Tim Litigasi Yayasan Pecinta Danau Toba (YPDT) melaporkan dua perusahaan besar yang beroperasi di sekitar danau Toba, Sumut. Dua perusahaan besar tersebut diduga sebagai dalang pencemaran danau terbesar di Indonesia ini.
Perusahaan yang dilaporkan tim Litigasi YPDT ke Polda Sumut, Senin (23/1), yaitu PT Aquafarm Nusantara dan PT Suri Tani Pemuka.
Ketua tim Litigasi YPDT Robert Siahaan mengatakan, pihaknya melaporkan dugaan keterlibatan dua perusahaan itu dalam pencemaran danau Toba yang diduga disebabkan Keramba Jaring Apung (KJA) milik mereka.
“Dulu sebelum KJA ada, danau Toba baik-baik saja. Tapi sekarang setelah ada KJA, danau Toba sudah tidak baik lagi,” kata Robert dalam siaran pers yang diterima redaksi, Selasa (24/01/2017).
Robert mengatakan, pihaknya telah turun langsung ke lokasi untuk melakukan pengujian. Pengujian dilakukan dengan mengambil sampel air danau Toba dari 11 titik yang berada di wilayah dua perusahaan itu. Hasilnya, air danau toba di kawasan tersebut terbukti telah tercemar.
Kondisi danau Toba yang tercemar ini pun, kata Robert, juga sesuai dengan hasil laporan analisis Sucofindo tanggal 20 Desember 2016 lalu. Hasil penelitian tersebut menunjukkan BOD, COD dan unsur lain yang menjadi indikator kualitas air danau Toba sudah melewati ambang batas air kualitas kelas satu seperti diatur dalam PP Nomor 82 Tahun 2001.
“Dalam PP itu dan Pergub Sumut Nomor 1 Tahun 2009 jelas menyatakan, kegiatan pembudidayaan ikan air tawar dilakukan di air dengan kualifikasi kelas dua atau kelas tiga, tapi kenapa dilakukan di kelas satu,” ujar dia.
Sekretaris Tim Litigasi YPDT Deka Sahputra Saragih menambahkan, pihaknya telah menyiapkan sejumlah bukti untuk melengkapi berkas laporan mereka. Bukti-bukti tersebut, di antaranya laporan analisis dari Sucofindo dan video penyelam Holmes Hutapea yang diambil dari bawah KJA PT Suri Tani Pemuka di kabupaten Simalungun.
“Kami juga sudah menyiapkan saksi-saksi dari pihak masyarakat. Kemudian kami telah merencanakan untuk melakukan koordinasi dengan ahli kimia, air tawar dan juga lainnya,” kata Deka.
Selain melaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumut, tim Litigasi YPDT juga sudah melapor ke PTUN Medan di Jl Bunga Asoka, Medan. Laporan ini terkait perizinan dua perusahaan tersebut.
“Dulu sebelum KJA ada, danau Toba baik-baik saja. Tapi sekarang setelah ada KJA, danau Toba sudah tidak baik lagi,” kata Robert.
Robert mengatakan, pihaknya telah turun langsung ke lokasi untuk melakukan pengujian. Pengujian dilakukan dengan mengambil sampel air danau Toba dari 11 titik yang berada di wilayah dua perusahaan itu. Hasilnya, air danau toba di kawasan tersebut terbukti telah tercemar.
Kondisi danau Toba yang tercemar ini pun, kata Robert, juga sesuai dengan hasil laporan analisis Sucofindo tanggal 20 Desember 2016 lalu. Hasil penelitian tersebut menunjukkan BOD, COD dan unsur lain yang menjadi indikator kualitas air danau Toba sudah melewati ambang batas air kualitas kelas satu seperti diatur dalam PP Nomor 82 Tahun 2001.
“Dalam PP itu dan Pergub Sumut Nomor 1 Tahun 2009 jelas menyatakan, kegiatan pembudidayaan ikan air tawar dilakukan di air dengan kualifikasi kelas dua atau kelas tiga, tapi kenapa dilakukan di kelas satu,” ujar dia.
Selain melaporkan ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Sumut, tim Litigasi YPDT juga sudah melapor ke PTUN Medan di Jl Bunga Asoka, Medan. Laporan ini terkait perizinan dua perusahaan tersebut.
Ketua Umum Yayasan Pencinta Danau Toba (YPDT) Maruap Siahaan yang mendapingi dan turut melaporkan kasus dugaan pencemaran air Danau Toba itu.
Sekretaris Eksekutif YPDT Jhohannes Marbun menyampaikan, pelaporan dilakukan Ketua YPDT didampingi Pengacara dari Tim Litigasi.
Menurutnya, kasus pencemaran air Danau Toba diduga melibatkan dua perusahaan yang kegiatannya menggunakan keramba ikan. Perusahaan tersebut diduga mencemari air Danau akibat pakan ikan dari keramba jaring apung (KJA) yang mengendap di dasar danau.
