Masyarakat juga mendesak pemerintah dan aparat penegak hukum segera menghentikan aktivitas dan operasi PT Inti Indorayon Utama (PT IIU) atau PT Toba Pulp Lestari (PT TPL) di wilayah itu.
“Kami mendesak pihak PT TPL untuk segera menghentikan aktivitasnya di wilayah adat Sihaporas. Karena telah merampas ruang hidup warga, merusak hutan adat, yang diakibatkan perluasan areal kerja dan aktivitas perawatan tanamannya yang mencemari mata air dan sungai,” tutur Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Roganda Simanjuntak, Tabu (16/10/2019).
Dia menekankan, masyarakat sudah berulangkali mengajukan laporan ke pihak KLHK dan Pemkab Simalungun untuk segera mengeluarkan wilayah adat dari hutan Negara atau konsesi PT TPL.
Oleh karena itu, dia juga mendesak pihak Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk mengeluarkan wilayah adat Sihaporas seluas 2049,86 hektar dari klaim hutan Negara atau konsesi PT TPL.
“Demi keberlanjutan hidup Masyarakat Adat Sihaporas dan kelestarian wilayah adatnya,” ujar Roganda.
Sekretaris Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras), Nagori atau Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Jonni Ambarita mengatakan, pada hari Senin, 16 September 2019, tepatnya pukul 08.15 WIB, Masyarakat Adat Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, melakukan penanaman benih jagung, secara gotong royong di wilayah adat Sihaporas.
Wilayah adat tersebut telah turun temurun dikelola dan dimiliki oleh leluhur mereka sampai ke generasi saat ini. Di saat masyarakat sedang beraktivitas menanam jagung, tiba-tiba pihak PT TPL dikomandoi Humas TPL Sektor Aek Nauli bernama Bahara Sibuea, menghampiri mereka.
“Dan melarang untuk menanam benih jagung. Kemudian, merampas paksa cangkul. Berlanjut memukul warga dan mengenai Mario Ambarita, yakni anak Balita usia 3 tahun, yang sedang digendong orangtuanya, yang juga sedang mendapat pukulan,” tutur Jonni Ambarita.
Melihat kejadian itu, di lokasi yang sama, warga lain berusaha menyelamatkan anak yang sudah terkapar. Juga ayahnya, akibat terkena pukulan.
“Mereka pun segera melarikan anak balita tersebut untuk mendapatkan pertolongan ke Puskesmas Sidamanik. Demikian juga dengan ayahnya dan seorang warga lainnya,” ungkap Jonni Ambarita.
Karena tindakan represif dari pihak PT TPL yang sudah berulang terhadap warga, warga pun mengadukan tindakan Humas PT TPL tersebut ke Polisi Sektor (Polsek) Sidamanik.
“Tetapi oleh Polsek Sidamanik menyarankan untuk membuat pengaduan langsung ke Mapolres Simalungun,” jelas Jonni Ambarita.
Mangitua Ambarita yang bergelar Ompu Morris Ambarita, sebagai Wakil Ketua Umum Lembaga Adat Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras) menuturkan, kejadiannya berlangsung pada Senin (16/09/2019).
PT Toba Pulp Lestari (TPL) yang sebelumnya bernama PT Inti Indorayon Utama (IIU) beroperasi di wilayah-wilayah adat masyarakat sekitar Kawasan Danau Toba (KDT).
Jadi, pada pukul 08.15 WIB, puluhan warga Sihaporas dan Masyarakat Adat dari Lembaga Adat Keturunan Ompu Mamontang Laut Ambarita Sihaporas (Lamtoras), Nagori atau Desa Sihaporas, Kecamatan Pematang Sidamanik, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, mendatangi lokasi Wilayah Hutan atau Tanah Adat Lamtoras Sihaporas, di Buttu Pangaturan.
“Warga dan Masyarakat Adat Lamtoras Sihaporas menanam jagung di areal itu,” ungkap Ompu Morris Ambarita.
Pada pukul 11.30 WIB, pihak PT TPL yang dikomandaoi Bagian Humas Sektor Aek Nauli, bernama Bahara Sibuea, tiba di lokasi kerja warga. “Dan langsung melarang warga menanam jagung. Saudara Bahara Sibuea pun bertindak kasar, merampas alat kerja berupa cangkul,” lanjut Ompu Morris Ambarita.
Setelah perampasan alat kerja, berlanjut juga melakukan pemukulan terhadap warga. Pemukulan itu mengenai Mario Ambarita, yakni balita usia 3 tahun. Ayahnya dan beberapa masyarakat adat Lamtoras Sihaporas, juga mengalami pemukulan dan kekerasan.
Selanjutnya, pada pukul 11.34 WIB, dilanjutkan Ompu Morris Ambarita, dengan melihat anak Mario Ambarita terkulai lemas di pelukan bapaknya, ibu-ibu Masyarakat Adat Lamtoras histeris.
“Dalam suasana panik, spontan Masyarakat Adat Lamtoras Sihaporas melakukan pembelaan diri dan perlawanan,” ujarnya.
Pada pukul 11.45 WIB, seluruh warga Masyarakat Adat Lamtoras pulang. “Untuk mengutamakan pertolongan pertama. Membawa berobat anak Mario Ambarita dan beberapa masyarakat adat Lamtoras yang terluka,” ujar Ompu Morris Ambarita.
Sementara itu, Kepala Humas PT TPL, Norma Patty Handini Hutajulu mengatakan, keributan dan pemukulan itu sudah diserahkan penanganannya ke aparat Kepolisian.
“Sudah ditangani di Polres sana. Semua sudah di BAP, dan kami serahkan prosesnya di sana,” tutur Norma Patty Handini Hutajulu.
Dia sepakat, tindak kekerasan tidak diperbolehkan dalam menghadapi masyarakat. Baik dari pihak perusahaan, maupun dari pihak masyarakat itu sendiri.
“Ya enggak boleh ada kekerasan. Kan emang enggak boleh. Kita serahkan ke proses yang sedang ditangani polisi ya,” ujarnya.(JR)