Petani Kian Tua, Sektor Pertanian Terancam, Kaum Muda Harus Turun Tangan Wujudkan Kedaulatan Pangan

Petani Kian Tua, Sektor Pertanian Terancam, Kaum Muda Harus Turun Tangan Wujudkan Kedaulatan Pangan

- in NASIONAL
411
0
Petani Kian Tua, Sektor Pertanian Terancam, Kaum Muda Harus Turun Tangan Wujudkan Kedaulatan Pangan.Petani Kian Tua, Sektor Pertanian Terancam, Kaum Muda Harus Turun Tangan Wujudkan Kedaulatan Pangan.

Para petani Indonesia semakin menua. Produktivitas kian rendah. Usia lanjut tidak dibarengi dengan munculnya petani-petani muda untuk mengolah lahan. Produksi panen padi dan hasil pertanian lainnya menurun drastis. Kebijakan impor terus dijadikan bumper untuk memenuhi ketersediaan pangan.

Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Prof Sutarto Alimoeso mengungkapkan, selain ketersediaan lahan untuk pertanian yang banyak dicaplok untuk industri dan perumahan, kekuatan pertanian seharusnya ditopang dengan tenaga-tenaga muda dan segar. Dan itu tidak terjadi.

“Padahal, Indonesia memiliki bonus demografi. Jumlah penduduk yang besar. Mencapai 270 juta jiwa. Tenaga-tenaga muda, tidak tertarik menjadi petani. Banyak faktor penyebabnya, termasuk kesejahteraan petani yang tak kunjung tiba,” tutur Alimoeso.

Hal itu diungkapkan Pakar Pertanian ini pada Focus Group Discussion (FGD) Ekonomi Gotong Royong dan Kedaulatan Pangan, yang digelar Bidang Buruh, Tani dan Nelayan kerja sama dengan Badan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan (BPEK) Pusat DPP PDI Perjuangan, di Lantai 5, Kantor DPP PDIP, Jalan Pangeran Diponegoro, Nomor 58, Menteng, Jakarta Pusat, Jumat (26/07/2019).

Menurut dia, jika generasi muda tidak mau menjadi petani, dengan sistem pertanian yang modern, maka ada beberapa ancaman yang akan muncul di masa depan. Membludaknya pengangguran, ancaman ketahanan pangan. Lebih jauh, kedaulatan pangan yang diimpikan Indonesia terancam sirna.

Karena itu, Pemerintah diharapkan memiliki pola, strategi dan metode rekturmen sektor pertanian yang melibatkan bonus demografi Indonesia.

“Salah satunya dengan menumbuhkan minat generasi muda untuk bertani. Berikan saja, misalnya, Hak Guna Usaha (HGU) lahan kepada generasi muda dengan sistem cluster. Misalnya, 2 hektar per orang. Dikelola dan dibantu untuk menanami bahan pangan. Mereka jadi petani yang membanggakan,” tutur Alimoeso.

Selain itu, banyak lagi cara dan metode yang bisa dilakukan oleh Pemerintah, untuk melibatkan generasi muda di sektor pertanian. Dan juga menjadi tulang punggung dalam pencapaian kedaulatan pangan.

“Termasuk memberikan subsidi, membuat harga produk pertanian Indonesia juga terjangkau dan disenangi oleh semua orang,” ujarnya.

Di tempat yang sama, Ketua Dewan Ketahanan Pangan Prof  Kaman Nainggolan mengusulkan, generasi muda bisa dilibatkan dengan mengelola lahan-lahan tidur, lahan-lahan kurang produktif agar menghasilkan produk pertanian dan pangan.

“Menjadi petani harusnya menjadi pekerjaan yang membanggakan juga bagi kalangan muda. Bertaninya ya tidak seperti bertani di zaman nenek moyang kita lagi dong,” ujar Kaman Nainggolan.

Kemudian, dengan memperkuat basis-basis pertanian, peternakan dan perkebunan di desa-desa, akan bisa menyerap tenaga kaum muda Indonesia yang jumlahnya besar. Kesejahteraan petani juga tidak boleh terabaikan.

Indonesia sebagai Negara agraris, seharusnya memperkuat diri di sektor pertanian. “Harus ada upaya dan program pertanian di desa yang bersifat ruralisme, untuk mengurangi urbanisasi juga. Dan itu sektor pertanian sangat terbuka. Menjadi petani harus bergengsi. Kasihan kita, orang-orang tua saja yang masih bertahan jadi petani sekarang ini,” tutur Kaman.

Dewan Ahli Megawati Institut Dr Iman Sugema mengiyakan, petani Indonesia semakin menua, namun regenerasi petani tidak terjadi. “Bonus demografi kita dikemanakan saja? Kalangan muda kemana saja?” ujarnya.

Dia menekankan pentingnya pendataan pertanian dan para petani, untuk mengolah lahan. Dengan begitu, akan bisa dikalkulasi juga kemampuan mencapai kedaulatan pangan.

Memang, perkembangan teknologi yang cepat, tidak akan banyak mempengaruhi pertanian. Sebab, menurut Iman Sugema, pada dasarnya manusia itu selalu siap dengan lompatan-lompatan yang ada. “Termasuk juga siap dengan lompatan-lompatan teknologi. Tak usah ragu,” ujarnya.

