Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disebut sebagai ujung tombak dalam menggerakkan dan memenuhi kebutuhan-butuhan langsung masyarakat. Karena itu, Negara harus berhati-hati menempatkan orang-orang yang duduk mengurusi BUMN.
Sejumlah kriteria yang berintegritas, dan melayani rakyat, tidak korup, dan tidak untuk tujuan menguntungkan diri sendiri dan segelintir orang, merupakan persyaratan umum yang harus dipenuhi oleh orang-orang yang duduk sebagai Direktur Utama dan jajaran Komisaris Utama di setiap BUMN.
Hal itu tercetus dalam diskusi publik bertema ‘BUMN Dari Dan Untuk Siapa’ yang digelar oleh Forum Senior Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) di Jalan Salemba Raya 49, Jakarta Pusat, (Jumat, 27 Mei 2016).
Koordinator Forum Diskusi Senior GMKI Pilian H Hutasoit menyampaikan, Menteri BUMN Rini Soemarno harus mengabdi kepada kepentingan rakyat. Demikian pula dengan para Dirut dan Komut di BMUN. Karena itu, penunjukan para Dirut dan Komut BUMN tidak boleh asal-asalan.
“BUMN itu ujung tombak pelayanan dan pemenuhan hajat hidup masyarakat Indonesia lho. Sebagai badan yang mengelola sektor-sektor utama berkenaan dengan kebutuhan masyarakat Indonesia, maka Menteri BUMN tidak boleh asal-asalan menentukan Dirut dan Komisaris-komisaris di BUMN. Jangan main tunjuk saja dong,” ujar Pilian H Hutasoit.
Pilian menilai, selama ini, penunjukan para pejabat untuk mengelola BUMN sangat bias dari kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Bahkan, faktor subyektif sangat kental dalam penunjukan Dirut dan Komut BUMN.
“Selama ini, saya lihat, hanya karena faktor like or dislike yang paling menonjol dalam menempatkan posisi seseorang sebagai Dirut BUMN dan atau Komut BUMN. Ini kan sudah tak benar. Dikiranya BUMN itu milik personal menteri apa? BUMN itulah ujung tombak pelayanan kepada rakyat. Sektor-sektor hajat hidup rakyat ya dikelola lewat BUMN. Sekali lagi, Menteri BUMN jangan asal-asalan,” ujar dia.
Mantan Aktivis 98 yang kini juga Koordinator Masyarakat Diaspora Indonesia Jakarta Raya ini menegaskan, jumlah manusia di Indonesia sangat banyak. Tentu tidak akan kesulitan mencari orang yang memiliki kemampuan dan kesiapan mental dan fisik untuk melayani masyarakat lewat BUMN.
Karena itu, menurut Pilian, setiap ada proses pergantian pejabat setingkat Dirut dan Komisaris Utama di BUMN, harus dibuka secara transparan kepada masyarakat.
“Integritas seseorang itu harus diketahui publik, latar belakang, kemampuan, dan komitmennya untuk melayani masyarakat tanpa mencari keuntungan bagi pribadinya. Sosok-sosok seperti itu yang layak untuk duduk dan bekerja di BUMN,” ujar Pilian.
Di tempat yang sama, anggota Forum Senior Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Ralian Jawalsen menyampaikan, menteri-menteri yang tidak bekerja sesuai dengan kriteria Jokowi sebaiknya segera diganti saja. Lantaran, selama hampir dua tahun pemerintahan Jokowi-JK, lanjut dia, tidak terlihat kinerja nyata bagi rakyat.
“Seperti Menteri BUMN ini, saya kira layak diganti. Sebab, sepanjang hari rasa-rasanya hanya menimbulkan polemik terus. Belum ada kinerja nyata yang dilakukan. Malah sibuk mencari hutang, sibuk mengamankan posisi-posisi basah bagi dirinya dan segelintir orang saja. Mana boleh seorang Menteri bersikap begitu,” ujar Ralian.
Dia mengatakan, banyak orang Indonesia yang dinilai layak dan memiliki kapasitas dan kapabilitas untuk mengurusi BUMN, namun akhirnya kandas dan diisi oleh pejabat-pejabat yang tidak jelas juntrungannya, karena penunjukkan sepihak oleh Menteri BUMN.
