Aktivis dari Lembaga Swadaya Masyarakat Laskar Anti Korupsi Indonesia wilayah Kalimantan Timur (LAKI Kaltim), Rokhman Wahyudi mendatangi Kantor Kementerian ESDM, di Jakarta, Jumat (07/01/2022).
Kedatangan Ketua Lembaga Swadaya Masyarakat Laskar Anti Korupsi Indonesia wilayah Kalimantan Timur (LAKI Kaltim), Rokhman Wahyudi ini adalah untuk melaporkan PT Batuah Energi Prima (PT BEP), atas sepak terjang yang sudah merusak tatanan hukum dan masyarakat Kaltim, serta praktik mafia.
Rohkman Wahyudi pun meminta agar Dirjen Minerba Kementerian ESDM di Jakarta segera mencabut Ijin Usaha Pertambangan (IUP) dan Operasi PT Batuah Energi Prima itu.
Rohkman Wahyudi menyampaikan, pihaknya sangat mendukung Kebijakan Presiden Joko Widodo, yang tengah gencar menertibkan tambang yang menyalahgunakan ijin yang diberikan Negara.
Dengan didampingi sejumlah anggotanya, Rohman Wahyudi menyerahkan surat dan dokumen terkait kejahatan dan pelanggaran yang dilakukan perusahaan tambang PT Batuah Energi Prima.
“Kami meminta agar Kementerian ESDM, dan Dirjen Minerba menjatuhkan sanksi tegas dan berat kepada PT Batuah Energi Prima atau PT BEP di Kalimantan Timur. Kementerian ESDM harus segera mencabut IUP OP PT BEP. Dan tidak cukup hanya sebatas menolak pengajuan RKAB Tahun 2022 saja,” tutur Rohkman Wahyudi, kepada wartawan, usai melaporkan PT BEP di kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (07/01/2022).
Rohkman juga menyampaikan, permintaan dan surat mereka itu juga ditembuskan kepada Presiden Republik Indonesia, Ketua DPR, Ketua BPK dan Irjen Kementerian ESDM.
Rohkman menyebutkan, setidaknya terdapat 5 alasan hukum yang dapat dijadikan pertimbangan untuk segera mencabut IUP OP PT Batuah Energi Prima atau PT BEP itu.
Pertama, pemegang 95 persen saham PT BEP, Herry Beng Koestanto, adalah seorang Terpidana berstatus residivis, yang berulang kali memakai IUP Operasi Produksi yang diberikan Negara, dalam hal ini Dirjen Minerba.
“Itu dipergunakan Herry Beng Koestanto untuk melakukan tindakan pidana penipuan dan pembobolan lembaga perbankan. Hingga kini, ia masih meringkuk dalam tahanan Bareskrim Polri,” tutur Rohkman.
Berdasarkan bukti dua putusan perkara pidana penipuan senilai Rp 1 triliun, yang sudah inkracht atau berkekuatan hukum tetap, Herry Beng Koestanto telah mendapatkan hukuman total selama 8 tahun penjara.
Perlu diketahui, lanjut Rohkman, berdasarkan Putusan No: 521/Pid.B/2016/PN.JKT.Pst di PN Jakarta Pusat, Herry Beng Koestanto memakai IUP OP PT Batuah Energi Prima sebagai sarana untuk melakukan penipuan.
“Yang salah seorang korbannya adalah Putra Mas Agung dengan nilai kerugian sebesar 38 juta dolar amerika,” lanjutnya.
Lembaga perbankan pun ikut menjadi korbannya. Berdasarkan bukti Akte Perjanjian Kredit Sindikasi No. 147 yang diterbitkan oleh Notaris Arry Supratno, SH tertanggal 24 April 2012, Bank Bukopin dikuras sebesar Rp 638.
“Dan hingga kini, persoalan itu mangkrak,” sebut Rohkman.
Sedangkan Bank Niaga, lanjutnya, berdasarkan bukti Akta Gadai Saham No 57 yang diterbitkan oleh Notaris Engawati Gazali, SH di Jakarta tertanggal 21 September 2011 total kerugian sebesar Rp 840 miliar.
Meskipun piutang telah dibeli oleh PT Synergy Dharma Nayaga, kelompok lembaga keuangan CIMB Malaysia masih gigit jari.
Piutang yang kini nilainya menjadi Rp 1,2 triiliun belum terbayar, lantaran masuk ke dalam perangkap penipuan dengan modus pailit PT BEP.
