Catatan Terlupakan Pada Kasus Tewasnya Brigadir Joshua Hutabarat
Segera Lakukan President Review, Legislative Review atau Judicial Review UU Polri
Pentingnya Pengawasan Ketat Internal dan Eksternal Polri
Oleh: Sandi Ebenezer Situngkir, SH., MH., Advokat dan Aktivis Publik di Jakarta.
Dalam menjalankan Tugas Pokok dan Fungsi (Tupoksi)-nya, anggota Polri dapat bertindak menurut perkiraan sendiri. Polri menyebut kewenangan diskresi. Sehingga dengan kewenangan tersebut, anggota Polri adalah hukum itu sendiri.
Dalam menegakkan ketertiban, anggota Polri dapat menembak masyarakat, sebagai Penegak Hukum dapat atau mentersangkakan masyarakat.
Hal ini terkait yudicial by crime, mencabut hak hidup manusia dan belum lagi potential crime karena atas nama ketertiban berada dalam “Pusaran Ekonomi dan Bisnis Nasional”.
Hampir tidak ada pengawasan Polri pasca Reformasi, di mana terjadinya Pemisahan Polri dari TNI.
Dulu Polri hanya memiliki Divisi Provost. Penindakan dilakukan oleh CPM TNI. Maka lahirlah Divisi Propam, yang membawahi Biro Pertanggungjawaban Profesi (Wabprof), Pengamanan Internal (Paminal) dan Biro Provost.
Di Mabes Polri Biro dipimpin oleh Pati berpangkat Brigjen Pol, meskipun Pasal 8 UU Kepolisian menyatakan Polri di bawah Presiden, tapi tidak pernah disebut Presiden adalah Pimpinan Tertinggi Polri.
Berbeda dengan Undang-Undang TNI menyebut Presiden adalah Panglima Tertinggi TNI.
Maka tidak heran, Kapolrilah pejabat Paling Berkuasa di Republik Indonesia setelah Presiden. Hal ini terlihat pada Undang-Undang Kepolisian, seluruh Teknis Operasional Polri ditetapkan melalui Keputusan Kapolri (Pasal 9 UU Polri).
Susunan kedudukan Perundang-undangan Republik Indonesia tidak mengenal Perkapolri. Yang terjadi adalah hampir tidak ada pengawasan Polri.
Padahal, Polri itu adalah hukum itu sendiri. Pasal 13 ayat 1 huruf l dan Pasal 15 ayat 2 huruf k, menyebutkan tugas dan fungsi Polri melakukan tugas dan fungsi lain menurut perundang-undangan.
Padahal pada ayat sebelumnya sudah disebutkan tugas dan fungsi Polri menurut Undang-Undang. Sehingga narasi “lain” dalam Undang-Undang tersebut multi tafsir.
Inilah yang disebut diskresi kewenangan dengan tafsir sendiri.
Dengan diskresi, Polri bisa menentukan mati hidupnya orang. Termasuk dipenjara atau tidak dipenjaranya orang tanpa ada pengawasan yang ketat.
Seolah-olah Polri adalah lembaga yang baik dan tidak mungkin melakukan penyelewengan Tupoksi.
Kalau Aparatur Sipil Negara (ASN) memiliki Bapeg dan Komisi ASN, Polri hanya punya pengawasan internal termasuk Kompolnas.
Pasal 16 ayat 1 huruf l, Polri juga boleh melakukan tindakan lain. Dan pada ayat 2 disebutkan tindakan lain itu adalah patut, selaras, masuk akal. Termasuk Pasal 18 menyebutkan melakukan tindakan lain menurut “Penilaian Sendiri”.
Polri dapat bertindak menurut penilaian sendiri, menempatkan Polri menjadi lembaga setengah Tuhan yang tidak pernah salah.
Pengawasan di Polri dilakukan oleh Divpropam sebagai Penyelidik/Penyidik, selanjutnya kolektif kolegial dilakukan oleh Irwasum, Divkum, Wassidik, As SDM dan KaroOps Kapolri.
Persidangan Kode Etik juga dilakukan internal oleh Polri, tanpa ada eksternal. Ingat kasus AKBP Brotoseno, dihukum Tipikor tapi tidak dipecat.
Kemudian lahirlah Perkap “Brotoseno”, dia kemudian dipecat. Kembali lagi Polri mengadili Polri, sangat subjektif sekali.
Bandingkan dengan Hakim, ada Komisi Yudisial (KY) dan Badan Pengawas (Bawas) Mahkamah Agung (MA) untuk bersidang bersama.
Polri tidak sama seperti Kejaksaan. Sebab Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) bukanlah Lembaga Pengawasan Polri.
Pasal 38 UU Polri tidak ada tugas sebagai pengawas Polri. Tugas Kompolnas hanya memberikan saran dan keluhan kepada Presiden.
Pada huruf c menyebutkan, tugasnya menerima saran dan keluhan dari masyarakat mengenai kinerja kepolisian dan menyampaikannya kepada Presiden.
Kembali lagi, Polri menjadi lembaga yang tidak terjangkau. Kompolnas diketuai Menkopolhukam. Anggotanya terdiri dari Menkumham, Mendagri, pakar Kepolisian (diisi oleh pensiunan Polri) dan masyarakat.
Para Menteri itu adalah Pemerintah, pensiunan Polri itu orang yang pernah Polisi. Dari segi keberimbangan person tidak mungkin ada pengawasan dari Kompolnas.
“Kembali lagi, Loe.. Lagi… Loe lagi. Institusi Polri sangat perlu dan mendesak akan adanya pengawasan independent dan termasuk penegakan Kode Etik Independen.”
“Jalan paling cepat adalah President Review, Legislative Review atau Judicial Review Undang-Undang Polri. Hak Konstitusional kita sebagai Warga Negara terganggu atau terancam, akibat tugas Polri melakukan tindakan lain atau perbuatan lain, tanpa Pertanggungjawaban dan Pengawasan independen.”.***