Selama Ini Tak Punya Taring, Mengapa Sekarang ICW dan KPK Meributi LHKPN?

Selama Ini Tak Punya Taring, Mengapa Sekarang ICW dan KPK Meributi LHKPN?

- in DAERAH, HUKUM, NASIONAL
576
0
Diskusi para mantan Komisioner KPKPN yakni Petrus Selestinus, Chairul Imam dan Winarno Zen, bertajuk LHKPN Momok Bagi Sebagian Penyelenggara Negara, Tetapi Belum Dipergunakan KPK Untuk Mengungkap Kejahatan Korupsi, di Rumah Makan Ayam Bulungan, Blok M, Jakarta Selatan, Selasa 27 Agustus 2019.Diskusi para mantan Komisioner KPKPN yakni Petrus Selestinus, Chairul Imam dan Winarno Zen, bertajuk LHKPN Momok Bagi Sebagian Penyelenggara Negara, Tetapi Belum Dipergunakan KPK Untuk Mengungkap Kejahatan Korupsi, di Rumah Makan Ayam Bulungan, Blok M, Jakarta Selatan, Selasa 27 Agustus 2019.

Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang ada di KPK harusnya berguna dan berfungsi untuk mengungkap berbagai kejahatan korupsi. Nyatanya, selama ini LHKPN masih hanya jadi pajangan yang tak punya taring mengusut korupsi penyelenggara negara.

Para mantan Komisioner Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara (KPKPN) mempertanyakan keberadaan LHKPN di KPK. KPKPN sebagai cikal bakal berdirinya KPK itu juga mendorong KPK ke depan agar menjadikan LHKPN bertaring dan dipergunakan mengungkap berbagai dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan penyelenggara negara.

Hal itu terungkap dalam diskusi yang dilakukan para mantan Komisioner KPKPN bertajuk LHKPN Momok Bagi Sebagian Penyelenggara Negara, Tetapi Belum Dipergunakan KPK Untuk Mengungkap Kejahatan Korupsi, yang digelar di Rumah Makan Ayam Bulungan, Blok M, Jakarta Selatan, Selasa 27 Agustus 2019.

Mantan Komisioner KPKPN, Petrus Selestinus menyampaikan, dia bersama Chairul Imam dan Winarno Zen, yang sama-sama pernah menjadi Komisioner KPKPN menyoroti keberadaan LHKPN, yang akhir-akhir ini menjadi salah satu isu sentral dalam proses seleksi Calon Pimpinan KPK (Capim KPK) 2019 ini.

Urusan LHKPN ini, lanjut Petrus Selestinus, menghiasi perdebatan media massa dan pemberitaan belakangan ini. Karena, Indonesia Corruption Watch (ICW) dan KPK menyoroti kinerja Pansel Capim KPK dengan menyebyt Pansel Capim KPK dianggap  tetap mengakomodir peserta Capim KPK dari unsur Penyelenggara Negara (PN), yang mengabaikan kewajibannya menyerahkan LHKPN kepada KPK.

“Isu ini semakin kencang disuarakan. Karena seleksi capim KPK sudah memasuki babak akhir. Namun beberapa Penyelenggara Negara  yang mengikuti seleksi capim KPK, menurut KPK belum menyerahkan LHKPN. Atau, sudah menyerahkan LHKPN tetapi tidak secara periodik. Kok masih tetap lolos seleksi Capim KPK. Ini yang jadi hangat,” tutur Petrus Selestinus, di Jakarta, Rabu 28 Agustus 2019.

Padahal, lanjut Koordinator Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) itu, selama ini LHKPN dijadikan hanya sebatas pajangan oleh KPK.

Keengganan sebagian penyelenggara negara untuk menyerahkan LHKPN-nya ke KPK, menurut Petrus Selestinus, dikarenakan KPK tidak pernah menyeriusi pemeriksaan untuk mengklarifikasi dan verfikasi atas kebenaran isi LHKPN.

“Selama ini LHKPN kan sebatas pajangan saja dibuat. Tidak punya gigi, tidak punya taring. Sehingga sebagian besar penyelenggara negara berpandangan, untuk apa menyerahkan LHKPN kalau hanya dijadikan berkas yang disimpan di gudang KPK,” beber Petrus.

Advokat Senior Peradi ini menyampaikan, kritik dan protes ICW bersama KPK kepada Pansel Capim KPK agar  peserta seleksi yang abai menyerahkan LHKPN dipertimbangkan untuk tidak diloloskan dalam proses seleksi kurang tepat.

