“Bobrok..!”, Demikian Aktivis Ini Menyebut Pelayanan BPJS Kesehatan dan Rumah Sakit Bagi Rakyat Miskin

“Bobrok..!”, Demikian Aktivis Ini Menyebut Pelayanan BPJS Kesehatan dan Rumah Sakit Bagi Rakyat Miskin

- in EKBIS, NASIONAL
608
0
“Bobrok..!”, Demikian Aktivis Ini Menyebut Pelayanan BPJS Kesehatan dan Rumah Sakit Bagi Rakyat Miskin (Sekjen Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Dika Moehammad)

Pemerintah diminta serius mewujudkan program pelayanan kesehatan yang murah, berkualitas dan terjangkau serta manusiawi bagi masyarakat Indonesia.

 

Selama ini, dan bahkan hingga saat ini, pelayanan kesehatan di berbagai Rumah Sakit masih tetap mengedepankan keuntungan materil dibanding dengan pelayanan.

 

Sekjen Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) Dika Moehammad menyampaikan, hingga hari ini, dalam berbagai pendampingan dan advokasi yang dilakukannya terhadap pasien yang kurang mampu, selalu saja terbentur dengan pelayanan yang asal-asalan, bahkan ditolak, dikarenakan tidak ada uang.

 

“Kalau pakai duit, uang banyak ya urusannya gampang. Langsung dilayani dengan baik. Jika dilihat bahwa pasiennya miskin, masyarakat kurang mampu, keseringannya ditolak oleh pihak Rumah Sakit,” ujar Dika, di Jakarta, Kamis (27/07/2017).

 

Dia juga mempertanyakan agenda Revolusi Mental yang disemboyakan oleh Presiden Jokowi dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat Indonesia. Selain asal-asalan dan tidak profesional melayani pasien yang miskin, menurut Dika, para tenaga kesehatan di Rumah Sakit juga terlihat bermental bobrok.

 

Dikatakan dia, hampir semua petugas dan tenaga kesehatan di Rumah Sakit yang ditemuinya saat mendampingi pasien kurang mampu, tidak bermental profesional.

 

“Disuruh antri panjang, sampai tak kebagian tempat. Bahkan ditolak, dan dibilang tidak ada lagi ruangan, padahal ada. Tetapi begitu disodorkan uang, cepat juga diurusi. Memang mental para petugas kesehatan di rumah sakit di Indonesia ini masih banyak yang bobrok,” kata Dika.

 

Yang lebih memprihatinkan, lanjut dia, jika pasien kurang mampu datang berobat, akan dipersulit sepanjang proses. “Masih mending kalau pasien datang dengan pendamping atau tim advokasi, meski sewot, mereka masih mau mengurusi. Lah, bagaimana dengan pasien yang tak ada pendampingan? Akan ditelantarkan dan dibiarkan begitu saja. Padahal, Rumah Sakit kan tidak melulu hanya mencari keutungan materil, mereka juga bekerja kemanusiaan. Nyatanya, di Indonesia kok malah terbalik,” beber dia.

 

Dalam hal pengurusan obat-obatan, lanjut Dika, pasien kurang mampu tidak dilayani. Malah disuruh membeli obat di luar. “Katanya tidak ada obatnya di rumah sakit, kalau mau ya beli di luar saja,” ungkap Dika.

 

Dari survei dan wawancara serta pertemuan yang dilakukannya dengan sejumlah dokter, Dika mengungkapkan bahwa jika berkenaan dengan Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS Kesehatan), pasien peserta BPJS itu cenderung dianaktirikan oleh pihak rumah sakit.

 

Alasannya, lanjut Dika, dikarenakan pihak Rumah Sakit tidak mau merugi hanya karena BPJS Kesehatan tidak komit membayar biaya perobatan dan perawatan si pasien yang merupakan peserta BPJS Kesehatan itu.

 

Belum lagi, lanjut Dika, pihak BPJS Kesehatan sering kali terlambat melakukan reimburs atau pembayaran kepada pihak rumah sakit. Akibatnya, manajemen keuangan rumah sakit amburadul, belanja alat, belanja obat, belanja pegawai menjadi terbengkalai.

 

“Ini persoalan para elit di atas, malah masyarakat di bawah yang menjadi korbannya. Kapan semua ini akan tulus mengabdi dan melayani masyarakat?” ujar Dika.

 

Jujur saja, lanjut Dika, misalnya untuk informasi pelayanan kesehatan dan juga peruntukan serta pengelolaan dana BPJS Kesehatan yang sudah dibayarkan oleh peserta, tidak transparan dan tidak diketahui bagaimana pengelolaannya.

 

“Kita tidak tahu seperti apa pengelolaan dana kita di BPJS Kesehatan itu. Jadi apa dana kita, dikemanakan, dan seperti apa, semua itu tidak terbuka dan tidak diketahui peserta. Masa saya misalnya sebagai peserta kok tidak tahu uang saya diapakan saja?” ungkap Dika.

 

Demikian halnya mengenai informasi kesehatan dan pelayanan, dikatakan dia, pasien dan masayrakat umum sangat banyak yang tidak memperoleh informasi. Bahkan, terkesan bahwa pasien kurang mampu sibuk dan sengaja disibukkan mengurusi penyakitnya yang selalu berbenturan dengan pelayanan di rumah sakit, maka informasi dan pengaduan pun tidak berjalan.

 

“Sangat minim informasi dan pelayanan. Persoalan-persoalan ini kok tidak dibereskan? Ngapain aja sih sebenarnya para elit itu di atas sana? Kita dibuat sibuk mengurusi sendiri sakit penyakit kita, namun dana dan juga informasi kita tak tahu. Ini harus dibenahi secara serius loh,” pungkas Dika.(JR)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Kisruh Dugaan Kecurangan Pemilihan Rektor Universitas Negeri Makassar

Tim Inspektorat Jenderal (Itjen) Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset