Sidang kasus penganiayaan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia gagal memberikan keadilan bagi korban. Pada Kamis (15/3) lalu, Mahkamah Petaling Jaya, Malaysia, menjatuhkan vonis ringan terhadap Datin Rozita Mohamad Ali yang terbukti melakukan penganiayaan keji terhadap Suyantik, Pekerja Rumah Tangga (PRT) Migran asal Sumatera Utara.
Suyantik sendiri mengalami luka-luka permanen akibat penganiayaan keji tersebut. Sementara bekas majikannya, Datin Rozita Mohamad Ali, hanya divonis denda 20 ribu Ringgit Malaysia atau senilai Rp70,3 juta dan menunjukkan kelakuan baik selama lima tahun tanpa harus menjalani hukuman penjara.
Direktur Eksekutif Migrant Care, Wahyu Susilo, mengatakan vonis ringan ini tentu saja melukai rasa keadilan terhadap korban. “Suyantik ditemukan dalam keadaan mengenaskan di selokan pemukiman majikan dengan luka-luka legam di sekujur tubuhnya,” katanya dalam siaran persnya, Minggu (18/03/2018).
Pihaknya mencatat, dalam berita acara pemeriksaan, Suyantik dilaporkan mengalami cedera serius di kedua belah matanya, tangan dan kaki, pendarahan beku di kulit kepala dan mengalami patah tulang pada belikat kiri. Penganiayaan yang dilakukan terhadap Suyantik menggunakan pisau, alat pel, payung, setrika dan gantungan baju.
Sementara dari pemantauan atas proses peradilan ditemukan adanya kejanggalan berupa perubahan tuntutan/dakwaan. Pada dakwaan awal mengacu pada Sekyen 307 Kanun Keseksaan dengan ancaman hukuman maksimum 20 tahun namun kemudian diubah dakwaannya dengan mengacu pada Sekyen 324 dan 326 Kanun Keseksaan atas perbuatan kekerasan menimbulkan luka parah dengan ancaman hukuman penjara 3 tahun atau denda atau sebat (hukuman cambuk).
“Selama masa persidangan, dakwaan yang ditujukan kepada Rozita selalu berubah-ubah. Perubahan tuntutan ini tentu menimbulkan kejanggalan karena memperlihatkan adanya upaya untuk meringankan hukuman dan terbukti di vonis akhir,” sebut Wahyu.
Menyikapi hal ini, Migrant Care menyatakan kekecewaan atas putusan yang tidak adil dan mendesak adanya proses investigasi yang menyeluruh atas kejanggalan-kejanggalan yang terkandung dalam putusan tersebut. Hasil investigasi tersebut menjadi bahan pengajuan banding atas putusan yang tidak adil tersebut.
“Migrant Care juga mendesak Pemerintah Indonesia dan KBRI Kuala Lumpur agar benar-benar serius memonitor proses peradilan terhadap kasus-kasus yang dihadapi oleh buruh migran Indonesia dan menyediakan bantuan hukum/penasehat hukum yang kredibel dan memiliki perspektif perlindungan hak-hak buruh migran Indonesia,” tandasnya.
Sementara itu, Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia (WNI) Kementerian Luar Negeri, Lalu Muhammad Iqbal, mengaku akan terus mengawal proses peradilan kasus Suyantik namun tetap menghormati hukum di Malaysia.
Menurutnya, pemerintah Indonesia telah melakukan upaya untuk memperberat hukuman terhadap Rozita. Salah satunya dengan mengadvokasi Suyantik sejak awal kasus itu muncul ke publik. “Keputusan pengadilan ini belum inkrach (berkekuatan hukum tetap) karena jaksa telah mengajukan nota banding,” katanya.(JR)