Enam tahun lalu, tepat pada hari Rabu 11 September 2013, empat artefak emas di Museum Nasional, Jakarta, raib.
Kini, pada Rabu 11 September 2019, sudah enam tahun lamanya, kasus pencurian itu tidak terungkap.
Koordinator Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (Madya), Jhohannes Marbun menyebut, ada upaya pembiaran terhadap kasus pencurian artefak itu. Pembiaran itu dianggap sebagai upaya menghapus artefak itu dari dalam daftar cagar budaya nasional.
Joe, sapaan akrabnya, mengatakan keempat artefak emas yang dicuri itu adalah lempengan emas berbentuk naga, lempengan berbentuk bulan sabut, cepuk, dan lempengan harihara.
Koleksi emas yang hilang dicuri tersebut merupakan peninggalan kerajaan Mataram Kuno dari abad 10 masehi. Dan ditemukan di daerah Jalatunda, Penanggungan, Jawa Timur.
“Kasus tersebut, setidaknya merupakan kejadian kelima di museum tersebut,” ujar Joe, dalam rilisnya, Rabu (11/09/2019).
Empat peristiwa pencurian sebelumnya pernah terjadi di Museum Nasional, Jakarta itu. Pertama, pencurian koleksi emas dan permata yang dilakukan kelompok pimpinan Kusni Kasdut pada tahun 1960-an.
“Saat menjalankan aksinya, Kusni Kasdut menggunakan mobil jeep dan mengenakan pakaian seragam polisi. Dia berhasil melumpuhkan penjaga, dan membawa kabur barang berharga museum,” ungkap Joe.
Tim Audit Museum Negeri Sonobudoyo Yogyakarta Tahun 2011 ini melanjutkan, yang kedua, peristiwa pencurian koleksi uang logam pada tahun 1979. Ketiga, pencurian koleksi keramik senilai Rp 1,5 miliar. “Dan belum ketemu sampai saat ini,” katanya.
Keempat, pencurian koleksi lukisan karya Basoeki Abdullah, Raden Saleh, dan Affandi pada tahun 1996. Akhirnya lukisan ini dikembalikan kepada negara setelah diketahui sedang di Balai Lelang Christy, Singapura.
Joe mengatakan, sampai saat ini, tidak ada perkembangan pengungkapan kasus hilangnya empat koleksi artefak emas Museum Nasional itu.
Pihaknya melalui Masyarakat Advokasi Warisan Budaya (Madya) pernah melaporkan ketidakjelasan penanganan kasus tersebut melalui website LAPOR: https://www.lapor.go.id/id/1189373, pada tanggal 14 Maret 2014.
Ketika itu, Admin LAPOR meneruskan laporan tersebut kepada Kepolisian Republik Indonesia dengan ditembuskan kepada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI.
“Pada hari yang sama, Polri meneruskan pada Bareskrim. Pada tanggal 26 Maret, 02 Juni, dan 24 September 2014, Tim LAPOR UKP-PPP meminta tanggapan Bareskrim Polri yang selama ini belum merespon pihak Tim Lapor UKP-PPP. Namun tidak ditanggapi oleh Bareskrim Polri,” ujar Joe.
Terakhir, pada tanggal 06 September 2015 lalu, Tim LAPOR kembali meminta tanggapan dari Bareskrim Polri atas perkembangan kasus tersebut. Namun tidak ada tanggapan dari Bareskrim Polri.
“Demikianlah kasus tersebut seolah dianggap hal biasa. Dan dianggap tidak terlalu penting diungkap,” ujar Joe.
Dikatakan dia, sekedar menyegarkan kembali ingatan publik terhadap kasus tersebut, pada saat diketahui hilang, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI langsung membentuk tim investigasi internal. Namun sampai dengan saat ini, hasilnya tidak pernah dipublikasikan.
“Sanksi pun tidak diberikan kepada pengelola Museum Nasional yang dianggap bertanggungjawab atas keteledorannya menjaga dan memelihara koleksi Museum Nasional tersebut,” tuturnya.
