Jelang Peringatan Hari Buruh Internasional atau May Day yang jatuh setiap tanggal 1 Mei, buruh mengingatkan Pemerintah dan DPR agar tidak bersengaja membuat masalah baru dengan tetap membahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Dan seharusnya melakukan program-program yang sangat berguna dan prioritas bagi masyarakat.
Presiden Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI) Elly Rosita Silaban menyampaikan, kini Negara Indonesia dengan pemerintahannya bersama para anggota parlemennya sedang mengalami keanehan yang disengaja.
“Satu-satunya negara di dunia ini, dari jumlah 210 negara yang terdampak Covid-19, hanya Indonesia yang sibuk membahas tentang RUU yang baru, yang tidak ada hubungannya dengan penanganan Covid-19. Aneh ya kan,” tutur Elly Rosita Silaban, Kamis (30/04/2020).
Meski begitu, Elly Rosita mengingatkan, saat ini juga serikat buruh tidak boleh lengah. Harus tetap melakukan konsolidasi apabila tiba-tiba DPR membahas Omnibus Law RUU Cipta Kerja, sebelum Covid-19 reda.
Buruh akan terus menyatakan strategi yang harus dilakukan ketika pemerintah dan DPR ingkar janji, dengan tidak melibatkan Serikat Buruh atau tripartit dari awal.
“DPR dan Pemerintah harus memikirkan Bangsa ini, terutama buruh yang menghadapi dua serangan yang mematikan sekaligus, yakni Covid-19 dan kehilangan pekerjaan,” ujarnya.
Elly Rosita Silaban juga mengkritisi pelaksanaan Program Kartu Prakerja yang dilakukan oleh pemerintah. Menurut dia, program itu salah sasaran dan tidak berdampak baik bagi buruh Indonesia.
“Rencana membuat Kartu Pra Kerja itu dilakukan sebelum adanya wabah Virus Corona atau Covid-19. Jika sekarang itu dibagikan, sasarannya menjadi tidak tepat,” imbuhnya.
Elly Rosita menegaskan, buruh yang mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebenarnya hanya menginginkan uang tunai untuk bertahan hidup. Mereka tidak lagi memikirkan bagaimana mengikuti pelatihan seperti yang dilakukan pada Program Kartu Pra Kerja itu.
“Seperti pelatihan yang digelar pada Program Kartu Pra Kerja itu. Kurangnya sosialisasi dan cara mengakses bagi buruh. Karena tidak semua buruh dapat menggunakan henpon mereka terkoneksi ke template yang sudah disediakan,” terangnya.
Di situasi mencekam karena didera wabah Virus Corona atau Covid-19, seperti sekarang ini, lanjut Elly, sudah saatnya ada peraturan baru mengenai perubahan peruntukan dana Kartu Pra Kerja menjadi bantuan kepada buruh yang kehilangan pekerjaan.
Di samping itu, seharusnya persoalan yang dihadapi oleh buruh saat ini adalah menjadi persoalan bersama pengusaha, pemerintah dan buruh itu sendiri.
“Makanya kami usulkan agar pemerintah, buruh dan pengusaha duduk bersama men-desain sebuah kebijakan bersama tentang buruh yang di-PHK ini. Untuk membicarakan dan membuat cara pemulihan. Seperti yang terjadi di beberapa Negara, tripartit bersama-sama merancang solusi tentang masalah yang dihadapi buruh dan pengusaha,” tuturnya.
Dia juga mengaku heran dengan seringnya berbagai pihak menuding buruh hanya bisa melakukan protes.
“Saya kira buruh tidak sekeras seperti yang selalu digambarkan kebanyakan orang di luar sana. Mereka selalu menggambarkan buruh sering menuntut. Tetapi ketika mereka diajak berbicara, pasti ada solusi yang ditawarkan. Jangan tiba-tiba di-PHK. Dan Tunjangan Hari Raya (THR) tidak diberikan, tanpa mendiskusikannya dengan buruh,” jelasnya lagi.
Bukan hanya buruh, lanjut Elly, para pengusaha juga mengalami persoalan sengit saat ini. Karena itu, pemerintah juga harus turut membantu pengusaha supaya beban yang ditanggung tidak terlalu berat.
Buruh, tegasnya lagi, akan terus melancarkan protes, jika pembahasan Omnibus Law tetap diteruskan oleh DPR.
“Ngapain lagi sih membahas RUU yang kontroversial begitu di masa sekarang? Omnibuslaw tidak sangat urgen. Karena dunia dihadapkan pada krisis ekonomi global,” ujarnya.
Menurutnya, sudah seharusnya Pemerintah dan DPR mengawasi saja dana penanganan Covid-19 yang besarannya mencapai Rp 405,01 Triliun itu. Dan juga dana Kartu Pra Kerja yang katanya akan menjadi Rp 20Triliun itu.
“DPR dan Pemerintah harus memikirkan Bangsa ini, terutama buruh yang menghadapi dua serangan yang mematikan sekaligus, yakni Covid-19 dan kehilangan pekerjaan,” tandas Elly Rosita Silaban.(JR)