Sengketa rebutan kepemilikan tanah dan lahan marak terjadi di daerah. Aparat penegak hukum, khususnya kepolisian diminta sigap memberikan kepastian hukum bagi rakyat dan petani pemilik lahan dan tanah yang sesungguhnya.
Upaya penegakan hukum di daerah, terutama dalam sengketa rebutan kepemilikan tanah dan lahan, bisa berlarut-larut, dikarenakan seringnya proses penegakan hukum tidak berpihak kepada rakyat dan petani sebagai pemilik sebenarnya.
Ketua Kelompok Tani Pastiamma Sejahtera, Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), Benget Manurung menuturkan, sebagaimana terjadi di wilayah Kabupaten Toba Samosir (Tobasa), maraknya sengketa rebutan kepemilikan tanah dan lahan tidak dibarengi dengan adanya proses penegakan hukum yang memberikan kepastian kepemilikan bagi petani dan rakyat pemilik sebenarnya.
Wilayah Kabupaten Tobasa, menurut Benget Manurung, merupakan salah satu wilayah yang kini sedang marak-maraknya terjadi sengketa rebutan kemilikikan tanah dan lahan.
“Hal yang sama terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Di Tobasa malah menumpuk persoalan rebutan dan sengketa kepemilikan tanah dan lahan. Dan yang paling sering dirugikan adalah masyarakat dan petani. Terutama, ketika gencarnya proyek pembangunan infrastruktur dan Danau Toba sebagai salah satu destinasi wisata berkelas dunia yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat dan Daerah. Ekses negatifnya banyak dialami petani di Tobasa,” tutur Benget Manurung.
Hal itu ditegaskan Benget Manurung usai bertemu dengan Kepala Kepolisian Resort Toba Samosir (Kapolres Tobasa) AKBP Agus Waluyo, di kantor Polres Tobasa, Senin (06/01/2020). Sejumlah utusan Kelompok Tani dari Kelompok Tani Pastiamma Sejahtera Porsea, Tobasa, bersama Media Pers Sinar Keadilan, yang terdiri dari Ketua Kelompok Tani Pastiamma Sejahtera sekaligus Pembina Media Sinar Keadilan Biro Tobasa, Benget Manurung, Anggota Daulat Ambarita, Jimmi Inal Richardo Siregar, Chandra Manurung, Sampe Martohonan Sitorus, Andi Manurung bertemu dengan Kapolres. Pertemuan diterima langsung Kapolres Tobasa AKBP Agus Waluyo di ruangan kerjanya.
Benget Manurung menyampaikan, bukan hanya persoalan sengketa rebutan lahan dan tanah yang marak di Tobasa. Persoalan redupnya sektor pertanian, perikanan darat, khususnya budidaya ikan emas, juga semakin mempersulit peningkatan kesejahteraan masyarakat Tobasa, yang mayoritas adalah petani dan pembudidaya ikan emas, serta ternak.
“Padahal, selama ini, secara turun temurun, Toba Holbung di Tobasa merupakan salah satu lumbung padi terbesar di Sumatera Utara. Toba Holbung juga selama ini dikenal sebagai penghasil ikan emas terbaik, bahkan sempat ekspor ke luar Tobasa dan luar negeri secara besar-besaran. Lihatlah, kini semuanya redup. Mundur. Malah ikan emas didatangkan dari luar Tobasa,” beber Benget Manurung.
Maraknya pembangunan infrastruktur, pembangunan rumah-rumah, dan sengketa lahan dan tanah, menurut Benget Manurung, menjadi faktor-faktor utama terjadinya penurunan produksi padi dan ikan emas dari wilayah Tobasa secara drastis.
Sementara, upaya pemerintah dan masyarakat untuk mengembangkan pertanian dan perikanan darat, khususnya ikan emas, tidak terjadi dengan baik. Alhasil, masyarakat Tobasa tergerus dan semakin jatuh lebih dalam pada potensi kemiskinan dan ketidaksejahteraan.
“Apalagi, saat ini, hampir di setiap desa di Tobasa, kian banyak anak-anak mudanya yang merantau, sedangkan yang tinggal di kampung malah menjadi pengangguran,” ungkap Benget Manurung.
Semua ini, lanjutnya, bisa berimbas kepada persoalan-persoalan sosial kemasyarakatan lainnya, seperti terjadinya kriminalitas di masyarakat, kejahatan narkotika, perjudian yang merajalela, sebab ingin memperoleh uang dengan cara-cara cepat, dan juga penyakit sosial lainnya.
Benget Manurung berharap, aparat kepolisian bekerja dengan professional dan berintegritas dalam penegakan hukum. Terutama juga proses hukum yang bisa menyelesaikan dan sebagai solusi atas persoalan-persoalan yang dihadapi masyarakat.