Berdasarkan keterangan yang disampaikan pihak Kepolisian, lanjutnya, CCTV dan alarm tidak berfungsi pada saat kejadian. Bahkan telah berlangsung sejak beberapa bulan sebelumnya.
“Seharusnya, hal ini patut didalami. Bahwa upaya pembiaran dan secara sengaja yang menyebabkan koleksi museum hilang dicuri adalah suatu kejanggalan,” ujarnya.
Untuk kejadian seperti itu, menurut Joe lagi, sanksi administrasi kepada pimpinan museum maupun staf, layak diberikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI.
Sebagaimana hal tersebut dilakukan oleh Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, ketika terjadi kasus pencurian 87 koleksi artefak emas Museum Sonobudoyo, Yogyakarta, pada tanggal 11 Agustus 2010 lalu.
Meskipun kasus Museum Sonobudoyo belum terungkap sampai saat ini, dilanjutkan dia, dan koleksi yang hilang tersebut juga telah dikeluarkan dari daftar Registrasi Nasional, setelah 6 tahun, Gubernur DIY telah menerapkan sanksi administrasi kepada 6 orang pimpinan dan staf museum. Atas kelalaian pengelola Museum Sonobudoyo ketika menjaga keamanan koleksi museum, sebagaimana menjadi tanggungjawabnya.
Joe menyebut, berdasarkan Pasal 51 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 Tentang Cagar Budaya, diterangkan apabila suatu obyek Cagar Budaya hilang dan dalam jangka waktu 6 tahun dan tidak ditemukan, maka obyek tersebut dihapus dari Registrasi Nasional Cagar Budaya.
Kini, kasus pecurian koleksi 4 artefak emas dari Museum Nasional telah 6 tahun berlalu. Maka Pemerintah, melalui Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI c.q Museum Nasional RI maupun Kepolisian, perlu mengumumkan kepada publik status ke empat artefak yang hilang pada tahun 2013 tersebut.
“Dan sudah sejauh mana perkembangan penanganannya. Selain itu, Penghapusan terhadap suatu obyek dari Registrasi Nasional Cagar Budaya bukan berarti proses pencarian koleksi artefak emas Museum Nasional, Jakarta dihentikan. Itu tetap harus dilanjutkan,” ujarnya.
Perlu juga disampaikan, kata dia, pada Pasal 51 ayat 2 UU No 11 Tahun 2010, berbunyi, Penghapusan Cagar Budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan tidak menghilangkan data dalam Register Nasional Cagar Budaya dan dokumen yang menyertainya”.
Demikian pula pada ayat 3 berbunyi, Dalam hal Cagar Budaya yang hilang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditemukan kembali, Cagar Budaya wajib dicatat ulang ke dalam Register Nasional Cagar Budaya.
Kasus hilangnya koleksi Museum Nasional hendaknya menjadi momentum evaluasi sistem keamanan dan pengamanan koleksi Museum Nasional.
“Kami menduga, sistem keamanan dan pengamanan Museum Nasional masih sangat rentan. Hal tersebut dapat terungkap melalui kunjungan langsung ke Museum Nasional. Yang pada saat ini sedang melakukan pembangunan pada sisi utara bangunan. Dimana tenaga-tenaga proyek menjadi satu area tak terpisah dengan komplek museum,” ungkap Joe.
Selain itu, di era teknologi informasi digital yang berkembang saat ini, Joe menemukan website http://museumnasional.indonesiaheritage.org/ yang menggambarkan secara 3D tentang sudut-sudut ruang. Mulai masuk museum sampai dengan ruang-ruang koleksi Museum Nasional. Yang sangat rentan aspek keamanan.
“Untuk itu perlu dievaluasi kembali pertanggungjawaban dan aspek keamanan atas weblink tersebut. Penggunaan perkembangan teknologi digital dalam pengembangan museum adalah suatu keniscayaan, namun demikian prosedur dan pertanggungjawabannya harus jelas,” ujar Joe Marbun.(JR)