Jhohannes menjelaskan, Danau Toba merupakan danau kawah atau danau vulkanik terbesar di dunia. Dengan ketinggian hampir 1 kilometer (km) di atas permukaan air laut (dpl) dan dikelilingi oleh deretan gunung berapi yang merupakan bagian dari Pegunungan Bukit Barisan, membuat Danau Toba begitu sejuk dan indah.
“Banyak pohon enau dan pinus yang tumbuh subur di sekeliling Danau Toba yang menambah keindahan danau ini,” ujar Jhohannes.
Ia memaparkan, leluhur Orang Batak, khususnya yang hidup berdekatan dengan Danau Toba, menjadikan air danau ini sebagai sumber air untuk aktivitas kehidupan masyarakat sehari-hari, seperti untuk air minum, untuk memasak, mencuci, dan mandi. Oleh karenanya, Orang Batak menyebut Danau Toba dengan perkataan “Tao Toba Nauli, Aek Natio, Mual Hangoluan”, yang berarti “Danau Toba yang indah, airnya jernih dan merupakan sumber kehidupan”.
Jhohannes menyayangkan, keindahan alam Danau Toba yang kini sirna mengingat warga tidak lagi dapat merasakan keindahan danau yang terletak di ketinggian 900 meter (m) dpl, dengan panjang mencapai 87 km, dan lebar 27 km, serta kedalaman mencapai lebih dari 500 m ini.
“Bahkan, secara kasat mata orang dapat menilai pencemarannya,” kata Jhohannes.
Ia menjelaskan, air Danau Toba termasuk golongan kelas I yang dapat diminum, namun sekarang menjadi kelas 2 dan kelas 3 yang notabene tidak dapat diminum kembali.
“Fatalnya, di Danau Toba dilakukan usaha budidaya ikan, padahal usaha itu untuk kawasan pada air dengan golongan kelas 2 dan kelas 3,” kata Jhohannes.
Ia juga mengutip Wakil Bupati Samosir, Juang Sinaga, yang mengatakan bahwa sekitar 90 persen masyarakat Kabupaten Samosir mengkonsumsi air minum dari Danau Toba. Sementara itu, Badan Lingkungan Hidup Sumut menyampaikan 69 persen pencemaran air Danau Toba berasal dari kegiatan keramba ikan, akibat pakan ikan KJA yang mengendap di dasar danau.
Mantan Menteri Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli, dalam acara Malam Budaya Menyongsong Otorita Danau Toba di Jakarta Pusat, 25 Mei 2016 menyatakan hal yang sama. Oleh karenanya, Rizal Ramli menargetkan air Danau Toba sudah bersih sebelum Desember 2016.
Jhohanes menyebutkan, dalam dua tahun terakhir YPDT telah mengkaji kondisi air Danau Toba. Pada November 2016, institusinya mengambil sampel air dari beberapa titik beroperasinya Perusahaan Aquafarm Nusantara dan PT Suri Tani Pemuka (Grup JAPFA) di perairan Danau Toba. Kegiatan ini juga termasuk melakukan penyelaman di titik lokasi yang telah ditentukan. Hasil pengujian yang dilakukan oleh YPDT (menggandeng lembaga pengujian profesional dan independen) pada Desember 2016 menunjukkan bahwa air Danau Toba telah tercemar.
YPDT sebagai Organisasi Lingkungan Hidup untuk kawasan Danau Toba berespons atas pencemaran lingkungan hidup yang terjadi pada air Danau Toba tersebut. Melalui Tim Litigasinya, YPDT berupaya memerangi para pihak yang diduga melakukan pencemaran. Tim Litigasi YPDT telah mempersiapkan berbagai aspek bidang hukum, seperti membuat laporan ke Polda Sumut, melakukan gugatan Tata Usaha Negara (TUN) di PTUN Medan serta gugatan Perdata.
Maka lanjut dia, pada Senin (23/1), Ketua Umum YPDT, Maruap Siahaan didampingi Pengacara dari Tim Litigasi YPDT melaporkan kasus dugaan pencemaran air Danau Toba ke Polda Sumut pada pukul 14.00 WIB, setelah terlebih dahulu mendaftarkan gugatan ke PTUN Medan pada pukul 11.30 WIB.
Jhohannes menyampaikan, hal tak kalah penting, Presiden Republik Indonesia Joko Widodo (Jokowi) saat berkunjung ke Desa Parparean, Kecamatan Porsea, Kabupaten Toba Samosir, 20 Agustus 2016 lalu. Saat itu, menurutnya, Jokowi mengatakan, upaya pelestarian lingkungan hidup pada Danau Toba dapat mendukung program pemerintah untuk menjadikan Danau Toba sebagai salah satu destinasi wisata prioritas Indonesia sebagai destinasi wisata berkelas dunia.(JR)