Polda Jawa Timur (Jatim) menyatakan bahwa proses penyidikan kasus proyek Royal Afathar Word sudah dilaksanakan sesuai SOP, baik itu sesuai dengan Perkap 14 Tahun 2012 tentang manajemen penyidikan dan Peraturan Kabareskrim.
“Semua mekanisme penyidikan maupun gelar perkara telah dilaksanakan,” kata Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol F. Barung Mangera melalui siaran tertulisnya, Rabu (23/05/2018).
Keterangan tersebut merupakan hak jawab dari Kapolda Jatim terkait pemberitaan sinarkeadilan.com dengan judul “Diduga Terlibat-Permainan Mafia Hukum Kapolda Jatim Dilaporkan ke Propam” yang dimuat pada Senin (21/05/2018).
Meski demikian, Barung membenarkan kasus yang dimuat sinarkeadilan tersebut. Menurutnya, telah sesuai dengan Laporan Polisi Nomor: LPB/1576/XII/2017/UM/JATIM tanggal 18 Desember 2017 dan LPB/373/III/2018/UM/JATIM tanggal 26 Maret 2018 dan 9 Laporan Polisi lainnya. Dimana juga terdapat laporan Polisi pada Poltabes Surabaya dan Polresta Sidoarjo, dengan pelapor para korban (costumer).
Barung menjelaskan, pada awalnya para costumer yang merasa dirugikan ini meminta pertanggungjawaban dari perusahaan dan juga sempat beberapa kali melakukan demo. Namun belum bisa terakomodir oleh perusahaan sehingga para korban membentuk paguyuban dan membuat laporan polisi ke Polda Jatim dengan difasilitasi oleh LBH Unair Surabaya.
Barung menegaskan, dalam penyidikan, penyidik mengeluarkan tersangka dari ruang tahanan untuk melakukan proses penyidikan dan untuk mensinkronkan data tambahan yang diperoleh penyidik dengan di kroscek kepada tersangka.
Dia mengatakan, untuk PT Bumi Samudera Jedine (BJS) pada laporan polisi lainnya sesuai hasil penyidikan ditemukan 10 PT/Developer yang diduga telah merugikan para korban/masyarakat. Dimana 10 PT/Developer tersebut dengan menggunakan nama yang berbeda, namun dengan nama direksi kepengurusan yang sama,
“Dimana saudara BS dan KC masuk ke dalam kepengurusan 10 PT/Developer tersebut,” ujarnya.
Diungkapkan penyidik selama melakukan pemeriksaan, tersangka terkesan tertutup dan tidak kooperatif, sehingga penyidik mendapat data/informasi maka dikonfirmasi kepada para tersangka. dan pada akhirnya para tersangka tersebut baru mau terbuka setelah penyidik mendapatkan informasi dan data.
“Apabila penyidik tidak mempunyai data awal, maka para tersangka tersebut tidak mau terbuka maupun memberikan data atau informasi yang sebenarnya,” katanya.
Terkait kuasa hukum ES MMP Law Firm, tambahnya baru mendapat tanda tangan sebagai kuasa hukum tanggal 25 April 2018, dimana pada saat itu para tersangka sudah ditahan sejak 19 April 2018.
“Penyidik tidak mengetahui adanya kuasa hukum dimaksud, karena pada waktu itu sudah ada kuasa hukum yang lain, yang mendampingi mulai pemeriksaan tersangka dan pemeriksaan lainnya. Sedangkan penyidik tidak pernah bertemu dengan kuasa hukum dan surat kuasanya,” tegasnya. (Richard)