Seorang pasien siswa Sekolah Dasar (SD) berinisial EFS (11) mendapat pelayanan yang tidak adil dari Rumah Sakit Hermina Daan Mogot. Pasalnya, siswa yang betempat tinggal di Jalan Kintamani Raya No. 2 RT.1/RW.12, Kalideres, Jakarta Barat itu ditolak untuk rawat inap, meski menggunakan kartu BPJS Kesehatan yang masih aktif, namun karena terindikasi Demam Berdarah Dengue (DBD), ditolak.
Kejadian itu bermula pada saat orang tua korban menjemput anaknya pulang sekolah karena terlihat pucat dan demam, pada jam 13.00 Wib, Senin 22 Agustus 2016. Sekitar jam 15.00 Wib si anak dilarikan ke Klinik Sindu Kalideres untuk pemeriksaan dan diberikan obat.
Namun, sekitar jam 19.00 Wib panas anak tersebut mencapai 40 derajat celcius. Setelah diberikan pertolongan dengan obat penurun panas melalui anus, demam anak itu tidak kunjung turun.
Bermodalkan kartu BPJS Kesehatan, si anak dibawa orang tuanya ke RS Hermina, Selasa 23 Agustus 2016 pada pukul 04.30 subuh, supaya mendapatkan pengobatan dan dirawat inap, Namun dokter Instalasi Gawat Darurat (IGD) Bagus W menyarankan agar dirawat jalan di rumah saja.
Dengan kondisi demam anaknya belum turun-turun, si orang tua pergi ke Puskesmas Kalideres, Klinik Kaina untuk mengambil surat rujukan BPJS dari dokter. Berdasarkan rujukan yang dimintai pada 23 Agustus 2016 siang itu, pasien disarankan supaya dibawah ke Rumah Sakit Hermina karena terindikasi Demam Berdarah Dengue (DBD) dan harus segera ditangani.
Alhasil, surat rujukan dari Dokter di Klinik Kaina tidak diindahkan oleh Bagus W dokter IGD RS Hermina. Bagus malah menyuruh rawat di rumah, dan kembali lagi jika demamnya belum turun dan Trombosit sudah menurun.
Sementara hingga kamis 25 Agustus 2016 demam pasien masih diatas 39 derajat celcius. Karena menggunakan rujukan kartu BPJS Kesehatan, dua Dokter wanita IGD RS Hermina terkesan bengis melayani. Dokter IGD memberikan pertolongan pertama namun menolak untuk dirawat inap dan menyuruh anaknya dirawat dirumah.
Dua kali penolakan rawat inap oleh Dokter RS Hermina, terhadap anak kecil yang berjuang melawan penyakit yang dialaminya, penolakan itupun terjadi pada hari Selasa 23 Agustus 2016 pagi, dan hari Kamis 25 Agustus 2016 sekitar jam 15.00 Wib.
Meski begitu, menurut dokter wanita RS Hermina yang tidak disebut namanya itu, kalau trombosit pasien tidak 100 ribu, indikasi DBD tidak bisa dijamin BPJS. Yang dilayani, lanjut dia, trombosit senilai 100 ribu ke bawah.
“Untuk indikasi DBD tidak bisa di jamin BPJS kalau trombosit pasien tidak 100 ribu, yang dilayanin BPJS harus 100 ribu ke bawah trombositnya, kata dokter wanita tersebut,” ujarnya.
Walau ditolak gara-gara menggunakan BPJS, dokter sempat menawarkan pasien untuk dirawat inap dengan bayar tunai. Pihak rumah sakit bersedia merawat di kamar inap yang sudah tersedia.
Selain itu, alasan lain yang dikatakan dokter wanita itu bahwa indikasi DBD pasien yang bisa dirawat inap dan dijamin BPJS adalah trombosit yang dibawah 100 ribu. Anak ibu, lanjut dia, trombositnya senilai 154 ribu, sehingga belum bisa dirawat inap menggunakan BPJS.
