Ternyata ratusan warga Penerima Manfaat Bantuan Pangan Non Tunai atau BPNT tidak mendapatkan bantuan tersebut. Sebab saldo di rekening mereka ternyata nihil atau nol.
Hal itu terungkap saat Koalisi Pemantau Bansos Jakarta melakukan audiensi dengan Ombudsman Republik Indonesia, Senin (21/07/2020).
Sekjen Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (Sekjen SPRI) Dika Muhammad dan Peneliti Inisiatif Arie Nurman yang mewakili Koalisi Pemantau Bansos DKI Jakarta telah melaporkan temuan hasil monitoring yang dilakukan koalisi sepanjang April hingga Juni 2020.
Sekjen Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (Sekjen SPRI) Dika Muhammad menyampaikan, total responden yang dimonitoring adalah sebanyak 2.450 orang.
“Koalisi sudah melaporkan hasil temuan ini kepada Ombudsman Republik Indonesia. Dan diterima langsung oleh Anggota Ombudsman Republik Indonesia, Ahmad Alamsyah Saragih,” jelas Dika Muhammad, Senin (21/07/2020).
Pelaporan dilakukan secara online pada hari Selasa, 21 Juli 2020 dan berlangsung sekitar 1 Jam, dari Pukul 11:00-12:00 WIB.
Dalam audiensi tersebut, dikatakan Dika, hadir seluruh perwakilan organisasi-organisasi yang tergabung dalam Koalisi Pemantau Bansos DKI Jakarta, yakni International Budget Partnership, Inisiatif, SPRI, FITRA, Kota Kita. Hadir pula perwakilan dari Ombudsman Jakarta, Teguh P Nugroho.
Dalam laporannya, Dika menyoroti banyaknya pengaduan terkait KPM BPNT saldo kosong, Keluarga Penerima Manfaat Program Keluarga Harapan (KPM PKH) yang tidak mendapatkan kartu BPNT untuk sembako, dan isi paket Bansos yang tidak sesuai.
Laporan terkait isu-isu ini yang masuk dari masyarakat ke ke Posko Informasi dan Pengaduan yang didirikan oleh SPRI totalnya berjumlah 461 pengaduan dari 16 kelurahan.
Mayoritas pengadu, yakni sebesar 80% adalah perempuan dan merupakan Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Bantuan Pangan non Tunai (BPNT).
“Para pelapor mengadukan tidak terisinya saldo, atau saldo nol di Kartu BPNT milik mereka. Dan telah terjadi sejak bulan Maret 2020,” ungkap Dika Muhammad.
Beberapa laporan yang masuk bahkan menyampaikan saldo nol sudah terjadi sejak tahun 2017. Mereka hanya dapat mengakses 1 kali. Sebagian diantara mereka pernah melapor kepada Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) atau pendamping, akan tetapi tidak mendapat solusi atas persoalan yang mereka alami.
“Saat ini, mayoritas keluarga penerima manfaat yang melapor pada kami, masih hidup miskin dan belum menjadi sejahtera. Akibat saldo 0 yang mereka miliki, di masa krisis Covid-19 ini mereka tidak dapat mengakses bantuan pangan sama sekali. Dan tidak mendapatkan kompensasi atau bantuan sosial apapun dari pemerintah,” ungkap Dika.
Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia, Ahmad Alamsyah Saragih menyambut positif laporan dari masyarakat ini. Dia berjanji akan menindaklanjuti laporan yang masuk.
“Kami segera akan memanggil Kementerian Sosial untuk bertanya terkait saldo 0 ini,” ujar Ahmad Alamsyah Saragih.
Selain itu. Ombudsman juga meminta Koalisi untuk bisa memberikan data by name by address, termasuk nomor KTP para pelapor, agar bisa diselesaikan satu persatu kasus terkait saldo BPNT nol ini.
Menurutnya, apapun kekeliruan yang terjadi, jika warga memang secara kriteria berhak, maka hal tersebut harus diselesaikan. Nilai bantuan yang diterima masyarakat 2 kali lebih sedikit dari yang dijanjikan pemerintah.
Selain melaporkan tentang banyaknya penerima manfaat BPNT yang saldonya nihil, koalisi ini juga melaporkan ketidaksesuain nilai bantuan sosial yang diterima masyarakat, dibandingkan informasi yang diberikan pemerintah.
Peneliti Inisiatif Arie Nurman menyampaikan, berdasarkan dua kali monitoring yang dilakukan koalisi pada periode April-Juni 2020 terhadap 2,450 responden, ditemukan mayoritas responden, sekitar 30% menganggap nilai bantuan yang diberikan pemerintah tiap 2 minggu sekali. Jika dirupiahkan hanya sekitar Rp150 ribu.
“Nilai ini dua kali lebih kecil daripada informasi yang diterima oleh masyarakat, yaitu Rp 300 ribu per 2 minggu,” ujar Peneliti Inisiatif Arie Nurman.
Bahkan ada sekitar 27% responden lainnya yang menganggap nilai bantuannya sekitar Rp 51,000-100,000.
Dr Arie Nurman yang juga mewakili koalisi, menyampaikan jika mayoritas responden mengaku bantuan sosial yang didapat hanya dapat memenuhi 1 minggu kebutuhan rumah tangga mereka.
Sedangkan dari jenis bantuan yang diterima, Indomie, beras, mie instan, dan minyak goreng adalah bantuan yang paling banyak diterima.
“Jenis bantuan ini belum sesuai dan belum efisien untuk menaikkan daya tahan tubuh masyarakat di tengah Pandemi Covid-19,” tandas Arie Nurman.(JR)