Perburuan terhadap teroris kelompok Santoso di Poso, Sulawesi Tengah terus dilakukan. Tim gabungan TNI-Polri dalam Operasi Tinombala terus membombardir jaringan dan pertahanan Santoso dan kelompoknya.
Meski dikabarkan sudah terdesak, namun Santoso dan kelompoknya tidak mungkin akan menyerahkan diri kepada aparat.
Menyerahkan diri itu hanyalah isapan jempol belaka. Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan hal tersebut sebagai kabar burung.
“Santoso itu ideologinya kuat. Di dalam kamus dia itu tak ada yang namanya menyerah. Maka itu kita akan kejar dia hidup atau mati,” kata Badrodin di Jakarta Rabu (23/3/2016).
Badrodin mengatakan, sudah lama mengenal dan sudah banyak mengetahui tentang Santoso. Awal persentuhan Kapolri dengan Santoso yang juga pemilik nama alias Abu Wardah itu, terjadi saat Badrodin masih menjabat Kapolda Sulteng pada 2006-2008 lalu.
Saat itu, Santoso memiliki usaha menjual buku-buku Islami di Jalan Tamborana, antara Palu ke Poso dan belum masuk ke dalam jaringan teroris.
“Saya kenal dan dia tak mungkin menyerah,” tegas Badrodin.
Ribuan aparat yang tergabung dalam Operasi Tinombola memfokuskan di daerahyang menjadi tempat persembunyian Santoso dan kelompoknya. Aparat bahkan menjaga ketat jembatan yang menyeberangi Sungai Lariang di Desa Torire. Apabila berhasil menyeberangi sungai selebar 40 hingga 80 meter itu, kelompok Santoso akan semakin sulit dikejar dan dikhawatirkan dapat lolos keluar dari Kabupaten Poso.
Aparat gabungan kini melakukan penjagaan yang merupakan jalur santoso dan kelompoknya keluar melarikan diri dari kepungan aparat terutama Sungai Liarang.
Dikabarkan bahwa, teroris yang paling diburu di Poso, Santoso dan kelompoknya kini semakin terdesak. Selain itu, kelompok teroris itu juga sudah sangat kekurangan logistik, dan kelaparan di tengah hutan. Pengepungan yang dilakukan Tim Gabungan TNI-Polri terhadap Santoso dan kelompoknya semakin menyulitkan ruang gerak para teroris itu. Semua lokasi di hutan pegunungan Lore Tengah, Kabupaten Poso, Silawesi Tengah yang diyakini sebagai tempat persembunyian Santoso dan kelompoknya, sudah terkepung.
Petugas gabungan bahkan mendapati salah seorang anak buah Santoso yang memisahkan diri dari kelompoknya karena kelaparan dan meminta makanan di sebuah perkampungan di Sulteng.
“Mereka kekurangan logistik dan kelaparan. Kita sudah ringkus satu orang anggota Santoso yang kelaparan dan meminta makan kepada warga di daerah Napu, Lore Tengah. Dia adalah SH, salah satu DPO teroris Poso,” kata Kapolda Sulteng Brigjen Pol Rudy Sufahfiari, Rabu (23/3).
Tertangkapnya salah seorang anak buah Santoso itu membuktikan bahwa keadaan gembong teroris yang paling diburu di Poso tersebut semakin terpojok. Penangkapan itu terjadi pada senin (21/2/2016) pagi, di daerah Napu, Kecamatan Lore Tengah.
Petugas gabungan TNI-Polri dalam operasi Tinombala kini menjaga ketat tiap jalur yang terhubung dengan Kabupaten Sigi agar kelompok Santoso tidak dapat melarikan.
Kelompok Santoso diyakini dalam posisi terjepit di pegunungan yang masuk kawasan Desa Torire, Lore Tengah, Poso. Perkiraan polisi kelompok ini tersisa antara 25 sampai 30 orang.
Keadaan santoso yang kian terpojok dan kekurangan logistik membuat adanya kabar bahwa teroris nomor satu di Indonesia itu akan menyerahkan diri.(Tornando)