“Mereka itu (ICW dan KPK) salah alamat. Karena, urusan penyerahan LHKPN penyelenggara negara itu kan domain pimpinan KPK dan para atasan langsung dari para penyelenggara yang bersangkutan,” ungkap Petrus.

Petrus mempertanyakan, mengapa KPK baru sekarang merasa penting mempersoalkan LHKPN. Di saat ada sejumlah penyelenggara negara yang tengah mengikuti seleksi Capim KPK 2019.

Padahal, jauh hari sebelum dilaksanakannya proses seleksi Capim KPK ini, KPK bisa mengungkap tindak pidana korupsi melalui penelusuran asal usul harta kekayaan dalam LHKPN.

“Seharusnya, melalui penelusuran asal usul kekayaan dalam LHKPN, maka KPK sesungguhnya mengawali sebuah proses pembuktian terbalik, Karena setiap pejabat wajib menerangkan asal usul seluruh kekayaan miliknya, milik istrinya dan juga anaknya dibandingkan dengan gaji apakah sebanding dengan LHKPN atau tidak,” tutur Petrus Selestinus.

Petrus menegaskan, pada satu sisi penyerahan LHKPN kepada KPK menjadi salah satu kewajiban penyelenggara negara. Namun pada sisi yang lain, kewajiban penyerahan LHKPN itu berimplikasi melahirkan kewajiban bagi KPK. Yaitu memeriksa dan mengumumkan LHKPN itu dalam Berita Negara.

“Agar publik mengetahuinya. Sikap persisten KPK meminta LHKPN bagi setiap penyelenggara negara saat ini tidak kompatibel dengan sikap KPK terhadap LHKPN yang sudah diterimanya,” ujarnya.

Artinya, lanjut Petrus, selama ini KPK tidak pernah memeriksa kekayaan setiap penyelenggara negara yang sudah  diserahkan dalam LHKPN itu. Sehingga fungsi LHKPN untuk mengungkap kejahatan KKN melalui penelusuran LHKPN nyaris tak terdengar bunyinya.

Karena itu, tegas Petrus Selestinus, sikap KPK mempersoalkan LHKPN pada peserta Pansel Capim KPK pada saat seleksi berlangsung ibarat pepatah menepuk air di dulang terpercik muka sendiri.

Petrus menekankan, selama ini justru KPK-lah yang mengabaikan kewajibannya untuk memeriksa kebenaran LHKPN. “Pemeriksaan LHKPN inilah yang paling ditakuti oleh para para penyelenggara negara, karena ada kemungkinan KPK bisa mengungkap dugaan korupsi melalui penelusuran kebenaran LHKPN itu. Artinya, melalui metode penelusuran LHKPN, KPK bisa mengungkap kejahatan korupsi dan pencucian uang seorang penyelenggara negara,” beber Petrus.

Mantan Ketua Sub Komisi Yudikatif KPKPN, Chairul Imam juga menegaskan, LHKPN itu sudah sangat jelas posisi dan peruntukannya. Sejak awal, ICW dan KPK harusnya mempelajari dan memahami apa fungsi dan gunanya LHKPN itu.

“Hal itu sudah dengan tegas dimuat dalam Peraturan KPK No 7 Tahun 2016 Tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan LHKPN,” tutur Chairul Imam yang merupakan mantan Direktur Penyidikan Tipikor Kejagung itu.

Mantan Komisioner KPKPN lainnya, Winarno Zen menyampaikan, di mata sebagian penyelenggara negara, LHKPN itu sebuah momok yang menakutkan.

Dikarenakan, penyelenggara negara tidak hanya wajib membuat LHKPN, tetapi juga wajib bersedia untuk diperiksa dan menjelaskan tentang asal usul harta kekayaan miliknya, milik istri dan milik anaknya. Serta berapa nilai jual saat memperoleh harta-harta dimaksud.

“Ini sebetulnya sebuah sistim pembuktian terbalik yang paling menakutkan bahkan mengerikan bagi penyelenggara negara. Namun anehnya, selama ini KPK justru menjadikan LHKPN sebagai tumpukan-tumpukan kertas yang tidak bernilai, tanpa pertanggungjawaban apapun,” ujar Winarno Zen.(JR)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

GMKI Sambut Baik Kunjungan Paus Fransiskus di Jakarta

Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Cabang Jakarta (GMKI Jakarta)