada,” tutur Timboel.
Oleh karena itu, dia menambahkan, Peraturan BPJS No 1 Tahun 2018 tentang kegawatdaruratan akan mengorbankan peserta.
Aturan ini, lanjut dia, telah meniadakan fungsi dan kewenangan dokter dalam menentukan kegawatdaruratan.
“Aturan baru ini menyebabkan obyektivitas dokter untuk menentukan kegawatdaruratan akan tereduksi,” ujarnya.
Karena itulah, Timboel menyerukan supaya Peraturan BPJS No 1 Tahun 2018 ditunda dulu pelaksanaanya.
“Tunda dululah. Lalu, kaji kembali dengan mengajak stakeholder untuk ikut merumuskan,” katanya.
Perlu diingatkan, lanjut Timboel, ketentuan Pasal 96 UU no. 12 tahun 2011 mengamanatkan keterlibatan masyarakat dalam membuat aturan.
“Itu ada peran serta masyarakat dalam pembuatan peraturan perundang-undangan,” pungkasnya.(JR)