“Bagaimana mau maju, orang yang mampunya mengurusi Bank misalnya, malah ditunjuk oleh Menteri BUMN duduk sebagai Direktur Utama di PLN. Nyambung-kah itu? Kan gak nyambung. Itu contohnya. Ini menunjukkan, bahwa Menteri BUMN hanya mau-maunya saja yang dipaksakan selama ini. Enggak boleh dong begitu, apalagi ini mengurusi BUMN,” papar Ralian.
Di akhir diskusi, Koordinator Umum Forum Diskusi Senior GMKI Dedi Poltak Tambunan membacakan kesimpulan diskusi yang menekankan perlunya Presiden Jokowi melakukan evaluasi menyeluruh di semua BUMN.
“Forum diskusi Senior GMKI ini menyimpulkan, beberapa hal, antara lain, bahwa Presiden Jokowi masih kurang berani dan kurang tegas dalam mengambil sikap dan memimpin, terutama dalam hal melakukan reshuffle menterinya yang mbalelo. Kemudian, saat ini ada sejumlah Menteri yang tidak memiliki kecakapan dan tidak memiliki kemampuan di bidangnya. Demikian juga dengan sejumlah BUMN, yang kebanyakan Direktur Utama dan Komisaris-Komisaris Utamanya ditunjuk oleh Menteri BUMN berdasarkan like or dislike semata tanpa mengutamakan faktor kemampuan dan kecakapan di bidang yang bersangkutan,” ujar pria yang akrab disapa Depol ini.
Karena itu, dia meminta Presiden Jokowi agar melakukan evaluasi yang efektif terhadap kinerja Menterinya dan kinerja BUMN-BUMN di Indonesia. “Hasil-hasil diskusi ini akan disampaikan langsung kepada Presiden Jokowi,” pungkas Depol.
Sejak akhir tahun lalu, Menteri BUMN melakukan perombakan terhadap sejumlah Dirut dan Komisaris Utama di BUMN.
Seperti yang dialami oleh Laily Prihatiningtyas, yang belum lama diangkat sebagai Direktur Utama salah satu BUMN, yakni PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko.
Perempuan yang akrab disapa Tyas ini, merupakan Dirut BUMN termuda yang pernah diangkat waktu itu. Namun, posisi Tyas kemudian dicopot oleh Menteri BUMN Rini Soemarno dari Dirut PT Taman Wisata Candi (TWC) Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko.
Meski begitu, dengan menelan pil pahit, Tyas mengatakan pencopotan dirinya adalah sesuatu yang wajar saja. “Kan wajar saja, status saya memang pegawai negeri,” ujar Tyas pada Rabu (30/09/2015) yang lalu.
Memang, kata dia, saat dirinya diangkat sebagai Dirut TWC, status Tyas masih sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Setelah pencopotan dirinya sebagai Dirut TWC, Tyas ditarik kembali ke Kementerian BUMN. Setelah kembali ke instansi awal, Tyas mengaku belum tahu akan ditaruh di posisi apa.
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata BUMN, Edwin Hidayat menyebut Tyas ditarik kembali ke Kementerian BUMN karena status awalnya adalah PNS BUMN saat ditunjuk sebagai Dirut TWC.
Menurut Edwin, tenaga dan pemikiran Tyas lebih dibutuhkan Kementerian BUMN sebagai tenaga profesional pasca penambahan jumlah kedeputian.
“Mbak Tyas salah satu talent unggulan Kementerian BUMN jadi dengan organisasi kementerian saat ini, tenaganya sangat dibutuhkan,” kata Edwin.
Edwin menampik bila pemberhentian Tyas karena alasan kinerja perusahaan yang menurun pasca dipimpin Tyas hampir 2 tahun atau sejak November 2013 lalu.
“Bukan (karena kinerja menurun). Kinerja TWC masih ok,” jelasnya.
Pemberhentian Tyas, kata Edwin, sudah diberitahukan jauh-jauh hari. Tyas telah diinformasikan tentang kondisi Kementerian BUMN yang membutuhkan tenaga profesional yang handal. Apalagi Tyas merupakan PNS aktif Kementerian BUMN yang ditugaskan sementara sebagai Dirut TWC oleh Dahlan Iskan saat masih menjabat Menteri BUMN.
“Mbak Tyas sudah diberi tahu beberapa bulan sebelumnya, secara lisan tentang rencana pengembaliannya ke Kementerian BUMN dan beliau paham,” ujar Edwin.(JR-1)