Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dimina untuk tetap konsisten terkait Dana Kelurahan dan Dana Saksi Pemilu.
Anggota Komisi II DPR RI Firman Soebagyo mengingatkan, dalam penetapam anggaran untuk Dana Kelurahan yang tidak diatur dalam Undang-Undang Pemerintah Desa dan disepakati oleh Banggar akan diatur dalam Undang-Undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (UU APBN).
Namun, dia mempertanyakan dana Saksi Pemilu yang tak diakomodir. “Pertanyaanya adalah kenapa dana Saksi Pemilu yang juga tidak kalah pentingnya tidak diakomondir Banggar?” ujar Firman Soebagyo, dalam keterangannya, Sabtu (27/10/2018).
Dia tidak habis pikir, dengan alasan bahwa tidak diatur dalam UU Pemilu, bukan berarti tidak bisa dibahas dan diatur kembali.
“Padahal sama-sama pentingnya, dan Banggar menolak serta tidak bisa dimasukkan dalam Undang-Undang APBN?” tanyanya.
Menurut Mantan Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR ini, akan ada benturan dan inkonsistensi dalam pembuatan Undang-Undang nantinya. Sebab, dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, telah jelas diatur bahwa pembahasan dan penyusunan Undang-Undang tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang lainnya.
Untuk itu, Politisi Senior Partai Golkar ini mengingatkan, agar tidak menjadi preseden buruk dan untuk menghindari budaya saling tabrak Undang-Undang, sebaiknya dimasukkan dalam pembahasan UU APBN.
“Agar tidak terjadi implikasi lain, hendaknya Banggar mengkaji ulang atas keputusan yang diambil,” ujar Ketua DPP Partai Golkar itu.
Lebih lanjut, Firman Soebagyo yang kini juga Caleg DPR RI dari Dapil Jawa Tengah (Jateng) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini mengatakan, kalau Dana Kelurahan yang tidak diatur dalam UU Pememerintahan Desa bisa lolos masuk ke Undang-Undang APBN, maka hal yang sama bisa juga untuk urusan Dana Saksi.
Untuk itu, sebelum diputuskan di Rapat Paripurna, Firman Soebagyo menyarankan, hendaknya Banggar dan Pemerintah berkonsultasi dengan Pakar dan Ahli Hukum, serta dengan para penegak hukum seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Apakah ini penyimpangan, dan bagaimana konsekuensi hukumnya di kemudian hari,” ujar Firman Soebagyo.(JR)