Upacara dan perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia, lebih sering dilaksanakan oleh instansi-instansi pemerintahan, lembaga-lembaga Negara, dan sekolah-sekolah.
Hingga usia kemerdekaan Indonesia mencapai angka 74, semangat dan rasa merdeka itu tampak merapuh. Persoalan-persoalan Nasionalisme pun marak mencuat belakangan ini. Radikalisme, intoleransi, isu SARA, semakin sering dicuatkan dan dicuitkan. Kapan akan diciutkan?
Tak semua instansi penyelenggara peringatan dan perayaan Hari Kemerdekaan RI itu terkespresikan sebagai kemerdekaan yang dinikmati pesertanya.
Nampaknya, perlu upaya lebih rileks mengeksepresikan kemerdekaan itu. Menyegarkan kemerdekaan yang sudah mulai rapuh itu. Seperti yang dilakukan murid-murid sebuah sekolah swasta di Yogyakarta.
Pada 17 Agustus 2019 ini, SMA Kolese De Britto, yang beralamat di Jalan Laksda Adisucipto 161, Yogyakarta, melaksanakan upacara peringatan HUT RI ke 74 dengan membebaskan para siswa mengenakan pakaian yang disukainya. Tentu dengan masih batas-batas keadaban. Tidak mempertontonkan aurat.
Al Gregory Radjah, siswa Kelas X Bahasa di SMA Kolese De Britto ini menjadi anggota Pasukan Pengibar Bendera (Paskibra) pada upacara Peringatan HUT Kemerdekaan RI ke 74.
Ayahnya, Jimmy Radjah yang bekerja dan berdomisili di Jakarta, sudah diinformasikan mengenai perayaan hari kemerdekaan di sekolah pada 17 Agustus 2019 itu.
Jimmy mengaku terharu dengan agenda dan eksepresi anak-anak muda yang masih belia itu. Terharu dan bangga. Juga mengacungi jempol kepada sekolah itu.
“Upacara tujuhbelasan di sekolah anakku. Kostum bebas, sesuai pilihan hatinya,” ujar Jimmy tersenyum, sembari memperlihatkan foto-foto dan video-video kegiatan murid-murid di SMA Kolese De Britto.
Tampak para murid yang jadi peserta upacara mengenakan pakaian beraneka rupa dan jenis. Ada yang sangat rumahan, pakaian sehari-hari, atau pakaian kesukaannya.
Ada yang mengenakan jaket mirip tukang ojek oline, mengenakan helm. Ada yang pakai batik. Pakai peci. Baju bola, baju praktikum, jaket tidur. Baju dan topi polisi. Ada yang mengenakan baju karate. Bermacam-macam. Terlihat berbeda-beda, segar dan jenaka juga.
“Habis upacara, mereka pawai sepeda dan sewa odong-odong. Keliling Yogya,” terang Jimmy.
Menurut Jimmy, sebagai orang tua murid, dirinya selalu dikabari dan tahu kegiatan-kegiatan sekolah. Bukan hanya tahun ini saja SMA Kolese De Britto menggelar perayaan hari kemerdekaan yang berkesan, unik, dan merakyat. Sungguh merakyat. Apa adanya.
“Setiap tahun pasti mereka bikin aksi yang berbeda. Kalau tahun ini, pawai sepeda, odong-odong dan becak,” ujarnya.
Kegiatan itu resmi dari pihak sekolah. Pawai dimulai pagi hari, pukul 09.30 WIB. “Resmi dari sekolah dan Presidium Siswa,” ujarnya.
Dunia Pendidikan Seharusnya Berkarakter Indonesia
Untuk perayaan hari ulang tahun Kemerdekaa Indonesia 74 ini, sekolah SMA Kolese De Britto Yogyakarta telah mengumumkan bentuk kegiatannya.
Untuk Sabtu, 17 Agustus 2019, Kantin buka.
Setelah Upacara Tanggal 17, ada sepeda gembira. Yang penting sepeda. Boleh sepeda listrik. Kalau enggak punya, boleh sewa becak atau orong-odong Alkid. Bersifat Wajib Untuk Seluruh Siswa.
Upacara pake pakaian profesi. Kalo ada yang pake pemulung, pake kaos oblong didobel hem. Pake sepatu sendal. Bawa minum sendiri.
Untuk rute pawai sepeda gembira: jb pintu selatan – ke barat lwt lippo – belok kiri di perempatan gramed – muter kridosono – samping lapangan Padmanaba – belok kanan ke House of raminten – masuk ke sabirin – balik ke utara, bundaran ugm – pertigaan colombo, belok kanan ke jalan colombo – jb pintu selatan.
“Itu pengumumannya. Itu jalur sepeda yang direncanakan oleh Presidium siswa (semacam pengurus OSIS),” ujar Jimmy Radjah, orang tua murid Al Gregory Radjah, siswa Kelas X Bahasa SMA Kolese De Britto Yogyakarta.
Menurut Jimmy, anak-anak di sekolah ini mampu mengekspresikan kemerdekaan Indonesia dengan tepat.
“Memang anak-anak De Britto ini luar biasa kreatif. Ini tidak lain hasil dari pola pendidikan bebas bertanggungjawab yang menjadi ruh dari sekolah ini,” terangnya.
Jimmy menjelaskan, anak-anak murid memakai seragam sekolah hanya hari Senin. Selasa-Sabtu mereka berpakaian bebas. Yang penting baju berkerah dan bersepatu. Rambut boleh gondrong.
“Sekolah ini fokus pada pembentukan karakter dan kepemimpinan murid agar menjadi orang yang berguna bagi orang lain. Bahasa asingnya man for others. Tidak mengurusi soal rambut siswa,” ujarnya.
Jimmy mengaku, beberapa hari ini anaknya selalu pulang malam. Karena terpilih jadi petugas upacara hari kemerdekaan.
“Dia bilang ini kesempatan langka karena upacara di De Britto hanya setahun sekali. Dan hanya murid kelas X yang menjadi petugas upacara. Siswa kelas XI dan XII menjadi peserta upacara saja, dengan kostum bebas sesuai pilihan hati masing-masing,” beber Jimmy.
Kalau di sekolah lain, kata dia, menjadi pengurus OSIS mungkin ada rekomendasi guru. Di SMA De Britto, kampanye menjadi Ketua Presidium Siswa sudah kayak kampanye politik. Ketua presidium dipilih langsung oleh seluruh siswa berdasarkan suara terbanyak.
“Masing-masing calon dan para pendukungnya berkampanye mempengaruhi murid lain agar memilih mereka, bahkan kampanye sampai di luar area sekolah dan kawasan kos para siswa,” ujar Jimmy.(JR)