Untuk memprotes pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan yang tidak membayarkan klaim, sebuah rumah sakit menggelar spanduk berisi tunggakan miliaran rupiah yang belum dibayarkan BPJS Kesehatan kepada pihak Rumah Sakit (RS) tersebut.
Tak mau terus menerus dipersalakan atas berbagai pelayanan yang kurang baik, RS Wates, Kulonprogro pun aksi spanduk.
Tunggakan klaim Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Wates, Kulonprogo sebesar Rp13,4 miliar dari Badan Penyelengara Jaminan Sosial (BPJS) viral di media sosial. Menyusul adanya pemasangan spanduk warna hijau bertuliskan dua baris di sisi barat halaman RSUD Wates.
Spanduk berwarna hijau memuat tulisan, “BPJS nunggak bayar 13,4 M ke RSUD Wates. DEMI Rakyat kami tetap melayani ikhlas sepenuh hati.”
Spanduk ini sengaja dipasang oleh karyawan rumah sakit setelah sempat menggelar rapat. Menyusul kondisi keuangan RSUD Wates yang rentan dengan permasalahan, karena tingginya tunggakan utang dari BPJS yang belum dibayarkan senilai Rp13,4 miliar.
Spanduk ini dipasang pada Minggu petang 29 Juli 2018 oleh karyawan di dinding sebelah barat halaman depan. Namun hanya satu jam, spanduk kritikan keras kepada BPJS ini diturunkan oleh manajemen rumah sakit, menyusul adanya permintaan dari BPJS agar spanduk diturunkan karena diduga hanya karena miskomunikasi saja.
“Latar belakang ini karena kegalauan teman-teman yang dirasakan ketidaknyamanan,” ujar Direktur RSUD Wates Lies Indriati, seperti siaran persnya, Selasa (31/07/2018).
Spanduk ini, menurut Lies, hanya sekitar satu jam saja terpasang di halaman RSUD Wates. Dalam waktu cepat foto mengenai spanduk itu langsung menyebar di media sosial dengan cepat. Pihak rumah sakit juga sudah memperhitungkan jika spanduk ini bakal viral.
Sebenarnya spanduk ini merupakan wujud dari tanggung awab rumah sakit kepada pasien yang butuh pelayanan kesehatan. Meskipun ada tunggakan besar, namun mereka tetap melayani pasien dengan sepenuh hati, ikhlas dan tanggung jawab.
“Justru kita itu ingin luruskan kalau kita tetap melayani dan komitmen pada pelayanan,” jelas Indriati.
RSUD Wates komitmen untuk memberikan pelayanan tanpa terpengaruh dengan adanya permasalahan keuangan. Kerap rumah sakit memilih opsi mengurangi layanan karena menunggu klaim kesehatan yang belum turun.
Sekda Kulonprogo Astungkoro mengatakan spanduk itu muncul karena komunikasi antara RSUD Wates dan BPJS kurang maksimal. Pemkab Kulonprogo mencoba menjembatani permasalahan dan mempertemukan kedua belah pihak.
“Itu (spanduk) bentuk ungkapan emosional dan kalimatnya bahasanya tidak menyakitkan,” ujar Astungkoro.
Setelah gegeran di medsos, kata Astungkoro BPJS minta agar spanduk itu dilepas. Agar masalah bisa clear nantinya akan ada pertemuan antara paramedik dengan BPJS Kesehatan dan managemen RSUD.
Kepala BPJS Kesehatan Kulonprogo, Agus Tri Utomo membantah tunggakan utang senilai Rp13,4 miliar. Klaim dari RSUD Wates sekitar Rp4,5 miliar untuk bulan Mei 2018 yang baru ditagihkan pada pertengahan Juni.”Klaimnya Rp4,5 miliar, hampir sama jumlahnya tiap bulan,” ujarnya.
Sementara itu klaim RSUD Panembahan Senopati Bantul, Yogyakarta terhadap BPJS Kesehatan pada bulan April-Mei 2018 sebesar Rp18,07 miliar hingga saat ini belum dicairkan sehingga rumah sakit berpelat merah tersebut berencana mengajukan utang ke perbankan untuk menutup biaya operasional rumah sakit karena dana cadangan tak mampu lagi untuk membiayai.
Agus Budi Raharja Wakil Direktur Umum dan Keuangan RSUD Panembahan Senopati Bantul mengatakan BPJS sendiri baru menjanjikan untuk klaim BPJS pada bulan April 2018 seharusnya pada pertengahan bulan Juli namun minta mundur lagi pada pertengahan bulan Agustus 2018 yang akan datang sebesar Rp7 miliar dari klaim rumah sakit sebesar Rp9 miliar.
“Itu baru dijanjikan kepada pihak kita (rumah sakit). Saya tidak tahu apakah akan mundur lagi atau tidak? Jika mundur maka kita semakin berat,” ujarnya.
Gus Bud pangilan akrab Agus Budi Raharja ini mengatakan untuk total klaim BPJS dari bulan April, Mei dan Juni sudah mencapai Rp26 miliar lebih sehingga sangat menguras cadangan uang yang dimiliki untuk rumah sakit.
“Setiap bulan kita harus mengeluarkan cadangan minimal Rp8 miliar untuk menutup operasional rumah sakit dari kebutuhan obat, biaya listrik, air dan lain-lainnya. Padahal pendapatan dari rumah sakit setahun hanya Rp20 miliar. Tapi kita pastikan pelayanan tetap berjalan normal,” tuturnya.
Menanggapi aksi pihak rumah sakit itu, Ketua Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Provinsi Banten, Agus Trisno menyampaikan, aksi itu menunjukkan bahwa selama ini betapa bobroknya pelayanan yang dilakukan oleh BPJS Kesehatan bersama pihak RS.
Meski sudah ratusan bahkan ribuan kali warga peserta BPJS Kesehatan melakukan protes, tidak kunjung ada perbaikan yang signifikan.
“Akhirnya sesama mereka sendiri yang saling ribut dan saling protes kan. Kita meminta masing-masing instansi itu dievaluasi dan dibereskan persoalan sebenarnya, sehingga masyarakat tidak menjadi korban terus,” tutur Agus Trisno.
Dia berharap, kejadian-kejadian seperti itu akan terjadi, bila memang tidak kunjung ada perbaikan pelayanan. “Kita mau ada perubahan yang lebih baik dan pelayanan yang prima kepada warga,” pungkasnya.(JR)