“Herry Beng Koestanto diperkirakan bakal hidup lebih lama di penjara. Pembobolan Bank Bukopin sangat mungkin menjadi perkara tindak pidana korupsi, mengingat, dalam Bank Bukopin ada saham Negara sebesar 8,9 persen,” sebut Rohkman.
Temuan lainnya, kata Rohkman, Herry Beng Koestanto diduga membobol pula Bank BRI Cabang New York sebesar 18 juta dolar amerika.
“Sampai saat ini Herry Beng Koestanto masih menjadi pemegang 95 persen saham PT BEP, dengan diatasnamakan PT Permata Resources Borneo Makmur dan Permata Resources Sejahtera, yang juga miliknya,” lanjutnya.
Untuk mencegah timbulnya pidana lanjutan dan korban-korban penipuan baru, Rohkman menegaskan, Dirjen Minerba harus punya kepekaan dengan mencabut IUP OP PT BEP.
“Sebagai bentuk keberpihakan kepada kepentingan bangsa, sebagaimana amanat Undang-Undang Minerba,” tutur Rokhman Wahyudi.
Alasan kedua, proses pailit PT BEP terindikasi mengandung pidana pemberian sumpah palsu dan atau surat palsu, dan atau penggelapan Boedel Pailit juntoTPPU. Hal itu, sesuai Surat Perintah Penyelidikan No: Sp.Lidik/268/IX/RES..2.6/2021/Dirreskrimsus, tanggal 27 September 2021, yang tengah dilakukan oleh Polda Kaltim dan Bareskrim Polri.
Terungkapnya dugaan pidana Erwin Rahardjo yang mengangkat diri sendiri sebagai Direktur PT BEP, dengan memakai akte palsu, telah mengkofirmasi praktek mafia pailit merupakan modus operandi baru kejahatan perampokan aset, yang harus mendapatkan perhatian Aparat Penegak Hukum.
“Perlu penanganan yang lebih serius. Lantaran pelakunya sangat berbahaya, memiliki hubungan luas, bahkan mahir menjebak dan menggalang dukungan pejabat keamanan Negara untuk masuk ke dalam perangkapnya, dengan bertumpu pada uang hasil kejahatannya,” tuturnya.
Rohkman membeberkan, modusnya mula-mula, Erwin Rahardjo mendekati terlebih dahulu orang-orang yang punya kedekatan hubungan dengan petinggi Polri, Kejaksaan dan Yudikatif.
“Kemudian kepada orang-orang itu dijanjikan pembagian keuntungan bisnis yang besar. Dengan syarat, apabila berhasil menggalang dukungan dari para petinggi Aparat Penegak Hukum guna mem-beking bisnis ilegalnya. Dalam konteks ini sudah ada mantan pejabat tinggi yang menjadi korban,” beber Rohkman.
Dengan memakai jubah sebagai ‘Direktur’ PT BEP, Erwin Rahardjo pada Minggu (2/1/2022) membagi-bagikan uniform PT BEP kepada puluhan orang yang diduga sebagai preman ormas.
Para preman ormas itu diduga disuruh oleh Erwin Rahardjo untuk menyerobot lahan. Diawali dengan memasang baliho yang berisi pengumuman, yang pada pokoknya mengakui lahan yang dipakai hauling di Desa Batuah, Kecamatan Loa Janan, Kabupaten Kutai Kartanegara sebagai milik PT BEP.
Padahal, kata Rohkman lagi, Herry Beng Koestanto adalah pemilik 90 persen saham PT BEP. Herry Beng Koestanto sendiri telah membuat Surat Pernyataan tertanggal 21 November 2021. Yang pada pokoknya menerangkan lahan jalan hauling tersebut adalah benar milik Irwan Sarjono.
Hal itu berdasarkan Surat Pelepasan Hak Atas Tanah Tahun 2012. Dan oleh Iwan Sarjono dalam perkembangannya tanah tersebut telah dijual lagi kepada orang lain.
“Tindakan Erwin Rahardjo ini sangat berbahaya. Karena membenturkan antar elemen Masyarakat Adat Dayak. Hal ini mengancam kesatuan dan persatuan masyarakat. Juga sangat mengganggu kamtibmas di wilayah hukum Polda Kaltim,” terang Rokhman Wahyudi.
Rokhman menduga, Erwin Rahardjo merasa punya beking kuat. Sehingga dia mungkin beranggapan bahwa Polisi tidak akan berani menangkapnya.
