Nelayan Sumatera Utara yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Nelayan Sumut (ANSU) mendesak pemerintah melakukan kajian ulang terhadap berbagai kebijakannya yang melarang nelayan mempergunakan sejumlah alat tangkap ikan.
Desakan ini disampaikan ANSU lantaran Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan (Permen KP) Nomor 71 Tahun 2016 dirasakan tidak sesuai dengan kebutuhan dan kondisi nelayan Indonesia.
Jurubicara Aliansi Masyarakat Nelayan Sumut (ANSU) Zul Fahri Siagian mengatakan,pencabutan dan segera melakukan revisi terhadap Permen KPK Nomor 71 Tahun 2016 itu harus segera dilakukan, sebab sudah berdampak buruk secara langsung bagi nelayan hari ini.
Zul Fahri Siagian yang merupakan Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Perikanan Sumatera Utara itu menyampaikan tujuh tuntutan Nelayan terhadap pemerintah, yakni; pertama, meminta kepada Pemerintah Republik Indonesia untuk Kajian Ulang terhadap Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 71 Tahun 2016, karena kebijakan tersebut menyengsarakan nelayan dan tidak berlandaskan Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia.
“Kedua, Sumatera Utara adalah bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia dan kami masyarakat Nelayan Sumut mempunyai hak yang sama dengan nelayan Cantrang di Pulau Jawa,” ujar Zul Fahri Siagian, dalam keterangan persnya, Jumat (09/02/2018).
Ketiga, Nelayan Sumatera Utara meminta agar disamakan hak-nya dengan Nelayan Provinsi lain, seperti Nelayan Jawa Tengah.
“Dan kami meminta agar kami jangan didiskriminasi hanya karena nafsu politik belaka,” ujarnya.
Keempat, meminta pemerintah daerah mengambil sebuah kebijakan yang bermanfaat bagi nelayan.
Kelima, meminya DPRD Provinsi Sumatera Utara mengajukan peraturan pembagian zonaisasi bagi para nelayan kepada pemerintah pusat dan daerah.
Keenam, meminta Pemerintah Pusat maupun Daerah membuat sebuah peraturan dan atau membuat sebuah kebijakan kearifan lokal yang bermanfaat bagi nelayan, khususnya nelayan Sumatera Utara.
Ketujuh, memberikan tenggat waktu bagi nelayan mempergunakan alat tangkap yang tepat. “Berikan tenggat waktu bagi kami agar bisa melaut untuk mencari nafkah mengihupi keluarga kami sampai adanya solusi dari Pemerintah. Apabila dalam waktu dekat solusi bagi kami, maka kami tetap beroperasi sebagaimana biasnya dan apapun resikonya,” ujarnya.
Dia mengungkapkan, dewasa ini, perkembangan penangkapan ikan di laut sangatlah berkembang pesat, alat tangkap yang dimodifikasi oleh nelayan agar mempermudah proses penangkapan ikan di laut, terutama bagi para Nelayan yang beroperasi di WRPP 571 Selat Malaka, Pulau Ambalat.
Namun sejak berlakunya Peraturan Menteri Nomor 71 Tahun 2016, banyak alat tangkap yang digunakan oleh nelayan dilarang oleh pemerintah.
“Hal itu menyebabkan para nelayan makin sulit untuk mendapatkan serta meningkatkan hasil tangkap,” ujarnya.
Beberapa jenis alat tangkap seperti Pukat Hela dan Pukat Tarik baik 1 (satu) kapal maupun dua kapal diantaranya 5 sampai dengan 30 Gross Tone terancam tidak dapat beroperasi kembali. Akibatnya, lanjut Zul Fahri Siagian, ribuan nelayan terancam menganggur, ratusan Pabrik Pengolahan Ikan, Pemendangan Ikan, Cool Strike, Upi dan lain-lainnya terhenti beroperasi, ribuan karyawan Pabrik Pengolahan Ikan, Pabrik Es terancam dirumahkan akibat terhentinya operasi perusahaan, karena tidak ada pasokan ikan, dikarenakan 18.900 kapal nelayan tidak dapat beroperasi dikarenakan kebijakan tersebut.
“Ekspor ikan Indonesia berdasarkan kajian yang dilakukan ekonom jauh melorot tajam alias anjlok, diakibatkan dampak dari pemberlakukan Permen Nomor 71 Tahun 2016 yang diberlakukan tanpa kajian dan solusi bagi nelayan serta aspek yang ditimbulkan ini adalah merupakan tanggung hawab Presiden Republik Indonesia dan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti,” pungkasnya.
Nelayan yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Nelayan Sumut (ANSU) terdiri dari Asosiasi Nelayan Pukat Teri Indonesia (ANPATI) Sumut, Himpunan Nelayan Teri Indonesia (HNTERI) Kota Medan, Asosiasi Pukat Ikan dan Cumi (ANPIC) Kota Tanjung Balai, Front Perjuangan Nelayan Tradisional (Frontal) Kota Medan, Forum Kelautan dan Perikanan Indonesia (FKPI) Kota Medan, Asosiasi Nelayan Modern (ANEM) Batubara dan Asosiasi Pengusaha Perikanan Gambion (AP2GB) Belawan.(JR)