Sesumbar Ingin Seperti Filipina, Kapolri Diingatkan Atasi Masalah Narkotika Dengan Penegakan Hukum Yang Sungguh Saja

Sesumbar Ingin Seperti Filipina, Kapolri Diingatkan Atasi Masalah Narkotika Dengan Penegakan Hukum Yang Sungguh Saja

- in HUKUM, NASIONAL
410
0
Ada Maling Proyek-Proyek Kepolisian, Kapolri Harus Segera Menangkap Komplotan Cukong Hitam Dengan Jaringan Mafia Proyek di Korps Bhayangkara.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Masyarakat mengkritik pernyataan Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian yang menyatakan ingin memberlakukan tembak di tempat bagi pengedar gelap narkotika. Kapolri juga menyebut kebijakan keras Presiden Rodrigo Duterte di Filipina sebagai pembanding. LBH Masyarakat mengingatkan, penegakan hukum atas kasus narkotika tetap harus mengedepankan penegakan HAM.

 

Analis Kebijakan Narkotika LBH Masyarakat, Yohan Misero mengatakan, pernyataan Kapolri soal penindakan terhadap pengedar narkotika bermasalah dalam beberapa konteks. Pertama, kebijakan tembak di tempat akan sangat rawan menimbulkan insiden salah tembak.

 

“Korban yang mungkin muncul dari salah tembak tersebut antara lain anggota penegak hukum dalam penyamaran dan sipil yang tak bersalah,” ujarnya dalam siaran persnya, Jumat (21/07/2017).

 

Dia mengingatkan kasus yang terjadi dalam kebijakan Presiden Rodrigo Duterte di mana satu orang pengusaha dari Korea Selatan tertembak dalam operasi Tok Hang. Kejadian itu menuai kecaman internasional dan membuat hubungan diplomatik kedua negara sempat memburuk.

 

Kedua, kebijakan tembak di tempat akan merugikan upaya supply reduction dalam skala besar. Menembak mati seorang pengedar gelap artinya memutus rantai informasi penting yang amat diperlukan bagi Indonesia untuk meminimalisir peredaran gelap narkotika.

 

“Penyidikan yang dilakukan secara baik tanpa menghilangkan nyawa seseorang semestinya justru dapat mengungkap

sindikat peredaran gelap narkotika yang lebih besar,” katanya.

 

Ketiga, LBH Masyarakat memandang wacana kebijakan tersebut sebagai strategi yang dibuat-buat untuk membangun kesan bahwa Polri betul-betul bekerja untuk mengentaskan peredaran gelap narkotika. Padahal yang perlu Polri lakukan pertama kali adalah memastikan dirinya bersih dari oknum aparat yang ikut melindungi peredaran gelap narkotika.

 

Yohan menuturkan, di Thailand pada era kepemimpinan Thaksin Shinawatra pernah dinerapkan kebijakan yang kurang-lebih sama dengan apa yang dilakukan Duterte di Filipina. Dalam periode yang singkat, jumlah narkotika yang beredar memang berkurang. Namun, pembunuhan-pembunuhan ini tidak akan menyasar orang-orang yang menguasai sindikat peredaran gelap narkotika.

 

“Target-target sasaran selalu orang-orang yang ada di rantai komando paling bawah, yang ketika mereka tiada selalu bisa digantikan posisinya oleh orang lain,” ungkapnya.

 

Hal ini akan menyebabkan pembunuhan akan terus terjadi tanpa benar-benar menyelasaikan akar masalah. Lalu akhirnya terlalu banyak nyawa hilang untuk sebuah kesia-siaan.

 

LBH Masyarakat meyakini bahwa kebijakan tembak di tempat terhadap pengedar gelap narkotika tidak diperlukan. Indonesia seharusnya memiliki kemampuan untuk mengatasi peredaran gelap narkotika secara lebih cerdas dan humanis.

 

Sebelumnya, Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengatakan Indonesia dianggap sebagai pasar oleh bandar narkoba jaringan internasional. Indonesia dijadikan pasar lantaran hukum yang berlaku di Indonesia tak sekeras negara lain.

 

Warning kita kepada para pelaku asing karena ini jelas pelakunya banyak warga negara asing yang menganggap bahwa Indonesia ini adalah salah satu tujuan utama,” katanya dalam jumpa pers di Balai Pertemuan Polda Metro Jaya, Kamis (20/7) lalu.

 

Tito membandingkan undang-undang narkotika yang berlaku di negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia lebih keras. Apalagi di Filipina, mereka yang terlibat narkoba ditindak tegas sesuai kebijakan Presiden Filipina, Rodrigo Duterte.

 

“Akhirnya mereka melihat selain memang potensial market, kita mungkin dianggap lemah untuk bertindak, hukum kita dianggap lemah, sehingga mereka merajalela di Indonesia,” ujarnya.

 

Agar tak dianggap penegakan hukum di Indonesia lemah, Tito menginstruksikan pemberlakuan tembak mati bagi pengedar dan bandar narkotika. Kapolri menegaskan perintah tembak mati bagi bandar narkotika ini bukan hanya ancaman belaka. Hal itu sudah dilaksanakan ketika polisi menembak mati pengendali sabu satu ton di Anyer, Lin Ming Hui yang merupakan seorang warga negara Tiongkok.(JR)

 

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Urusi ‘Laporan Gelap’ Selama 7 Tahun Dengan Korbankan Kakek Berusia 80 Tahun, Dua Penyidik Bareskrim Polri Dilaporkan ke Propam Polri

Dua orang penyidik Bareskrim Polri dilaporkan ke Kepala