Pemerintah diminta memberikan jaminan atau kepastian menjalankan usaha oleh para pengusaha Indonesia yang bergerak di bidang Pelayaran Kapal Perintis Nusantara.
Sejak ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) tentang penyelenggaraan dan pelayanan kapal perintis yang ditugaskan kepada PT Pelayaran Nasional (Pelni), kegaduhan kegiatan usaha pelayaran perintis lokalpun terkatung-katung, bahkan terancam kolaps.
Ketua Umum DPP Indonesia National Shipowners Association (INSA) Johnson W Sutjipto menyampaikan, keputusan untuk mencabut tender yang sudah dimiliki para pengusaha lokal dalam melayani pelarayan perintis ke wilayah-wilayah pesisir dan pulau-pulau terpencil dan terisolir oleh pemerintah membuat pengusaha lokal yang selama puluhan tahun melayani masyarakat terisolir meradang.
“Saya melihat, rekan-rekan pengusaha angkutan perintis sudah ditetapkan menjadi pemenang tender malah menjadi tidak mengikat sesuai Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015. Mengingat, DIPA sudah disahkan oleh DPR , seharusnya tender yang telah diperoleh teman-teman itu wajib tetap dilaksanakan,” ujar Johnson W Sutjipto, Jumat (29/01/2016).
Menurut pria yang terpilih sebagai Ketua Umum DPP INSA secara defenitif hasil islah ini, pembatalan sepihak oleh pemerintah dengan dalil terbitnya Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2016 dan Peraturan Menteri Nomor 6 tahun 2016 ibarat sudah mencekik para pengusaha lokal hingga kehabisan nafas.
“Hal itu sangat kita sayangkan. Karena selain tidak memberikan kepastian berusaha, peraturan itu pun kini telah merugikan pengusaha pemenang tender yang telah berinvestasi dan mempersiapkan kapal penggantinya bila mana kapal-kapal ini melaksanakan dock atau maintenance tahunan,” ujar Johnson.
Selain itu, aturan baru tersebut pun telah membuat masyarakat yang selama ini dilayani oleh pelayaran perintis akan sangat kecewa.
“Jelas, secara langsung hal itu merugikan rakyat di kepulauan, karena tidak mendapatkan pelayanan yang maksimal lagi,” ujarnya.
Dia berharap ada upaya serius dari pemerintah untuk mencarikan solusi terhadap persoalan yang dihadapi para pengusaha yang tergabung dalam pelayanan kapal perintis itu.
Sementara itu, pengusaha perkapalan Indonesia yang juga tergabung dalam Perusahaan Perintis Swasta Nasional (PPSN) Suryo Purwanto menyampaikan, atas persoalan yang dihadapi ini, Suryo Purwanto pun sudah melayangkan surat kepada Presiden Jokowi agar memberikan perhatian dan respon yang bisa memberikan solusi terbaik bagi pengusaha pelayaran perintis nasional.
“Perpres sudah keluar, namun kita tetap berjuang. Kami sudah berkirim surat kepada Presiden Jokowidodo. Semoga ada respon dari Presiden kita,” ujar Suryo Purwanto.
Sejak dikeluarkannya Pepres itu, lanjut Suryo, praktis usaha mereka mandeg dan menyebabkan para ABK dan karyawan menganggur. Bahkan, kontrak kerja sama yang sudah sempat diteken pun terhenti.
“Misal, Sabuk 40 Ternate yang sudah tanda tangan kontrak dan NOR dari minggu lalu malah tidak bisa jalan sampai sekarang,” ujarnya.
Bahkan, dari banyaknya laporan lapangan yang diperoleh Suryo, menunjukkan para pengusaha pelayanan perintis kini sudah mulai diambang frustrasi.
“SMS masuk ke saya banyak, ada kapal Pelni yang diotak-atik mesinnya sampai jebol, dan malah sekarang sudah enggak bisa beroperasi. Sepuluh hari setop. Pimpro sudah marah-marah ke Pusat. Ya dijawab sabar sabar saja,” kata Suryo.
Juga, lanjut dia, ada laporan dari Sabuk Nusantara 38 Bitung, yang keluar dari Tahuna. Listrik di kapal mati semua, tidak ada yang bisa memperbaiki. “Ya sampai sekarang tidak bisa jalan,” uajr Suryo.
Kini sudah terlalu banyak persoalan yang terjadi karena dihentikannya pelayanan pelayaran perintis bagi pengusaha Indonesia. Ini mestinya menjadi perhatian serius dari pemerintah Indonesia untuk segera mencarikan solusinya.
“Itu semua mewakili persoalan-persoalan yang kini terus terjadi di lapangan. Angka-angka itu misalnya, kapal Sabuk Nusantara 38. Ya banyak masalah yang terjadi sejak kapal dipegang Pelni. Kita ini mau jadi apa nantinya,” ujar pria yang juga pemilik PT Pelnas Lautan Kumala ini.
Dia berharap, Presiden Jokowi segera mengambil tindakan yang efektif untuk menyelamatkan pelayaran perintis nusantara yang dikelola pengusaha Indonesia.
Untuk diketahui, puluhan perusahaan pelayaran nasional telah mengikuti lelang pengadaan pekerjaan pelayanan angkutan perintis untuk penumpang dan barang yang diselenggarakan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) sejak November 2015. Pelelangan itu untuk menjaga konsistensi layanan pada tahun 2016.
Lelang dibuka melalui LPSE sesuai Perpres No 4 tahun 2015 yang merupakan perubahan atas Perpres Nomor 70/2012 tentang pengadaan barang/jasa. Pemerintah bahkan sebagian besar sudah menetapkan pemenang pekerjaan pelayaran, akan tetapi pada 31 Desember 2015, Kemenhub memberikan surat edaran penugasan PT Pelni untuk menyelenggarakan kegiatan pelayanan kapal perintis.
Karena itu, pelayaran swasta nasional meminta pemerintah segera memberi kepastian berusaha di dalam negeri, salah satunya dengan memberikan regulasi yang berkelanjutan.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Capt. Bobby R. Mamahit menyampaikan, Peraturan Presiden (Perpres) tentang penyelenggaraan dan pelayanan kapal perintis yang ditugaskan kepada PT Pelayaran Nasional (Pelni) sudah dibuat dan sudah masuk ke meja Presiden sudah ditandatangani.
“Perpres tentang penyelenggaraan dan pelayanan kapal perintis sudah ditandatangani Presiden Jokowi pada tanggal 8 Januari 2016,” kata Capt. Bobby R Mamahit.
Dia menjelaskan, berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Presiden itu, pemerintah menugaskan kepada PT Pelayaran Nasional untuk melaksanakan pelayanan publik berupa kegiatan pelayaran perintis. Sedangkan ayat (2) menyebutkan, kegiatan pelayaran perintis sebagaimana dimaksud ayat (1) untuk melayani daerah masih tertinggal dan/atau wilayah terpencil dan belum berkembang.
Capt. Bobby mengatakan, penugasan kepada PT Pelni untuk mengelola dan mengoperasikan kapal-kapal perintis milik negara tinggal menunggu pengesahan dari Presiden Jokowi.
Saat ini Ditjen Hubla memiliki 96 rute perintis yang terdiri dari 52 trayek dilayani oleh kapal-kapal negara yaitu KM Sabuk Nusantara. Sedangkan 44 trayek dilayani oleh kapal-kapal milik swasta.
“Ke-52 trayek itulah yang diserahkan pengelolaan dan operasionalnya kepada PT Pelni. Sedangkan sisanya tetap dilayani oleh perusahaan swasta,” kata Bobby.(JR-1)