Keberadaan limbah elektronik sudah sangat meresahkan masyarakat di Tangerang. Aktivitas pembakaran limbah elektronik atau e-waste yang merupakan limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) itu pun ditindak oleh Tim Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum KLHK).
Pada Jumat 31 Mei 2019, Tim Gakkum KLHK melakukan pengambilan sampel di 4 lokasi dan penyegelan 2 lokasi kegiatan pemanfaatan limbah elektronik (e-waste) ilegal yang berada di Desa Tegal Angus, Kecamatan Teluknaga, Kabupaten Tangerang, Provinsi Banten.
Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK, Yazid Nurhuda menyampaikan, kegiatan pemanfaatan limbah ini telah meresahkan dan mengganggu masyarakat di sekitar karena pelaku sering membakar limbah tersebut pada malam hari.
“Pelaku memanfaatkan limbah untuk diambil tembaga, timah, dan besi yang kemudian dijual. Komponen lainnya kemudian dibakar di area terbuka,” tutur Yazid Nurhuda dalam keterangannya, Minggu (02/06/2019).
Keempat lokasi tersebut diduga milik pelaku dan pemodal dengan inisial S, A, J, dan S. Para pelaku menerima pasokan limbah B3 berupa limbah elektronik ilegal dari berbagai pihak.
Penyegelan ini dipimpin langsung oleh Direktur Penegakan Hukum Pidana KLHK, Yazid Nurhuda dan Direktur Pengawasan dan Penerapan Sanksi, Sugeng Priyanto bersama dengan Bareskrim Polri, Polsek Teluknaga Tangerang dan Satpol PP Kecamatan Teluknaga.
Menurut Yazid Nurhuda, penyegelan ini merespon pengaduan masyarakat yang terganggu akibat kegiatan pembakaran limbah elektronik ini.
“Setelah kami periksa ternyata kegiatan ini illegal tidak berizin dan tidak memenuhi persyaratan teknis dalam pengelolaan limbah B3,” ujarnya.
Yazid menambahkan, berdasarkan PP Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah B3, limbah elektronik tersebut dikategorikan sebagai limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) dengan kode limbah B107d, zat pencemar limbah elektronik termasuk cathode ray tube (CRT), lampu TL, Printed Circuit Board (PCB), karet kawat (wire rubber).
“Pengelolaan dan pemanfaatan limbah B3 harus memenuhi persyaratan dan berizin. Kalau tidak sesuai persyaratan dan tidak berizin apalagi menyebabkan pencemaran dan mengganggu kesehatan masyarakat, pelakunya harus ditindak,” ujar Yazid.
Pihaknya pun masih melakukan pendalaman dan menindaklanjuti berbagai aktivitas berkenaan dengan limbah B3 itu. “Kami akan mendalami jaringan ini,” kata Yazid.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani juga mengatakan, pengelolaan limbah B3 termasuk pembakaran yang tidak sesuai dengan persyaratan dapat menimbulkan pencemaran tanah, air maupun udara serta gangguan terhadap kesehatan masyarakat.
“Pembakaran limbah B3 dapat menghasilkan senyawa Poly Chlorinated Biphenyls (PCBs) yang bersifat karsinogen. Kegiatan seperti ini tidak boleh dibiarkan. Kita harus melindungi hak konstitusi masyarakat untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat,” kata Rasio.
Penyegelan ini untuk menghentikan kegiatan dan memudahkan penyidikan. Pelaku dapat dijerat dengan Pasal 98, Pasal 102, Pasal 104 dan Pasal 109 Undang–Undang No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Undang-Undang No 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, dengan ancaman pidana penjara paling lama 10 tahun dan denda paling banyak Rp 10 miliar.(JR)