Kapolres Tobasa. AKBP Agus Waluyo membenarkan, persoalan sengketa rebutan kepemilikan tanah dan lahan marak terjadi di wilayah hukum Polres Tobasa. Namun pihaknya terus melakukan upaya penegakan hukum yang seadil-adilnya bagi masyarakat.
“Tobasa menjadi salah satu wilayah yang disebut sebagai Super Prioritas. Sebanyak 4 kali Presiden Joko Widodo sudah berkunjung ke wilayah Tobasa. Memang, marak beragai persoalan, seperti sengketa lahan dan tanah itu, namun kami di Kepolisian terus memroses sesuai hukum,” tutur AKBP Agus Waluyo.
Dia juga mengakui, ada peningkatan yang signifikan dalam urusan jual beli tanah dan lahan di wilayah Tobasa. Hal itu juga bisa berimbas pada terjadinya sengketa di masyarakat. Dan hal itulah yang perlu diantisipasi bersama oleh Polisi, aparat penegak hukum dan masyarakat.
“Kalau dulu, harga tanah pun dikasih Rp 10 ribu tidak ada yang mau beli. Sekarang tanah sudah sangat berharga dan sangat bernilai di Tobasa. Per meter saja, sudah melonjak harganya hingga 300 persen. Semeter saja sudah dihargai Rp 400 ribu sampai Rp 500 ribu. Sudah sama seperti di tempat kelahiran saya di Pulau Jawa sana,” ungkapnya.
Agus Waluyo juga mengakui, dari Kawasan Tobasa, banyak para petinggi Republik Indonesia ini terlahir, banyak jenderal, pejabat, orang-orang berpendidikan dan sekolah tinggi. Karena itulah, pendekatan yang dilakukan aparat kepolisian juga menerapkan pendekatan persuasif dalam penyelesaian berbagai sengketa dan persoalan yang terjadi di masyarakat Tobasa.
“Misalnya, kami sedang mendorong kembali dihidupkannya Pangulu dan strukturnya di setiap desa dan dusun di Tobasa. Mirip seperti di Bali, ada pecalang. Pendekatan kultur yang tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku sangat efektif dalam penyelesaian berbagai persoalan di Tobasa. Apalai, struktur masyarakat Toba ini adalah saling kekelurgaan, ada ikatan kekerabatan yang sangat solid,” ungkapnya.
Seperti dalam penyelesaian sejumlah sengketa tanah atau lahan, lanjut AKBP Agus Waluyo, pihaknya mendorong Pangulu atau Kepala Desa, untuk menyelesaikannya terlebih dahulu di tingkat warga.
“Banyak persoalan yang bisa diselesaikan di tingkat bawah, dengan pendekatan-pendekatan hukum yang berlaku secara persuasif,” ujar Agus Waluyo.
Menanggapi persoalan penyakit sosial dan masyarakat, seperti maraknya perjudian, misal judi toto gelap (togel) online dan juga kejahatan narkotika, Polres Tobasa tidak akan mentolerir.
“Pasti kami akan proses. Akan kami tindaklanjuti. Kami tidak akan mundur. Tidak ada kata lembek bagi kejahatan seperti itu,” tutur pria yang pernah 8 tahun bertugas di Mabes Polri, Jakarta itu.
Agus Waluyo juga menyampaikan, dalam rangka peningkatan kesadaran hukum demi peningkatan kesejahteraan masyarakat Tobasa, pihak Polres Tobasa diwajibkan untuk melakukan pengawalan dan penyuluhan kepada masyarakat.
“Termasuk pendampingan dalam pengembangan pertanian, pengembangan perikanan dan juga tanaman produksi yang berguna bagi masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Saya sudah instruksikan kepada setiap Polsek untuk wajib mendampingi masyarakat petani dalam menghadapi persoalan-persoalan yang dihadapi petani,” tutur Agus Waluyo.
Dia juga melakukan percontohan pengembangan bibit tanaman dan ikan, seperti lele di Kantor Polres Tobasa, sebagai wujud keseriusan Polisi bersama-sama warga masyarakat Tobasa menciptakan ketertiban dan keamanan dan kenyamanan dalam mengembangkan potensi perekonomian masyarakat Tobasa.
“Jadi, kami tidak hanya bicara. Tak perlu banyak bicara di Tobasa ini. Semua masyarakatnya pintar-pintar dan pandai bicara kok. Yang perlu kita lakukan adalah menunjukkan dan bekerja untuk meningkatkan keamanan dan pendekatan riil demi kesejahteraan bersama masyarakat Tobasa,” pungkas AKBP Agus Waluyo.(JR)