Pemerintah Filipina mengizinkan Pasukan Tentara Nasional Indonesia (TNI) melakukan pengejaran terhadap kelompok separatis Abu Sayyaf di Filipina Selatan. Kelompok ini kerap melakukan penculikan terhadap Warga Negara Asing (WNA) yang kemudian meminta uang tebusan, termasuk ABK warga Negara Indonesia.
Baru-baru ini, kelompok Separatis Abu Sayyaf menculik Anak Buah Kapal (ABK) TB Charles 001 asal Indonesia. Pemerintah Filipinapun member lampu hijau kepada TNI untuk memasuki wilayahnya dan melakukan perburuan mengejar kelompok bersenjata tersebut.
Meski sudah di izinkan untuk memasuki wilayah Filipina, anggota Komisi I DPR RI, Ahmad Muzani mengatakan, pemerintah harus berhati-hati mengambil keputusan.
“Sekarang pemerintah Filipina sudah membuka peluang penyelamatan, tapi jangan kita terjebak pada satu operasi yang mengancam keselamatan orang Indonesia di sana,” ucap Ahmad di kompleks parlemen Senayan, Selasa (28/6).
Menurutnya, pemerintah Filipina mengizinkan TNI masuk untuk melakukan pengejaran terhadap Kelompok Abu Sayyaf yang tidak dapat mereka hadapi. Ia mengingatkan pemerintah jangan sampai masuk pada jebakan tersebut.
Sebab, TNI bisa menjadi korban jika mereka masuk ke wilayah yang mereka sendiri tidak tahu kondisi medan yang ada disana seperti apa. “Kita jangan sampai masuk kubangan besar di Filipina Selatan. Kita tidak tahu medannya disana seperti apa,” kata Muzani.
Keputusan Pemerintah Filipina untuk mengizikan pemerintah Indonesia menggelar pengejaran terhadap kelompok Abu Sayyaf membuat Ahmad menjadi curiga. “Jangan-jangan pemerintah Filipina sudah tidak sanggup,” ucapnya.
Selain itu, Pemerintah dan TNI harus terlebih dahulu melakukan koordinasi kepada Komisi I DPR jika ingin menggelar operasi pembebasan Warga Negara Indonesia (WNI) di Filipina. “Harus persetujuan DPR, apalagi ini operasi militer di negeri orang,” tandasnya.
Melihat maraknya penculikan WNI yang terjadi tahun ini, Ahmad selaku Komisi I DPR yang membidangi pertahanan, mempertanyakan pemerintah dalam menangani kasus pembebasan para WNI dari kelompok penyandera.
“Pemerintah bilang tadak bayar tebusan, tapi dari sumber lain bayar tebusan. Kalau tidak dibayar, kita jadi komoditasi di tempat sama, kelompok sama, dan di objek sama. Keselamatan WNI tak dijamin jadi komoditas sumber pendanaan,” paparnya.(Tornando)