Rohkman juga menegaskan, pada tanggal 16 Desember 2021, Erwin Rahardjo dilaporkan Eko Juni Anto ke Bareskrim Polri, lantaran mengangkat dirinya sendiri secara ‘palsu’ sebagai Direktur PT BEP.
Pengangkatan dirinya berdasarkan Akte Pernyataan Keputusan Pemegang Saham PT BEP (dalam pailit) No. 08 yang diterbitkan oleh Notaris Bambang Wiweko, SH, MH di Jakarta, tertanggal 26 Oktober 2021.
Dalam perkara lainnya, lanjut Rohkman, pada tanggal 19 Februari 2020, Erwin Rahardjo, selaku Direktur PT Berlian Bara Jaya, bersama-sama Fuad Tanjung, dilaporkan pidana penipuan dan atau penggelapan oleh perusahaan trader batu bara sebesar Rp 4,5 miliar.
Merka dilaporkan sesuai Laporan Polisi di Polda Jawa Timur: LPB/153/II/2020/UM/Jatim, dan sudah naik ke tahap Penyidikan.
Atas sepengetahuan Erwin Rahardjo, Fuad Tanjung telah mengeluarkan 9 cek tunai Bank Mandiri Cabang Mulawarman Samarinda atas nama PT Berlian Bara Jaya, masing-masing bernilai Rp 500 juta.
Akan tetapi pada saat akan dicairkan tanggal 21 Januari 2020, cek itu ditolak oleh Bank Mandiri dengan alasan saldo tidak cukup. Itu sebagaimana bukti berupa Surat Keterangan Penolakan (SKP).
Rokman juga menyampaikan, maraknya premanisme di Kaltim, bermula ketika Nabil Husein Said, yaitu anak Ketua PP Kaltim, memperoleh order pekerjaan angkutan batu bara dari Erwin Rahardjo, yang mengaku sebagai Direktur PT BEP.
Namun konsesi pertambangan batu bara ini tidak memiliki jalan hauling sendiri. Dengan mengerahkan puluhan anggota ormas yang dibekali senjata tajam, mereka menyerobot lahan milik orang lain.
Yaitu lahan yang sudah ditetapkan pemiliknya menjadi areal pelaksanaan program penamanan 1 juta pohon, guna mendukung Pemerintah mengatasi bencana banjir di Kawasan Kecamatan Loa Janan, Kutai Kartanegara.
Lebih lanjut, aksi premanisme digunakan melancarkan bisnis angkutan batu bara milik anak Ketua PP Kaltim, dengan cara melanggar hukum, memakai lahan milik orang lain tanpa ijin pemiliknya.
Penyidik Polres Tenggarong kini tengah mendalami keterlibatan Nabil Husein Said sebagai pihak yang diduga menyuruh dan menggerakkan preman yang mengancam keselamatan jiwa orang lain.
Penyidik Polres Tenggarong sudah mengantongi bukti rekaman video persiapan penyerangan oleh sekitar 150 orang anggota ormas PP yang diduga digerakkan. Dengan menumpang 3 Unit Bus, antara lain KT 7197 BS , KT 7684 CB, dan KT. 7949 BR.
Polisi juga tengah memburu tokoh preman yang terlibat. Terdapat nama-nama yakni Gunara, Andi Jordan, Fenny, dan Dedy Suryadi.
Rohkman menegaskan, tindakan Erwin Rahardjo ini sangat berbahaya karena membenturkan antar elemen Masyarakat Adat Dayak.
Hal ini mengancam kesatuan dan persatuan masyarakat. Mengganggu kamtibmas di wilayah hukum Polda Kaltim.
“Karena merasa punya beking kuat, mungkin beranggapan polisi tidak akan berani menangkapnya,” ujarnya.
Sebelumnya, diungkapkan Rohkman, berdasarkan bukti rekaman percakapan Whatsapp Call dan Chat, Erwin Rahardjo malah berani mengancam penyidik Polda Kaltim yang tengah bertugas secara sah, yang akan memeriksa dirinya. Ancaman dilakukan melalui Whatsapp (WA).
Menurut Rohkman, perbuatan Erwin Rahardjo telah memenuhi unsur pidana Pasal 212 KUHP. Bersikap kurang ajar dan melecehkan Aparat Hukum Negara.
“Kapolri dan Kapolda Kaltim harus mendorong anggotanya untuk dapat bertindak tegas atas semua tindak pidana yang dilakukan oleh Erwin Rahardjo,” imbuhnya.
