Jaksa Agung Republik Indonesia Dr Sanitiar Burhanuddin diminta menegur keras para penyidik di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) karena sangat lamban dan bertele-tele dalam proses pengusutan kasus kakap Pembobolan Bank BRI Cabang Tanah Abang.
Kasus kakap itu dilakukan dengan modus Pemberian Kredit Fiktif yang ditaksir sudah menimbulkan kerugian Negara mencapai Rp 300 miliar.
Hingga saat ini, penyidik di Pidsus Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, lamban dan seperti bersengaja buying time dalam pengusutan kasus yang diduga melibatkan orang dalam BRI dengan perusahaan fiktif bernama PT Jasmina Asri Kreasi (PT JAK). Dengan para korban ratusan anak remaja dan dewasa, dari praktik kredit fiktif tersebut.
Koordinator Jaksa Watch Indonesia (JWI) Haris Budiman mengatakan, dengan para korban yang diperalat begitu banyak, dan juga bukti-bukti kuat yang sudah diserahkan kepada penyidik, seharusnya Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat menggeber proses dugaan mafia pembobolan Bank BRI Cabang Tanah Abang itu.
“Pemeriksaan yang dicicil-cicil, lamban, dan terkesan sangat abai, menunjukkan penyidik Kejaksaan sedang diduga melakukan negosiasi gelap dengan para pelaku pembobolan Bank BRI Cabang Tanah Abang dan PT Jasmina Asri Kreasi (JAK) itu. Tujuannya, ya mungkin mau cari keuntungan pribadi. Atau memang untuk memelintir kasus itu menjadi aneh-aneh. Jaksa Agung Burhanuddin harus memberikan atensi khusus kepada kasus ini, agar tidak masuk angin,” tutur Haris Budiman, ketika dihubungi, Rabu (14/10/2020).
Haris Budiman menuturkan, bukan sekali dua kali kasus pembobolan dan bahkan perampokan yang dilakukan secara praktik mafia di bank-bank milik negara, seperti Bank BRI.
Hingga kini, lanjutnya, masyarakat terus mempertanyakan komitmen Aparat Penegak Hukum (APH) seperti Kejaksaan, dan juga pihak internal BRI, yang sangat tertutup. Hal itu diduga sengaja untuk melindungi para pelaku pembobolan di internal mereka.
“Jarang sekali kasus pembobolan Bank Milik Negara seperti Bank BRI itu diusut tuntas. Sering tidak transparan, bahkan mencoba melindungi para pelaku. Dan tidak jarang pula dibuat bertele-tele. Kelemahannya bukan pada para pelaku, tetapi pada penyidik yang sering bermain mata dengan para pelaku,” tutur Haris Budiman.
Salah seorang Kuasa Hukum para Korban, Hendri Wilman menuturkan, kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gerai Hukum tempatnya mengadvokasi, puluhan anak-anak remaja datang mengadu, bahwa mereka dijebak oleh PT Jasmina Asri Kreasi (JAK), dengan cara membuat lowongan kerja. Lalu data-data mereka dijadikan bahan untuk melakukan pinjaman ke Bank BRI Cabang Tanah Abang.
Atas peristiwa itu, LBH Gerai Hukum sudah melaporkan kepada Kejaksaan. Saat ini, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat melakukan pengusutan.
Sayangnya, Hendri Wilman melanjutkan, proses penyelidikan kasus ini terkesan sangat lamban di Kejari Jakarta Pusat.
Dijadwalkan, sejak Rabu 14 Oktober 2020 hingga 28 Oktober 2020, penyidik Kejari Jakpus baru akan melanjutkan pemeriksaan para korban. Mereka dipanggil satu per satu.
“Kok kayak dicicil-cicil dan diperlambat proses penyelidikannya? Sejak hari ini para korban diperiksa satu-satu orang sampai dengan tanggal 28 Oktober nanti,” tutur Hendri Wilman saat mendampingi pemeriksaan kliennya, di Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (14/10/2020).
Hendri Wilman menyebut, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat baru mengirimkan surat pemanggilan pemeriksaan terhadap para korban pada 24 September 2020 lalu.
“Surat pemanggilan untuk pemeriksaan para korban baru kita terima akhir bulan September, sekitar tanggal 24 September lalu,” imbuhnya.
Kepala Seksi Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kasi Pidsus Kejari Jakpus), Muhammad Yusuf Putra mengatakan, Kejari Jakpus masih menunggu kehadiran para korban kredit fiktif Bank BRI Cabang Tanah Abang dengan PT Jasmina Asri Kreasi (JAK) untuk diperiksa.
Menurut Yusuf, pihaknya sudah melakukan pemanggilan terhadap para korban melalui kuasa hukumnya, agar hadir Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
“Tiap hari kita lakukan pemanggilan. Hari ini kalau mereka datang kita akan periksa,” ucap Yusuf.
Dia melanjutkan, Surat Pemanggilan pemeriksaan terhadap para korban sudah dikirimkan jaksa. Sampai saat ini, jaksa baru memeriksa empat orang korban yang didampingi Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Gerai Hukum.
Oleh karena itu, Yusuf meminta untuk segera menghadirkan para korban, agar dilakukan pengumpulan informasi lanjutan dalam pemeriksaan.
“Langsung dibawa aja. Berapa korban yang dipegang oleh Gerai Hukum langsung aja dibawa untuk kita lakukan pemeriksaan. Yang sudah kita periksa baru empat orang. Kira-kira ada 10 lagi yang belum,” ucap Yusuf.
Sebelumnya, Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat juga menyebut akan melakukan pemeriksaan terhadap para korban kredit fiktif itu secara on the spot.
Namun, menurut Yusuf, pemeriksaan secara on the spot itu urung dilakukan. Dengan alasan kondisi yang kurang memungkinkan.
“Kalau itu tergantung kondisi para korban. Kan ada yang sudah tua,” tutup Yusuf.(Nando)