Oleh karenanya, Iman Sugema mendorong, struktur pertanian Indonesia seharusnya banyak diisi oleh kalangan muda. “Selama ini, tidak ada bonus demografi di sektor pertanian kita,” katanya.

Peran Bulog Penting

Direktur Komersial Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) Judith J Dipodiputro menuturkan, untuk mencapai ketahanan dan kedaulatan pangan, Bulog memberikan keberpihakannya kepada masyarakat desa.

Menurut Judith, Bulog memiliki binaan-binaan pada Badan Usaha Milik Desa (BUMNDes) dan Badan Usaha Milik Antar Desa. Seperti di PT Mitra BUMDES Nusantara (PT MBN).

“Bulog memiliki 30 % kepemilikan sahamnya. Yang lainnya adalah Pertamina, PPI, RNI dan lain-lain,” ujar Judith.

Di tingkat Kabupaten dan desa, anak-anak perusahaan itu pun disemarakkan. Di tingkat kabupaten ada yang disebut PT Mitra Bersama Kabupaten (PT MBK). Di tingkat desa disebut PT Mitra Bersama Desa (PT MBD).

“Bulog juga memberikan bantuan berupa gudang, rice miling plan (RMP), dan dryer. Itu dalam Program Kewirausahaan Pertanian,” ujar Judith.

Selain itu, melalui keagenan Rumah Pangan Kita, lanjutnya, Bulog berperan menjadi distributor atau penjualan produk-produk.

Guru Besar Agroindustri Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadja Mada (FTP-UGM) Prof Mochammad Maksum Machfoedz menyampaikan, target Indonesia bukan hanya sekedar ketahanan pangan, tetapi kedaulatan pangan. Sebab, jika hanya kedaulatan pangan, maka yang dilakukan hanya bagaimana memenuhi ketersediaan pangan saja.

“Ketahanan pangan bisa dilakukan dengan impor. Hanya bisa makan. Lalu, bagaimana dengan petani dan peternak kita sendiri? Kemana produk-produk pertanian dan peternakan kita? Ini yang harus dikembangkan dan dilindungi. Karena tujuannya adalah kedaulatan pangan, tidak sekedar bisa makan, tetapi melimpah dan bisa mengekspor,” urainya.

Bonus Demografi Untuk Pertanian Jadi Agenda Partai

Focus Group Discussion (FGD) Ekonomi Gotong Royong dan Kedaulatan Pangan, yang digelar Bidang Buruh, Tani dan Nelayan kerja sama dengan Badan Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan (BPEK) Pusat DPP PDI Perjuangan itu menghadirkan sejumlah pakar dan praktisi pertanian.

Mereka adalah Ketua Dewan Ketahanan Pangan Prof Kaman Nainggolan, Ketua Umum Persatuan Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras (Perpadi) Prof Sutarto Alimoeso, Dewan Ahli Megawati Institut Dr Iman Sugema, Ketua Umum Kontak Tani dan Nelayan Andalan (KTNA) Pusat Ir Winarno Tohir, Direktur Komersial Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) Judith J Dipodiputro, Guru Besar Agroindustri Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Gadja Mada (FTP-UGM) Prof Mochammad Maksum Machfoedz, Ketua Umum Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuni) Ade M Zulkarnain, Arif dari Yayasan Satya Pelita Nusantara. Diskusi juga diikuti sejumlah petinggi DPP PDIP, para anggota Komisi IV DPR RI dan Komisi XI Fraksi PDIP.

Ketua DPP PDIP Bidang Buruh, Tani dan Nelayan, Mindo Sianipar menuturkan, pihaknya sedang menyerap sejumlah aspirasi dan masukan bagi partai dan DPR, terkhusus bidang pertanian dan peternakan.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI ini menjelaskan, masyarakat desa dalam kerangka pencapaian kedaulatan pangan perlu didudukkan sebagai penggerak kedaulatan pangan.

Jiwa gotong royong atau semangat kerja sama semua pihak dihidupkan untuk saling berbagi kepentingan. Hal ini menjadi strategis, karena berbagai kebijakan yang mendorong pembangunan desa cenderung didasarkan nilai-nilai persaingan.

Dijelaskan Mindo Sianipar, pengelolaan potensi ekonomi yang berkembang dalam proses pencapaian kedaulatan pangan, perlu dijadikan langkah pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat dan desa.

“Upaya yang penting dilakukan dalam hal ini adalah memfasilitasi masyarakat untuk membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) atau Badan Usaha Milik Antar Desa (BUMADes) dalam prinsip pengembangan social enterprise,” tutur Mindo Sianipar.

Menurut dia, DPP PDIP akan menjadikan hasil FGD itu sebagai bahan masukan serta input bagi pokok-pokok pikiran pelaksanaan Kongres V PDI Perjuangan yang tak lama lagi akan digelar.

“Guna merumuskan sebuah sistem ekonomi gotong royong yang dapat menopang perwujudan kedaulatan pangan nasional,” ujar Mindo Sianipar.(JR)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Kisruh Dugaan Kecurangan Pemilihan Rektor Universitas Negeri Makassar

Tim Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset