Tidak lebih dari 10 orang pria berpenutup mulut dan pakai topi, maupun helm mendatangi Kantor Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), yang beralamat di Jalan Salemba Raya 10, Jakarta Pusat.
Mereka yang disebut sebagai para Aktivis 86 alias Aktivis Bayaran yang diduga disuruh Intel Polisi untuk mendemo Kantor Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI), pada Senin siang (07/06/2021).
Kepala Humas PGI, Philip Situmorang mengatakan, pihaknya tidak mengetahui maksud dan tujuan para demonstran yang dijaga ketat oleh sejumlah Polisi siang itu.
Dengan membawa mobil sound system, peserta aksi yang diperkirakan hanya 5 orang itu melakukan orasi, membentangkan spanduk, dan membagikan selebaran di depan kantor PGI.
“Tidak tahu siapa mereka. Dan tak ada nama dan nomor kontak yang bertanggung jawab atas aksi itu. Mereka datang sekitar 5 orang, lalu orasi sekitar 5 menit, lalu pergi begitu saja,” ungkap Philip Situmorang, Senin sore (07/06/2021).
Mendapat informasi dan forward-forward berita serta foto-foto mengenai aksi-aksi itu, salah seorang Aktivis Pemuda Gereja, Sam Barli Rahakbao menyampaikan, dirinya kenal ciri-ciri fisik dan juga sepak terjang kelima orang yang menggelar aksi mengutuki PGI karena menyuarakan kondisi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) beberapa waktu lalu.
“Waduh, para pengkhianat itu Bang. Mereka itu para pengkhianat Kristen. Saya kebetulan tahu dan kenal beberapa di antaranya. Para aktivis 86 itu. Mereka sering demo-demo bayaran atas orderan dari Cokelat (Polisi-Red),” ungkap Sam Barli.
Lebih lanjut, Sam Barli yang juga Pengurus di Badan Pengurus Cabang Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Jakarta (BPC GMKI Jakarta) itu menjelaskan, beberapa orang itu sebagian adalah mantan pengurus BPC GMKI Jakarta, yang sudah dipecat.
Dia menjelaskan, ada seseorang yang bernama Julius Carlos Wawo atau Carlos Wawo, yang merupakan bekas BPC GMKI Jakarta, jebolan kampus Universitas Kristen Indonesia (UKI), ber-KTP Agama Katolik, yang tampak pakai helm, sebagai peserta aksi di depan kantor PGI siang itu.
Sam Barli bercerita, bukan sekali dua kali para Aktivis 86 alias Aktivis Cepunya Cokelat itu menggelar aksi-aksi unjuk rasa bayaran, karena orderan dari Cokelat alias Polisi.
“Setahuku, mereka itu di bawah koordinasinya seseorang bernama Agung Tamtam Sanjaya Butar-Butar. Tamtam ini dulu pernah Ketua Cabang di GMKI Jakarta, namun dipecat. Karena tidak bertanggung jawab,” ungkap Sam Barli.
Namun, Agung Tamtam Sanjaya Butar-Butar itu pun dipaksakan masuk sebagai Fungsionaris di Pengurus Pusat Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (PP GMKI) yang Ketua Umumnya adalah Jefri Gultom. Agung Tamtam Sanjaya Butar-Butar ini menjabat sebagai Sekretaris Fungsional Perguruan Tinggi PP GMKI (Sekfung Perguruan Tinggi), di kepengurusannya Jefri Gultom itu.
Selain itu, lanjut Sam Barli, selama ini, para Aktivis 86 itu juga melakukan aksi-aksi dan kegiatan-kegiatan serupa lewat Rumah Milenial Indonesia (RMI). RMI ini diketahui sebagai milik Sahat Martin Philip Sinurat alias SMPS yang saat ini masih menjadi Sekretaris Umum Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (Sekum DPP GAMKI), dan juga diketahui sebagai salah seorang Komisaris di sebuah Badan Usaha Milik Daerah Provinsi Riau (BUMD Riau) yakni di PT Pengembangan Investasi Riau (PIR).
“Kalau Carlos Wawo kan sama-sama pernah BPC GMKI Jakarta dengan Agung Tamtam Sanjaya Butar-Butar. Setahu saya, Carlos Wawo dipasang sebagai Direktur Eksekutif di Rumah Milenial Indonesia atau RMI untuk Provinsi DKI Jakarta. Sepak terjang mereka selama ini memang meresahkan. Sering mengatasnamakan mahasiswa dan kampus-kampus untuk aksi-aksi bayaran,” ungkap Sam Barli.
Pada waktu demonstrasi besar-besaran mahasiswa untuk mengebiri KPK, lewat Revisi Undang-Undang KPK dulu, lanjut Sam Barli, Geng Aktivis 86 Agung Tamtam Sanjaya Butar-Butar dan Carlos Wawo itu, juga dapat orderan aksi mendukung Revisi UU KPK.
“Ada banyak itu berita-berita, foto-foto dan video-video mereka saat aksi waktu itu bertebaran di Youtube. Jadi, memang sejak awal, mereka itu sudah anti kepada KPK. Dan selalu dapat orderan aksi dari Cokelat,” jelas Sam Barli.
Sam Barli juga mengungkapkan, sekitar minggu lalu, dia mendapat informasi bahwa para Aktivis 86, Agung Tamtam Sanjaya Butar-Butar, dan gengnya mendatangi bagian Intelkam Polda Metro Jaya.
“Soalnya, ada satu orang pengurus kami, yakni dari BPC GMKI Jakarta yang diam-diam jadi pengikut di kelompoknya Agung Tamtam Sanjaya Butar-Butar itu. Namanya, Wahyu. Wahyu anak UKI juga. Wahyu ikut pertemuan mereka dengan Polda pada minggu lalu. Mungkin, mereka mau koordinasi dan minta operasional, dan anggaran untuk aksi mereka yang terjadi di depan PGI pada Senin siang tadi,” beber Sam barli.
Oleh karena itulah, Sam Barli Rahakbao menyebut para Aktivis 86 tersebut sebagai Pengkhianat Kekristenan. Karena telah dengan sengaja merusak Kekristenan di Indonesia, dan berupaya dimanfaatkan oleh oknum Kepolisian untuk menghajar PGI.
“Mereka para pengkhianat Kristen itu. Mereka kan tidak suka kalau PGI bersuara mengkritisi KPK. Padahal, PGI menyuarakan aspirasi umat untuk memperkuat pemberantasan korupsi lewat KPK. Sedangkan Kepolisian, setahu saya, diam-diam tidak suka dengan KPK. Maka, dipakailah para Aktivis 86 untuk menghantami PGI. Begitu penjelasan saya,” tutur Sam Barli.
Sementara itu, Ketua Umum PGI, Pdt Gomar Gultom mengaku dirinya dan PGI di-bully terus menerus oleh kelompok-kelompok yang berupaya membungkam Suara Kenabian dari PGI.
“Sabar saja. Dan tetap tenang saja. Saya dan kami terus menerus dibombardir dan di-bully oleh banyak pihak. Tapi kita tetap sabar dan tenang saja,” ujar Pdt Gomar Gultom.
Pada Senin siang (07/06/2021), sejumlah mahasiswa dan pemuda yang menamakan dirinya Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Kristen Indonesia berunjuk rasa di halaman kantor Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI), di Jalan Salemba Raya 10, Jakarta Pusat.
Dalam aksinya, mereka menyatakan protes terhadap sikap PGI yang dinilai keliru dalam menyikapi polemik 75 pegawai KPK yang tidak lulus Tes Wawasan Kebangsaan (TWK).
“Kami tegaskan bahwa Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Kristen Indonesia tidak terafiliasi dengan organisasi Kristen mana pun, namun karena kesadaran kami sebagai warga gereja dan anak bangsa. Kami menilai pernyataan sikap PGI yang terkesan membela Novel Baswedan cs itu keliru dan terlalu reaksioner. Apalagi sampai mau menyurati Presiden Jokowi, untuk apa?” ucap seseorang yang mengaku bernama Deon, yang menyebut dirinya Kordinator Aliansi Pemuda dan Mahasiswa Kristen Indonesia.
Deon juga menegaskan, TWK dalam proses alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN) itu mekanisme yang sah dan legal yang diamanatkan oleh Undang-Undang (UU).
“TWK itu amanat Undang-Undang, justru jika tidak dilaksanakan berpotensi melanggar UU, maka menurut kami sudah benar, kalau ada yang tidak lulus itu kan hal biasa, dalam seleksi CPNS pun ada yang lulus dan ada yang tidak lulus, lalu apa yang dipersoalkan,” ujarnya membacakan pernyataannya.
Sementara itu dari mobil komando, orator lain berorasi meminta PGI meninjau ulang dan mencabut pernyataan sikap PGI terkait polemik TWK.
Di samping itu, orator juga mengecam sikap mantan Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan cs yang berupaya menyeret-nyeret PGI dalam urusan internal KPK.
“Sekali lagi kami tegaskan, yang kami kasihi Pendeta Gomar Gultom beserta segenap jajaran pengurus harian PGI tolong segera tinjau ulang dan cabut itu pernyataan sikap. Lebih baik energi PGI disalurkan untuk bersuara lantang dalam menyikapi sejumlah umat Kristiani yang menjadi korban kekejaman terorisme di Poso, dan juga masalah penyegelan sejumlah Gereja. Serta sulitnya mendirikan rumah ibadah di sejumlah daerah, harusnya PGI kawal itu,” tutur Si Orator itu, tanpa menjelaskan apa yang sudah pernah dilakukannya terhadap peristiwa-peristiwa yang disebutkannya itu.
Dari pantauan awak media, massa membawa spanduk yang berisi sejumlah tuntutan di antaranya, mendukung independensi KPK dalam menjalankan agenda pemberantasan korupsi di Tanah Air.
Kemudian, mendukung tes wawasan kebangsaan untuk memperkuat KPK sesuai dengan amanat UU No. 19 Tahun 2019 tentang KPK dan UU No 5 Tahun 2014 tentang ASN.
Selanjutnya, meminta PGI untuk segera meninjau ulang dan mencabut pernyataan sikap yang berkaitan dengan polemik Tes Wawasan Kebangsaan yang terkesan membela Novel Baswedan cs.
Dan, mengecam sikap Novel Baswedan Cs yang berupaya menyeret-nyeret PGI sebagai Lembaga Keagamaan untuk ikut terlibat dalam urusan internal KPK.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada tanggapan atau pun respon dari sejumlah nama yang diduga sebagai bagian dari Aktivis 86 yang menggelar aksi unjuk rasa itu.(J-RO)