Rohkman Wahyudi juga menengarai, perkara pailit PT BEP sebagai modus operandi baru perampokan aset. Yang ujungnya bermuara pada terjadinya tindakan pidana pencucian uang.
Modus seperti ini, menurutnya lagi, merupakan kejahatan yang terorganisir, tergolong kerah putih atau white collar crime, yang dilakukan criminal organization yang menempatkan kelompok Erwin Rahardjo dan Petrus sebagai pelaku utamanya.
Dirincikan Rohkman, dalam dokumen Perjanjian Perdamaian antara PT BEP dengan para Kreditur, tercatat sebagai Kreditor Separatis PT Synergy Dharma Nayaga cessie kepada PT Sarana Bakti Sejahtera, jumlah tagihan Rp 308.988.487.727,94 (30,8 persen).
Sebagai Kreditur Konkuren, pertama, PT Synergy Dharma Nayaga cessie kepada PT Sarana Bakti Sejahtera, jumlah tagihan Rp 829.069.240.215,24 (63,2 persen).
Kedua, PT Wahana Matra Sejati cessie kepada PT Pramesta Labuhan Jaya, jumlah tagihan Rp 79.282.226.006,34 (6 persen).
Ketiga, PT Atap Tri Utama cessie kepada PT Pramesta Labuhan Jaya, jumlah tagihan Rp 14.538.000.000 (1,1 persen).
Kemudian, lanjut Rohkman, PT Sarana Bakti Sejahtera dan PT Pramesta Labuhan Jaya merupakan pembeli hak cessie palsu.
“Yang direkayasa menjadi Kreditor Saparatis dan Kreditor Konkuren oleh kelompok Erwin Rahardjo dan Petrus. Sejatinya, kedua perusahaan tersebut adalah kreditur fiktif. Tidak berkemampuan secara finansial untuk membeli piutang PT Synergy Dharma Nayaga sebesar Rp 1,2 triliun,” rinci Rohkman yang berprofesi sebagai Advokat ini.
Berdasarkan bukti Akte No 04 yang diterbitkan oleh Notaris Dewi Kusumawati, SH tanggal 08 Desember 2020di Jakarta, Budhi Setya direkayasa oleh Erwin Rahardjo dan Petrus.
Dengan dikonstruksikan sebagai pembeli dan pemilik 99 persen atau 247 lembar saham PT Sarana Bakti Sejahtera, dan Mansur Munir, SH yang sehari-hari berprofesi sebagai pengacara memiliki 1 persen atau 3 lembar saham.
Padahal, tuturnya lagi, Budhi Setya sendiri adalah mantan karyawan Erwin Rahardjo, lahir di Belinyu 27-03-1952, NIK: 3671012703520002, yang beralamat di Jl A Yani No. 24 RT 004/RW 005, Sukarasa, Tangerang, Provinsi Banten.
“Sehari-hari berprofesi sebagai seorang pedagang kopi yang membuka warung kecil di rumahnya, untuk melayani kebutuhan para pengemudi ojek, grab dan kuli bangunan,” sebutnya.
Oleh Erwin Rahardjo, lanjut Rohkman, mantan karyawan itu direkayasa menjadi figur yang dikonstruksikan sebagai pemilik 99 persen atau 247 lembar saham PT Sarana Bakti Sejahtera, yang seolah-olah membeli piutang PT Synergy Dharma Nayaga senilai Rp 1,2 triliun.
“Padahal uang yang ada di rekening Budhi Setya hari ini tak lebih dari Rp 200 juta,”ujarnya.
Lalu, Budhi Setya diperankan oleh Erwin Rahardjo dan Petrus membantu tugas Tim Kurator membereskan dan mengurus harta pailit di lokasi tambang PT BEP (dalam pailit).
Termasuk menjalankan kegiatan operasional pertambangan dan mengelola tambang batu bara di Wilayah Ijin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP-OP) No. 503/880/IUP-OP/DPMTSP/VI/2017.
“Budhi Setya diperankan sebagai gatekeeper dalam dugaan tindak pidana pencucian uang oleh kelompok Erwin dan Petrus. Demikian pula dengan PT Atap Tri Utama adalah kreditur kongkuren fiktif,” ungkap Rohkman.
Selanjutnya, berdasarkan bukti Akte No. 555 yang diterbitkan oleh Notaris Khairu Subhan, SH di Kota Samarinda PT Atap Tri Utama didirikan pada tanggal 28 Februari 2013, tercatat sebagai pemegang 125 lembar saham adalah Petrus dan duduk sebagai Komisaris.
