Kamis (09/05/2019) pagi, duka menyelimuti kampung nelayan yang terletak di Kampung Tambakrejo, Kelurahan Tanjungmas, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Sebanyak 97 keluarga nelayan telah digusur oleh Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang berjumlah lebih dari 100 orang.
Penggusuran ini dilakukan oleh Pemerintah Kota Semarang beserta Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana, dalam rangka normalisasi Banjir Kanal Timur Kota Semarang sepanjang 6,7 kilo meter. Selain itu, penggusuran dilakukan dalam rangka meninggikan jembatan 1-1,5 meter dari sebelumnya.
Pengacara Publik dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Niko Wauran mengungkapkan, dalam penggusuran ini, lebih dari 50 anak-anak mengalami trauma, 2 orang istri nelayan pingsan dan kuasa hukum dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang mendapatkan intimidasi dari Satpol PP.
“Tak hanya itu, banyak warga dan mahasiswa yang dipukul, ditendang dengan tidak manusiawi,” tutur Niko, Kamis (09/05/2019) malam.
Niko menjelaskan, penggusuran yang dilakukan oleh Pemkot Semarang dan BBWS Pemali Juana ini sangat tidak menghormati kesepakatan yang sebelumnya sudah dibuat oleh Pemkot Semarang, BBWS Pemali Juana dengan warga Tambakrejo yang dimediasi oleh Komnas HAM, pada 13 Desember 2018 lalu.
“Pemkot Semarang serta BBWS Pemali Juana telah melakukan penggusuran warga dari tempat tinggalnya yang telah dibangun oleh keringat mereka sendiri,” ungkapnya saat mendampingi warga di lokasi penggusuran.
Menurut Niko, masyarakat Indonesia tidak boleh membiarkan masyarakat Tambakrejo melawan sendiri. “Membiarkan saudara kita melawan sendiri kezhaliman sama saja dengan memperpanjang barisan perbudakan,” ujarnya.
Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Susan Herawati mengutuk penggusuran yang dilakukan secara sewenang-wenang dan menyengsarakan nelayan di Tambakrejo, Semarang.
“Hari ini, masyarakat Indonesia ikut mengutuk penggusuran dan tindakan represif Satpol PP terhadap 97 keluarga nelayan di Tambakrejo. Ini adalah tindakan yang tidak manusiawi,” tegasnya.
Susan mengatakan, fakta ini menjelaskan, nelayan tidak ditempatkan sebagai aktor utama dalam pembangunan di Indonesia.
Selama ini, nelayan selalu menjadi objek bahkan korban pembangunan infrastruktur. “Sudah saatnya nelayan ditempatkan sebagai subjek penting pembangunan,” ujar Susan.
Penggusuran Perlu Diinvestigasi Oleh Komnas HAM
Pada kamis, 09 Mei 2019, sebanyak 97 keluarga nelayan di kampung Tambakrejo Kelurahan Tanjung Mas, Kecamatan Gayamsari, Kota Semarang, Provinsi Jawa Tengah, telah digusur oleh ratusan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP).
Sekjen Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) Susan Herawati menegaskan, tindakan penggusuran yang brutal itu pantas dikutuk.
“Kami mengutuk penggusuran yang dilakukan secara sewenang-wenang dan menyengsarakan kehidupan nelayan di Tambakrejo, Semarang,” ujar Suan.
Untuk penggusuran ini, Susan meminta Pemerintah Kota Semarang beserta Balai Besar Wilayah Sungai Pemali Juana untuk bertanggungjawab sebab dilakukan di luar kesepakatan bersama Komnas HAM akhir tahun lalu.
“Kami meminta komandan Satpol PP Kota Semarang untuk bertanggungjawab atas pemukulan dan intimidasi yang dilakukan kepada pengacara publik LBH Semarang, serta kepada masyarakat Tambakrejo,” ujarnya.
Dia juga menuntut untuk menghentikan penggusuran dan dikembalikannya tanah masyarakat di Tambakrejo yang dibangun oleh keringat mereka sendiri.
“Meminta kepada seluruh lapisan masyarakat di Indonesia untuk memberikan dukungan dan solidaritas untuk 97 keluarga yang telah digusur,” ajaknya.
Selain itu, Komnas HAM diminta segera turun dan melakukan investigasi terhadap penggusuran yang dilakukan secara paksa itu.
“ Meminta masyarakat Tambakrejo untuk tetap mempertahankan dan memperjuangkan tanah mereka serta hak untuk tinggal di kawasan tersebut,” ujar Suan.(JR)