“Indikasi DBD pasien yang bisa di rawat inap jaminan BPJS, yang trombositnya dibawah 100 ribu kebawah, anak ibu trombositnya 154 ribu sehingga belum bisa menggunakan BPJS rawat inap. Tapi kalau rawat berbayar tunai bisa dirawat,” papar Dokter IGD tersebut sembari memberikan formulir kamar inap.
“Kami hanya melaksanakan aturan BPJS, kalau masyarakat tidak mengetahuinya BPJS kurang sosialisasi”, lanjut Dokter wanita itu kepada orang tua pasien.
Selain Dokter IGD, Ayu bagian umum RS Hermina mengatakan bahwa Rumah Sakit tempat dia bekerja, sudah melakukan kewajiban sebagai partner kerja dari BPJS.
“Pihak Rumah Sakit telah melaksanakan kewajibannya sebagai rumah sakit pengguna kartu BPJS”, ujar dia kepada orang tua pasien.
Mendengar pernyataan Dokter IGD itu, PS orang tua pasiean langsung membawa anaknya ke rumah sakit lain untuk mendapatkan perawatan, tanpa menggunakan kartu BPJS.
“Sedihnya perasaan warga orang sakit selaku pemilik kartu BPJS yang berobat di RS Hermina karena bisnis,” kata PS, orang tua pasien EFS, Senin (29/8/2016).
Warga yang berobat menggunakan kartu BPJS, ungkap PS, selalu terisolasi dan tersingkirkan karena bisnis semata di RS Hermina.
Namun, Pengelola BPJS Jakarta Barat Eka seakan menjetujui perbuatan yang dilakukan pihak Rumah Sakit Hermina itu. “Terkait indikasi terhadap pasien perlu dirawat atau tidaknya rawat inap yang menentukn dokter rumah sakit. BPJS Kesehatan tidak mempunyai kewenangan terhadap indikasi medis,” papar dia.
Sementara, Pengelola BPJS DKI Jakarta Rimma menegaskan bahwa. Tidak ada aturan yang menyatakan trombosit DBD 100 ribu ke bawah baru bisa mendapatkan pelayanan rawat inap. Selama kartu BPJS, lanjut dia, masih aktif dan sesuai regulasi akan dijamin BPJS.
“Enggak ada aturan harus 100 ribu kebawah trombosit DBD pasien baru rawat inap, aturan tersebut tidak ada dari BPJS. Seluruh indikasi medis opname itu urusan dokternya, dan selama kartu BPJSnya aktif dan sesuai regulasi akan di jamin BPJS. Untuk itu masyarakat biar mengetahuinya” tandasnya.
Sangat mengiris hati, melalui pernyataan pihak BPJS DKI Jakarta itu, Rumah Sakit Hermina tanpa rasa kemanusiaan telah membohongi masyarakat yang menggunakan kartu BPJS terkait trombosit rendah baru bisa mendapatkan pelayanan rawat inap. Peryataan Dokter dari Rumah Sakit Hermina itu, dengan tegas dibantah Rimma selaku pengelola BPJS DKI Jakarta.
Adanya kejadian ini, orang tua pasien EFS meminta, supaya pihak Rumah Sakit Hermina untuk memberhentikan Dokter IGD yang mengeluarkan pernyataan bahwa trombosit 100 ribu kebawahlah yang bisa dirawat inap.(Jimmi)
1 Comment
Ali
Ternyata ini jg terjadi pada istriku, setelah pasca operasi kista ovarium +/- 10 bulan timbul benjolan lg tp yg saya keluhkan justru pelayanan IGD. Saya datang sekitar pukul 16.30 dengan kondisi istri yg kesakitan luar biasa akibat reaksi kista tp suster bilang tunggu urutan sesuai nomor antrean,, lah..!!
Bukanya IGD di khususnya untuk perawatan darurat?? Knapa harus pake nomor antrian??
Sungguh tdk manusiawi jawaban suster IGD.