Sudah Melenceng Dari Konstitusi Indonesia, LMND Dorong Ganti Haluan Ekonomi & Ubah Paradigma Pendidikan Nasional

Sudah Melenceng Dari Konstitusi Indonesia, LMND Dorong Ganti Haluan Ekonomi & Ubah Paradigma Pendidikan Nasional

- in DAERAH, NASIONAL, POLITIK
578
0
Sudah Melenceng Dari Konstitusi Indonesia, LMND Dorong Ganti Haluan Ekonomi & Ubah Paradigma Pendidikan Nasional.

Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) menilai pemerintahan Jokowi telah melenceng dari ketentuan Konstitusi Negara Republik Indonesia.

Melencengnya cita-cita kemerdekaan ini ditunjukkan dengan haluan ekonomi Indonesia yang liberal dan kapitalistik, serta paradigma pendidikan nasional yang mengikuti haluan ekonomi tersebut.

Sekjen LMND Muh Asrul menyatakan, cita-cita Kemerdekaan Nasional telah termaktub dalam Pembukaan Konstitusi Negara Republik Indonesia yang mencakup; melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

“Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi memandang kehidupan berbangsa dan bernegara saat ini telah melenceng dari cita-cita kemerdekaan tersebut,” tuturnya, dalam pemaparan Hasil Dewan Nasional LMND Terhadap Perkembangan Situasi Ekonomi Politik dan Perkembangan Pertemuan IMF & World Bank di Bali, bertempat di The PSPT Rooftop Pasar Tebet Timur Lantai 3, Jalan Tebet Timur Dalam, No 1 Tebet, Jaksel, Senin (08/10/2018).

Dalam kesempatan itu, Asrul membacakan sikap politik LMND, yakni bahwa haluan Ekonomi Indonesia harus diganti dari ekonomi liberal menjadi ekonomi yang berdasar pada Pasal 33 UUD 1945.

Konkritnya, lanjut Asrul, pemerintah harus serius mewujudkan kedaulatan pangan dan energi dengan menghentikan impor secara bertahap, melakukan reforma agraria secara lebih luas, dan melakukan inovasi untuk mendukung peningkatan produktivitas.

Dia menyebut, harus ada perubahan paradigma pendidikan nasional dengan intervensi negara cq Pemerintah yang dikonkritkan dalam bentuk dukungan regulasi dan keuangan.

Paradigma pendidikan nasional bukan lagi berorientasi laba, melainkan berorientasi pada cita-cita kemerdekaan yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kesejahteraan sosial.

“Kami menyerukan kepada rekan-rekan mahasiswa dan Rakyat Indonesia untuk mendorong persoalan Ganti Haluan Ekonomi dan Perubahan Paradigma Pendidikan Nasional sebagai wacana dan tuntutan rakyat,” ujar Asrul.

Terkait pertemuan IMF-Bank Dunia di Bali, Asrul menyatakan, menolak penyelenggaraan Annual Meeting IMF dan World Bank di Bali.

“Kedua lembaga tersebut terbukti hanya kepanjangan tangan rentenir internasional yang berkontribusi pada kehancuran ekonomi banyak negara (termasuk Indonesia), memperparah eksploitasi atas sumberdaya alam dan rakyat, serta mengangkangi kedaulatan rakyat,” tuturnya.

LMND juga menyerukan kepada seluruh kekuatan politik yang terlibat dalam kompetisi di Pemilihan Umum 2019, untuk mengedepankan kampanye yang substantif sehingga menghasilkan demokrasi yang berkualitas dan bermanfaat bagi kebaikan Bangsa Indonesia.

Asrul menerangkan, pihaknya mencatat fakta-fakta bahwa Pendidikan Indonesia telah berada di bawah dikte pasar.

Bayangkan saja, lanjutnya, perjanjian multilateral di antara negara-negara anggota World Trade Organization (WTO) telah menetapkan pendidikan sebagai salah satu sektor industi tersier.

“Produknya berupa jasa pendidikan yang diperjualbelikan. Pendidikan dengan demikian telah resmi menjadi komoditi ekonomi dan ditempatkan di bawah rezim pasar bebas,” ujarnya.

Pendidikan menjadi salah satu di antara sekian sektor yang mungkin untuk ditanami modal swasta.

Konsekuensinya adalah semakin besar penetrasi modal internasional ke dalam penyelenggaraan pendidikan di Indonesia, mulai dari pendidikan dasar, menengah, dan tinggi, dan non formal.

“Tentu karena tujuan investasi modal tersebut adalah untuk mendapatkan laba, maka institusi pendidikan akan berubah menjadi institusi bisnis, yang proses pengolaannya berorientasi pada laba,” tutur Asrul.

Sebagai industri yang spesifik, lanjut dia lagi, pendidikan tidak hanya menghasilkan output berupa produk jasa (komoditi), namun juga lulusan yang diolah dalam proses kependidikan untuk masuk ke pasar tenaga kerja.

Di dalam praktik pendidikan Indonesia, tidak hanya aktivitas pendidikan yang diubah menjadi komoditi, peserta didik pun sebagian dari dirinya (tenaga kerja) dikondisikan menjadi komoditi.

Dia merinci, dampak dari ketertundukan pendidikan di bawah pasar bebas, pertama, disorientasi kesadaran peserta didik.

Kedua, praktik pendidikan semakin pragmatis. Aktivitas pendidikan berfokus pada pelatihan keterampilan tertentu yang tentu saja disesuaikan dengan kebutuhan pasar.

Ketiga, pendidikan mengalami kesulitan dalam mengambil peran sebagai sarana produksi pengetahuan.

“Indonesia masih berada di peringkat 85 dalam Indeks Inovasi Dunia,” ujarnya.

Sementara itu, perekonomian Indonesia masih terbelakang dengan indikasi ketergantungan pada sektor ekstraktif dan bahan mentah agrikultur.

“Belum ada inovasi serius untuk mendorong hilirisasi industri yang dapat meningkatkan produktivitas ekonomi Indonesia,” tuturnya.

Dijelaskan Asrul, ketergantungan ekonomi Indonesia pada sektor ekstraktif punya korelasi dengan  pengabaian terhadap  peningkatan sumber daya manusia dan riset teknologi.

“Keterbelakangan ekonomi Indonesia merupakan dampak  liberalisme ekonomi. Selain itu, penerapan ekonomi berhaluan liberal juga berdampak pada kesenjangan sosial, dan ketimpangan kepemilikan lahan,” imbuhnya.

Terkait ketahanan pangan dan energi, dia mengatakan bahwa Indonesia masih rentan akibat ketergantungan impor, sekalipun Indonesia mempunyai potensi besar untuk swasembada.

“Kerentanan ini pun sangat berhubungan dengan perjanjian-perjanjian multilateral (dengan keterlibatan WTO dan IMF) yang membebaskan impor pangan dan mengabaikan inovasi untuk ekonomi nasional yang mandiri,” ujarnya.

Terakhir, LMND berpenadapat, dalam rangkaian kampanye Pemilihan Umum 2019 yakni Pemilihan Legislatif dan Presiden, yang telah dimulai sejak 23 September 2018, persoalan fundamental yang menyangkut tujuan dan cita-cita kemerdekaan Indonesia tidak mendapat tempat.

“Belum mendapatkan tempat yang semestinya dalam wacana dan perdebatan tiap-tiap pendukung Partai maupun calon Presiden dan Wakil Presiden,” pungkas Asrul.(Michael Nababan)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Kisruh Dugaan Kecurangan Pemilihan Rektor Universitas Negeri Makassar

Tim Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset