Polemik Transportasi Berbasis Online, Pemerintah Berpihak Kepada Siapa?

Polemik Transportasi Berbasis Online, Pemerintah Berpihak Kepada Siapa?

- in POLITIK
503
0
UMKM Efektif Untuk Pengentasan Kemiskinan.

Polemik angkutan umum konvensional versus angkutan umum berbasis aplikasi yang memicu demonstrasi pengemudi taksi dan berujung anarkis Selasa lalu, sangat disayangkan. Padahal, kalau pemerintah lebih sensitif dan cepat merespon polemik ini dari setahun yang lalu, kejadian ini tidak perlu terjadi.

Analisis Jali Merah Putih Robby Sirait menyampaikan, saat ini publik tidak harus mempersoalkan siapa yang benar dan salah antara dua karkateristik moda transportasi tersebut, baik secara undang-undang maupun dari sisi akademik maupun keilmuan, khususnya sosial ekonomi.

“Harusnya publik tidak pada posisi menyalahkan para supir taksi yang menggantungkan hidup dan keluarganya dari moda transportasi konvensional yang tidak siap menghadapi perubahan akibat teknologi berbasis online. Bahkan berbagai pandangan bahwa transportasi berbasis online itu baik dan bermanfaat bagi masyarakat sebagai konsumen. Tidak disitu posisi perbebatannya,” ujar Robby di Jakarta, Rabu, (23/03/2016).

Menurut Robby, yang harus diperdebatkan itu, dimana letak peran dan fungsi pemerintah atas polemik ini. Robby menilai, pemerintah sebagai perwakilan negara sangat lamban dan tidak sensitif meresponi situasi ini.

“Seharusnya, pemerintah melakukan perannya yang sangat utama dalam polemik ini. Kalau negara sampai alpha, buat apa ada pemerintah sebagai regulator yang mengatur kehidupan berbangsa, baik ekonomi, sosial maupun politik,” ujarnya.

Perlu diingatkan, polemik ini bukanlah kejadian yang tiba-tiba. Sudah sejak jauh hari keributan ini diprediksi. Indikasinya bahkan sudah terlihat sejak satu hingga dua tahun terakhir. Namun, pemerintah terkesan membiarkannya begitu saja.

“Lantas kemana pemerintah selama ini? Kok sampai kejadian tempo hari bisa terjadi. Padahal, ini bukan perkara sulit. Moda transportasi konvensional hanya menuntut transportasi berbasis online diperlakukan sama secara Undang-Undang. Tidak sulit harusnya pemerintah mempertemukan dua belah pihak untuk mencari solusi yang win-win solution bagi semua pihak dengan pendekatan aturan perundang-undangan. Setelah dipertemukan, keputusan yang diambil dijalankan dengan tegas. Mudah bukan? Tapi tidak dilakukan pemerintah. Ini menjadi tanda tanya besar ada apa sebenarnya di pemerintah saat ini,” ucap Robby.

Selain itu, sangat terkesan bahwa kejadian-kejadian ini di-desain dalam pembiaran agar masyarakat sibuk berkelahi dan beradu otot. Celakanya lagi, lanjut Robby, di tingkat menteri ada perbedaan cara menyikapi polemik ini.

“Perbedaan cara pandang dan penyikapan antara Menhub dan Menkominfo memperkeruh terlihat semakin memperkeruh keadaan. Harusnya pemerintah sensitif dan berada pada posisi yang jelas dan tegas atas persoalan ini. Apalagi mengingat hadirnya transportasi online seperti uber, grab, gojek dan lainnya merupakan ekses dari kegagalan negara dalam menyediakan penghidupan yang layak bagi warna negaranya. Salah satunya kegagalan menyediakan transportasi publik yang baik dan layak,” ujarnya.

Menurut Robby, dengan perbedaan antar menteri di tubuh pemerintahan, menimbulkan pemahaman bahwa pemerintah pun terlibat dalam pertarungan usaha antar pemilik modal yang dititipkan kepada setiap menteri-menteri tersebut.

“Jangan pemerintah menyalahkan adanya pandangan seperti itu. Pandangan adanya kepentingan pemodal dibalik regulator yang lamban menyelesaikan polemik ini,” ucapnya.

Agar tidak berlarut-larut, lanjut dia, sebaiknya pemerintah segera mengambil langkah cepat untuk penyelesaiannya.

“Panggil semua pihak yang berkepentingan, duduk bersama dan carikan win-win solution yang tidak menabrak undang-undang dan terakhir jalankan keputusan tersebut secara tegas dan sesuai aturan perundang-undangan. Mudah dan tidak perlu berbelit-belit. Pemerintah harus bertindak seperti itu, karena itulah fungsinya ada pemerintah,” tuturnya.

Kalau pemerintah tidak mampu melakukan itu semua, berarti peran pemerintah gagal mengatur dan mengayomi warga negaranya.

“Jadikanlah kepentingan rakyat termasuk pihak-pihak di konvensional dan online sebagai dasar dan peritimbangan pemerintah dalam mengambil keputusan atau regulasi. Bukan kepentingan pemodal atau pencari rente,” pungkasnya.(Richard)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Diduga Lindungi Praktik Makelar Kasus di Gedung Bundar, Jaksa Agung Burhanuddin Tidak Jadikan Menpora Dito Ariotedjo Sebagai Tersangka

Kejaksaan Agung diduga melindungi para pelaku makelar kasus