Sedangkan Faruk Bunyamin diposisikan sebagai Direktur Utama dengan memegang 350 lembar saham. Serta Drs Aji Mohammad Sepriady sebagai Direktur, dengan memiliki 25 lembar saham.
“PT Atap Tri Utama diduga digunakan oleh Erwin Rahardjo dan Petrus untuk dijadikan Kreditur Konkuren fiktif,” sebut Rohkman.
Alasan hukum ketiga, lanjut Rohkman, Erwin Rahardjo sebagai ‘Direktur’ PT BEP bakal diperiksa Bareskrim Polri, sebagaimana bukti adanya Laporan Polisi No: LP/B/0754/XII/2021/SPKT/Bareskrim Polri tanggal 16 Desember 2021 atas nama Pelapor Eko Juni Anto.
Erwin Rahardjo dilaporkan atas dugaan pidana membuat dan penggunaan surat kuasa yang diduga isinya palsu, dan atau memuat keterangan palsu untuk kepentingan, perubahan Anggaran Dasar PT BEP.
Alasan keempat, Erwin Rahardjo sebagai Direktur PT BEP yang diduga ‘gadungan’ tersebut, menjadi Terlapor dalam dugaan perkara penipuan dan penggelapan senilai Rp 4,5 miliar, berdasarkan Laporan Polisi di Polda Jawa Timur: LPB/153/II/2020/UM/Jatim, dan sudah naik ke tahap penyidikan.
Kelima, berdasarkan Surat Tanda Terima Laporan Nomor: STPL/113/XII/2021/SPKT I/Polda Kaltim, tanggal 10 Desember 2021, Erwin Rahardjo dkk dilaporkan oleh Richard Dengah Pontonuwu melakukan dugaan pidana pasal 170 KUHP dan/atau pasal 406 KUHP.
Dengan alasan-alasan hukum tersebut, menurut Rokhman Wahyudi, cukup alasan untuk dilakukan pencabutan IUP OP PT BEP dan tidak berhak mendapatkan perlindungan pembinaan lagi. Karena dipastikan bakal membebani Negara.
Rohkman menegaskan, Pemilik IUP OP sudah menyimpang dari asas dan tujuan yang tertera dalam Bab II, Pasal 2 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009, di mana pertambangan batu bara harus dikelola dengan berpihak kepada kepentingan bangsa.
Rohkman juga menegaskan, pada saat diputus pailit atau bangkerap, pada tanggal 14 Desember 2018 oleh Pengadilan Niaga Surabaya, sebetulnya Dinas Minerba Provinsi Kaltim dapat langsung mencabut IUP OP PT BEP, berdasarkan ketentuan Pasal 119 huruf c UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan, Mineral dan Batubara, tanpa perlu harus melalui Renvoi Prosedur.
“Pemberian going concern kepada Kurator malah sebagai langkah yang merugikan Negara. Sehingga harus dihentikan dengan cara mencabut IUP OP PT BEP. Hal ini sekaligus guna mencegah dari tindakan penipuan yang dapat merugikan masyarakat dunia usaha,” ujar Rokhman Wahyudi.
Menurutnya, penyebab PT BEP pailit bukan semata-mata hanya lantaran tidak memenuhi persyaratan finansial dan telah terjadi kekeliruan dalam pengelolaan perseroan.
“Namun penyebab utamanya adalah karena pemegang 95 persen saham PT BEP, Herry Beng Koestanto berstatus residivis kasus penipuan. Dan berpotensi terjerat korupsi dalam kasus pembobolan lembaga perbankan,” jelasnya.
Meskipun pailit, PT BEP sudah diangkat, akan tetapi dalam perspektif hukum pidana serangkaian perbuatan pidana yang dilakukan sebelum terjadi perdamaian berstatus voltooid atau sempurna.
Rohkman menegaskan, tidak boleh ada seorang pun yang berkolusi untuk mempertahankan IUP OP PT BEP, dengan memakai alibi pailit PT BEP telah diangkat.
“Menteri ESDM harus mewaspadai adanya indikasi ‘permufakatan jahat’ yang diperkirakan muncul dengan segala macam argumen yang dibangun dengan mengada-ngada dan akal-akalan. Yang tujuannya, sebenarnya hanya untuk mempertahankan IUP OP PT BEP,” tandas Rohkman Wahyudi.(J-RO)