Tak Kunjung Surut, Masyarakat Batak Desak Jokowi Menghentikan Kriminalisasi di Tapanuli

Tak Kunjung Surut, Masyarakat Batak Desak Jokowi Menghentikan Kriminalisasi di Tapanuli

- in NASIONAL
520
0
Ketua AMAN Tano Batak Roganda Simanjuntak menjelaskan, kriminalisasi dan bahkan brutalisme masih terus terjadi kepada masyarakat yang dilakukan oleh aparatur pemerintah di daerah.

Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mendesak Presiden Jokowi untuk bertindak tegas dan menghentikan semua upaya kriminalisasi yang gencar dilakukan oleh aparaturnya di daerah-daerah.

 

Kriminalisasi yang dilakukan oleh aparatur pemerintahan itu sudah sangat mengancam jiwa dan keselamatan masyarakat Adat di berbagai daerah.

 

Ketua AMAN Tano Batak Roganda Simanjuntak menjelaskan, kriminalisasi dan bahkan brutalisme masih terus terjadi kepada masyarakat yang dilakukan oleh aparatur pemerintah di daerahnya.

 

Lihat saja, lanjut Roganda, di tingkat Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Polres Tobasa saja masih terus terjadi tindakan-tindakan kriminalisasi itu.

 

“Hentikan segera. Tolong agar Pak Presiden Jokowi tidak buta dan tidak menutup mata dengan semua jenis kriminalisasi dan brutalisasi yang dilakukan oleh aparaturnya di daerah,” ujar Roganda Simanjuntak dalam siaran persnya, Selasa (27/12/2016).

 

Dia menjelaskan, per 21 Desember 2016, ratusan masyarakat adat yang mengorganisir diri dalam AMAN Tano Batak telah mendatangi Pemkab Tobasa meminta pemerintah setempat menghentikan kriminalisasi terhadap masyarakata dat.

 

Sebenarnya, lanjut dia, dalam pertemuan dengan Bupati dan DPRD Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara, tidak menunjukkan itikad baik untuk mendengarkan aspirasi komunitas adat  yang terkriminalisasi yakni komunitas adat Matio dan Tungko Nisolu.

 

“Kami bahkan tidak diijinkan melewati gardu penutup jalan menuju kompleks kantor DPRD dan Bupati,” ujar Roganda.

 

Aksi protes yang dilakukan Komunitas Adat Matio dan Tungko Ni Solu hari itu, ungkap Roganda, ini dipicu oleh penetapan anggota warga komunitas Adat yakni Dirman Rajagukguk sebagai tersangka, karena berladang di tanah adatnya sendiri.

 

Dirman, 53 tahun, dianggap bersalah karena dituduh  membakar hutan di wilayah konsesi PT Toba Pulp Lestari (TPL). Padahal, menurut Dirman dan para warga lainnya, Tungko Nisolu tidak lagi memiliki hutan karena telah ditebang oleh PT TPL.

 

Perusahaan ini telah lama terlibat dalam pelanggaran hak Masyarakat Adat atas wilayah adatnya. “PT TPL juga menjadi dalang pengkriminalisasian komunitas adat Tano Batak yang mempertahankan tanah leluhurnya,” kata Roganda Simanjuntak.

 

Melalui aksi damai ini, komunitas adat Matio dan Tungko Nisolu menuntut lima hal. Pertama, hentikan kriminalisasi terhadap Masyarakat Adat di Toba Samosir. Kedua, hentikan proses hukum terhadap Masyarakat Adat Matio dan Tungko Nisolu, yang merupakan korban kriminalisasi oleh perusahaan. Ketiga, tegakkan hak-hak asasi manusia. Keempat, hentikan aktivitas PT TPL di wilayah Masyarakat Adat yang ada di Toba Samosir. Terakhir, segera sahkan peraturan daerah tentang pengakuan dan perlindungan hak-hak Masyarakat Adat.(JR)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Kisruh Dugaan Kecurangan Pemilihan Rektor Universitas Negeri Makassar

Tim Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset