Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) meminta pemerintah segera melakukan pengusutan sampai tuntas pelaku peristiwa intoleran berupa kekerasan terhadap tokoh agama dan kegiatan peribadatan di Tanah Air.
Kepala Humas PGI, Jeirry Sumampow menyampaikan, proses hukum yang berlaku harus diterapkan kepada siapapun pelaku penyerangan.
“Meminta aparat hukum dan pemerintah mengungkap motif di balik berbagai kasus ini dan segera melakukan tindakan sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. PGI juga berharap agar aparat kepolisian bisa bertindak cepat untuk memulihkan rasa aman masyarakat, khususnya ketika hendak menjalankan ibadah,” ujar Jeirry Sumampow, di Jakarta, Selasa (14/02/21018).
Dia menjelaskan, kekerasan kepada para tokoh agama dan kegiatan ibadah belakangan ini kerap terjadi. Setidaknya ada empat kasus penyerangan terhadap tokoh agama dan kegiatan ibadah yang sudah menjadi sorotan masyarakat. Di antaranya, kekerasan terhadap pengasuh Pondok Pesantren Al-Hidayah Cicalengka, Bandung, KH. Umar Basri pada 29 Januari 2018; penganiayaan terhadap ulama sekaligus Pimpinan Pusat Persatuan lslam (PERSIS), HR. Prawoto hingga meninggal dunia pada l Februari 2018; persekusi Biksu Mulyanto Nurhalim dan pengikutnya di Desa Caringin Legok, Tangerang pada 5 Februari 2018; serta penyerangan Gereja Santa Lidwina, Bedog, Sleman, Yogyakarta pada 11 Februari 2018.
“Kejadian ini mengingatkan kita kembali akan beberapa tindak kekerasan yang terjadi sebelumnya di Gereja Santo Yoseph, Medan pada 27 Agustus 2016 dan Gereja Oikoumene, Samarinda pada 13 November 216, yang kalau dibiarkan bukan tak mungkin akan makin menggejala di masa Depan,” ujarnya.
Mencermati situasi ini, maka PGI menyatakan bahwa Negara ini sudah dalam situasi darurat sikap Toleransi terhadap kebebasan beragama serta dalam menjalankan kegiatan peribadahannya. Sehubungan dengan keprihatinan, kegelisahan, dan kekuatiran tentang maraknya kekerasan kepada para tokoh agama dan kegiatan ibadah tersebut, maka PGI menyampaikan, bahwa menyesalkan terjadinya peristiwa kekerasan dan penganiayaan kepada para tokoh agama dan kegiatan ibadah yang terjadi di Bandung, Tangerang dan Yogyakarta dalam kurun waktu 2 bulan ini.
“Peristiwa tersebut telah menimbulkan keresahan dan mengancam keamanan masyarakat dalam menjalankan kegiatan ibadah agamanya. Peristiwa ini amat memprihatinkan karena tidak mencerminkan semangat kerukunan yang terus kita tumbuh kembangkan bersama di tanah air yang kita cintai ini,” ujar Jeirry.
Dia mengatakan, tindakan kekerasan dalam bentuk apapun dan dengan alasan apapun tidak dapat dibenarkan karena melukai keutuhan Indonesia sebagai bangsa.
“Dan tidak mencerminkan sikap mengasihi semua orang yang diajarkan oleh Yesus Kristus. Terutama jika hal ini dilakukan ketika umat sedang menjalankan ibadah,” ujarnya.
Jeirry mengingatkan, lndonesia adalah Negara Kesatuan yang berdasarkan hukum. Konstitusi Indonesia menjamin kebebasan umat beragama dalam menjalankan kegiatan ibadahnya. Karena itu untuk memelihara keutuhan tersebut, tidak ada satu kelompok berdasarkan latarbelakang apapun yang dapat meng-kavling satu daerah tertentu sebagai daerahnya.
“Setiap warganegara lndonesia apapun latar belakangnya, mempunyai hak untuk hidup di wilayah manapun dalam Negara kesatuan Republik lndonesia, dan bebas menjalankan ibadahnya,” ujarnya.
PGI juga menghimbau semua pihak untuk menahan diri dan tidak terpancing oleh provokasi- provokasi yang dapat memperkeruh situasi.(JR)