Jembatan Suramadu yang dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilu mendapat reaksi dari nelayan Madura.
Koordinator Nelayan Madura, Jawa Timur, Siswaryudi Heru mengatakan, pelaporan itu sama saja sedang melarang nelayan hidup lebih baik. Soalnya, masyarakat dan nelayan di Jawa Timur, khususnya Madura, merasa terbantu dengan digratiskannya penggunaan jembatan Suramadu itu.
“Terkadang yang melaporkan itu tidak memikirkan nasib kami para nelayan. Dengan digratiskannya Jembatan Suramadu itu sangat membantu Nelayan dan masyarakat loh. Kok malah dilaporkan ke Bawaslu. Nelayan malah acungi jempol dengan digratiskannya jembatan itu,” tutur Siswaryudi Heru, Rabu (31/10/2018).
Koordinator Bidang Hubungan Antar Lembaga Dewan Pimpinan Pusat Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) ini melanjutkan, untuk para politisi, terutama jelang kontestasi politik 2019, tidak perlu semua hal dipolitisir.
Justru sikap dan laporan itu akan membuat nelayan dan masyarakat Jawa Timur semakin antipati kepada pelapor.
“Berpolitik sih berpolitik. Sah-sah saja berpolitik, tetapi yang eleganlah. Masa kepentingan nelayan jadi terbengkalai nantinya karena laporan itu. Ini akan membuat reaksi yang negatif dari nelayan Madura dan Jawa Timur sekitarnya kepada pelapor itu loh,” tutur Siswaryudi Heru.
Lebih lanjut, Wakil Ketua Komite Tetap Hubungan Antar Lembaga Kamar Dagang Dan Industri Indonesia (Wakomtap Kadin) ini mengatakan, politik nelayan itu bukan politik parpol dan pasangan capres-cawapres tertentu.
Dia berharap, politisi bisa menempatkan kepentingan dan kebutuhan nelayan di antara kepentingan dan kebutuhan ambisi politiknya masing-masing.
“Lah, kalau dilaporkan kan berarti peng-gratisan Jembatan Suramadunya yang akan terganggu. Masyarakat dan nelayan di Jawa Timur, terutama di Madura tentu terganggu dong,” ujar Siswaryudi.
Jangan salah, lanjutnya, masing-masing nelayan pun memiliki pilihan politiknya masing-masing. Siswaryudi sendiri pun kini menjabat Wakil Bendahara Umum Bidang Pertanian, Perkebunan, Kelautan, Kehutanan, Perikanan dan Pengan Dewan Pimpinan Pusat Partai Hati Nurani Rakyat (DPP Hanura).
“Ini artinya, biarkan kepentingan masyarakat umum, seperti nelayan yang berada di atas kepentingan politik segelintir orang,” ujarnya.
Ditegaskan Ketua Nelayan Projo ini, nelayan Madura dan Jawa Timur, di bawah koordinasinya tidak mempermasalakan jembatan Suramadu digratiskan. Itu sangat berguna bagi nelayan. “Itu sangat membantu masyarakat dan nelayan. Kok malah diributin politisi,” ujarnya.
Sebelumnya, Joko Widodo sebagai Capres incumbent dilaporkan ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu). Laporan yang dilayangkan adalah atas dugaan pelanggaran terkait kebijakan pemerintah menggratiskan fasilitas Jembatan Suramadu.
Jokowi dilaporkan oleh Forum Advokat Rantau (Fara) ke Bawaslu pada Selasa (30/10/2018). Ada tiga anggota Fara yang datang melaporkan Jokowi di kantor Bawaslu.
Mereka datang pada pukul 16.50 WIB dan memasukkan berkas laporan ke sekretariat Bawaslu. Setelah melengkapi berkas laporan, mereka mendapatkan surat tanda terima pelaporan pada pukul 17.10 WIB.
Fara menilai kebijakan Jokowi menggratiskan Jembatan Suramadu sebagai kampanye terselubung. Mereka mempermasalahkan posisi Jokowi, yang kini juga sebagai capres.
“Sehubungan dengan digratiskannya Jembatan Suramadu oleh Pemerintah RI pada hari Sabtu, 27 Oktober, di mana dalam peresmian penggratisannya dilakukan oleh Pak Jokowi, yang dalam hal ini menjabat Presiden RI atau capres, maka patut diduga hal tersebut adalah merupakan pelanggaran kampanye atau kampanye terselubung,” ujar anggota Fara, Rubby Cahyady, setelah melaporkan Jokowi di kantor Bawaslu, Jl MH Thamrin, Jakarta Pusat.
Selain itu, Rubby mengatakan orang-orang di sekeliling Jokowi membuat salam satu jari saat peresmian penggratisan Jembatan Suramadu. Menurutnya, hal ini merupakan salah satu bentuk kampanye dengan menampilkan citra diri.
“Terlebih pada saat peresmian tersebut banyak yang menunjukkan simbol salam satu jari, yang merupakan citra diri Pak Jokowi selaku capres. Saya bilang ini terselubung, dengan gestur-gestur (satu jari) ini sangat jelas. Karena ini presiden sekaligus calon presiden,” ujarnya.
Menurut Rubby, tindakan tersebut melanggar Undang-Undang No 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, di antaranya terkait adanya tindakan merugikan pihak lain.
“Berpotensi merugikan peserta pemilu lainnya, sebagaimana dinyatakan di dalam Pasal 282 juncto Pasal 306 juncto Pasal 547 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu,” tutur Rubby.
Ia mengatakan Jokowi seharusnya tidak datang pada saat peresmian Jembatan Suramadu. Rubby meminta Bawaslu memeriksa adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan Jokowi.
“Kenapa yang digratiskan Suramadu saja, harusnya juga Presiden tidak perlu datang ke Suramadu, melalui menteri terkait, bisa. Istilahnya Jokowi tidak harus datang. Kami harap Bawaslu dapat memeriksa dan memutus ada-tidaknya pelanggaran pemilu,” ujarnya.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo menghapus tarif jembatan Suramadu. Ia sudah membantah kebijakannya itu dimaksudkan untuk mendulang suara di pilpres.
Jokowi mengatakan usulan untuk pembebasan biaya jembatan yang sebelumnya berupa Tol Jembatan Suramadu sudah ada sejak 2015. Awalnya, kata Jokowi, para tokoh agama dan masyarakat meminta Jokowi menghapus biaya tol untuk sepeda motor.
Usulan itu dia terima dan diputuskan. Selanjutnya, pada tahun 2016, masyarakat meminta Jokowi memotong biaya tol sebanyak 50 persen untuk kendaraan mobil.
Usulan itu juga dia terima dan diputuskan. Jokowi membantah kebijakannya terkait dengan politik. Bahkan Jokowi mengatakan, jika bertujuan politik, keputusan penghapusan tarif tol itu baru diterapkan pada masa mendekati pencoblosan Pilpres 2019.
“Ya kalau kita mau urusan politik, nanti saya gratiskan bulan Maret saja, tahun depan. Gitu loh. Jangan apa-apa dikaitkan dengan politik, ini urusan ekonomi, investasi, kesejahteraan, keadilan,” tegas Jokowi di Jembatan Suramadu, Sabtu (27/10/2018).(JR)