Presiden Joko Widodo disebut sedang menerapkan politik kroniisme atau kroni-kroninya yang mengisi sejumlah sektor strategis di Pemerintahan Indonesia.
Penunjukan sejumlah Jabatan Strategis, seperti Panglima TNI, Kapolri, Ketua DPR, Kepala-Kepala Staf, hingga level Gubernur, Walikota dan Bupati dan Gubernur, hampir semua diisi oleh “Orang-Orang Dekat Istana”.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia Provinsi DKI Jakarta (DPD GAMKI DKI Jakarta), Jhon Roy P Siregar menyampaikan, kondisi ini semakin menunjukkan tata cara Presiden Joko Widodo mengelola Pemerintahan yang amburadul, dan tidak peduli dengan kualifikasi yang dibutuhkan Rakat.
Siregar menyebut, penunjukan sejumlah pejabat di lingkaran Pemerintahan yang mengandalkan kroniisme seperti itu harus diwaspadai.
“Lihat saja, mulai dari Kapolri, Panglima TNI, Menteri, Ketua DPR, Staf-Staf Khusus di Istana, bahkan sampai ke Gubernur, Walikota dan Bupati, dan juga jabatan-jabatan strategis di BUMN, BUMN dan lembaga-lembaga Pemerintahan lainnya, cenderung mengedepankan kroniisme. Ini sangat patut diwaspadai,” tutur Ketua DPD GAMKI DKI Jakarta, Jhon Roy P Siregar, dalam pernyataan persnya, Minggu (23/01/2022).
Menurut mantan aktivis Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) ini, proses Pemulihan Perekonomian Negara yang didegung-degungkan oleh Pemerintahan Jokowi, seperti “sulap-sulap” semua.
Tingkat kemiskinan Rakyat Indonesia, lanjutnya, terus menerus meninggi. Sementara, para kroni lingkaran Istana yang ditunjuk menduduki ‘kursi-kursi empuk’, menjadi semakin kaya raya, alias melejit terus harta kekayaannya. Terutama selama masa pandemi Covid-19, yang seperti dibuat bertahap-tahap ini.
“Sangat kasat mata kroniisme itu terjadi di lingkaran Pemerintahan Jokowi. Saya melihat, di era Jokowi ini, Indonesia sudah kian mendekati ‘Demokrasi Keluarga dan Kekeluargaan dengan Sistem Pemerintahan Besan, Mertua, Anak Mantu Bersatu’. Saya boleh menyebutnya begitu,” tutur Jhon Roy P Siregar.
Siregar melanjutkan, jikalau dulu dikenal istilah Berantas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan juga Kroniisme, kini sepertinya Demokrasi di Indonesia sudah semakin terang benderang sebagai “Demokrasi Kekeluargaan”.
“Artinya, anggota-anggota keluarga saja yang ditunjuk “Memimpin Pemerintahan Demokrasi“. Tanda kutip begitu,” ujarnya.
Kemudian, lanjut Siregar, jikalau dulu dikenal ada istilah “Demokrasi Dari Rakyat, Oleh Rakyat, Untuk Rakyat”, maka di era Jokowi ini, dia mempertanyakan realitas demokrasi dan pemerintahan yang terjadi.
“Sudah bisakah sekarang disebut “Demokrasi Dari Keluarga, Oleh Keluarga, Untuk Keluarga”? Atau, yang sekarang ini, bisakah disebut sebagai “Demokrasi Besan, Mertua dan Anak Mantu”? Atau “Pemerintahan Dari Besan, Mertua, Anak Mantu, Oleh Besan, Mertua, Anak Mantu, Untuk Besan, Mertua, Anak Mantu”?” imbuhnya lagi.
Siregar menyebut sejumlah pemberitaan juga yang sangat kasat mata menunjukkan aksi-aksi kroniisme di lingkaran Pemerintahan Jokowi itu.
https://www.wartaekonomi.co.id/read249327/resmi-bu-mega-tunjuk-anaknya-jadi-ketua-dpr.html
https://tirto.id/anak-presiden-jokowi-gibran-resmi-menjadi-wali-kota-solo-gaDi
Menurut Siregar, Pemerintahan saat ini adalah Olirgaki yang disulap menjadi “Demokrasi Serta Pemerintahan Dari Keluarga, Oleh Keluarga, Untuk Keluarga Istana Cs”.
“Nampaknya, semua teori tentang Sistem Pemerintahan dan Demokrasi yang diajarkan di sekolah-sekolah dan kampus-kampus menjadi, Tidak Berguna, Coy. Rakyat Sengsara, Keluarga Istana Sejahtera…!” Terima kasih, Salam Kekeluargaan Om dan Tante…! 🙏,” tutupnya.(RED/RILIS)