Diumumkannya susunan Kabinet Jokowi-Ma’aruf Amin mendapat kritikan pedas dari pegiat HAM dan anti kejahatan pertambangan dari Jaringan Advokasi Tambang (Jatam).
Menurut Jatam, susunan yang sudah ada itu, menunjukkan oligarki semakin berkuasa di Indonesia. Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Merah Johansyah mengatakan, pengumuman nama-nama menteri yang disampaikan Presiden Joko Widodo itu semakin menambah kabar buruk bagi masa depan rakyat dan lingkungan di Indonesia.
“Di tengah denyut dan brutalitas penghisapan kekayaan yang semakin massif akhir-akhir ini,” ujar Merah Johansyah, dalam keterangannya, Kamis (24/10/2019).
Jika sebelumnya, katanya, Indonesia meyaksikan lebih dari 500 anggota DPR RI terpilih dilantik, dimana sebanyak 45 persen-nya terafiliasi dengan sejumlah bisnis. Maka, susunan kabinet Jokowi-Ma’aruf Amin kembali menyuguhkan kabar buruk yang sama.
“Sejumlah menteri yang ada di kabinet yang diumumkan itu, juga terkait dengan bisnis. Termasuk bisnis di sektor tambang dan energi,” ujarnya.
Kedua lembaga di atas, legislatif dan eksekutif, berikut dengan segala kewenangannya masing-masing yang, semuanya menyangkut hajat hidup orang banyak. Justeru, kata Merah, kedua lembaga itu yang kini sebagai sumber ancaman besar bagi rakyat Indonesia.
DPR bersama pemerintah, katanya, telah mengamputasi sejumlah kewenangan penting Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Keduanya juga terus berusaha merevisi sejumlah undang-undang. Mulai dari RUU Pertanahan, RUU Pertambangan Minerba, RKUHP, RUU Ketenagakerjaan.
“Dan sejumlah RUU lainnya yang ngawur, yang mendapat penolakan dari masyarakat luas. Belum lagi, rencana berbahaya melalui Omnibus Law, yakni penyesuaian 74 peraturan perundang-undangan yang akan mendorong investasi,” tutur Merah Johansyah.
Kini, para menteri dalam yang kini dikenal dengan Kabinet Indonesia Maju, sebagiannya justru masih diisi oleh orang-orang lama. Yang menjadi biang kerok dari sejumlah masalah sebelumnya.
“Orang-orang ini adalah pebisnis di sektor industri ektraktif, juga berlatar belakang polisi dan militer yang berpotensi besar membawa kepentingan pribadi dan kelompoknya selama menjabat,” katanya lagi.
Kepala Kampanye Jatam, Melky Nahar menambahkan, beberapa menteri yang terlibat dan terkait dengan bisnis tambang dan energi serta migas, antara lain, Luhut Binsar Pandjaitan, Fachrul Razi, Prabowo Subianto, Johny G Plate, Erick Thohir, dan Airlangga Hartarto.
“Luhut Binsar Pandjaitan yang menjabat sebagai Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, misalnya, dengan kewenangan yang besar saat ini, berpotesi besar dengan mudah mengendalikan seluruh spektrum investasi untuk kepentingan diri dan kroni-kroninya,” tutur Melky.
Demikian juga dengan beberapa menteri lainnya yang terkait dan terlibat dalam bisnis tambang dan energi, baik bisnis pribadi, keluarga, kolega, maupun milik pimpinan partai politik mereka sendiri. Semuanya, tentu tak terlepas dari kepentingan pragmatis tersebut.
Dengan demikian, terbentuk dan diumumkannya Kabinet Indonesia Maju, sesungguhnya sedang menunjukkan kemenangan oligarki di satu sisi, dan menggambarkan kekalahan rakyat di sisi yang lain.
Maka, kata dia, rakyat Indonesia harus bersatu. Sebab, sudah dan tengah terusir dari tanah sebagai ruang hidupnya. Diusir oleh perluasan industri eksraktif kayu dari hutan tropis, pertambangan, perkebunan besar, ekstraksi lewat bank dan pasar uang.
Atau, kata dia lagi, rakyat Indonesia yang kehilangan dan terluka karena kematian anggota keluarga, sanak keluarga, kekasih, kerabat, karena membela diri dan ruang hidupnya dari kejahatan korporasi yang didukung oleh sekutu-sekutu kolusi dan korupsinya.
“Rakyat mesti segera bersatu. Sebab, oligarki di Senayan dan Istana sudah terkonsolidasi. Maka, rakyatlah yang harus mengambil sikap dan posisi sebagai oposisi murni, memperjuangkan hak kita, bersama-sama,” pungkasnya.(JR)