Diduga telah melakukan pelanggaran etik dengan melakukan politisasi terhadap Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, eks anggota DPR RI dari Partai Golkar, yang baru terpilih sebagai anggota Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan, Poempida Hidayatullah dilaporkan ke Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), (Jumat, 04/03/2016).
Yang melaporkan adalah Forum Masyarakat Peduli BPJS (FMP BPJS). Koordinator Nasional FMP BPJS Hery Susanto menyampaikan, dilaporkannya anggota dewas BPJS Ketenagakerjaan itu dikarenakan adanya dugaan kuat telah terjadi pelanggaran etika dengan membawa misi politik dalam BPJS.
“Hari ini kami melaporkan Poempida Hidayatullah ke Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan dan kepada DJSN RI karena pelanggaran etika. Dia telah membawa misi politik, dengan mengusung kasus eks karyawan outsourcing PT Jamsostek yang menuntut diangkat sebagai karyawan tetap di BPJS Ketenagakerjaan. Selain itu, dia juga masih terdaftar sebagai anggota dari Grup Usaha Kodel, yang mestinya sudah harus dilepas. Kami mendesak Ketua Dewas BPJS Ketenagakerjaan agar segera menertibkan Pomepida karena pelanggaran etika,” papar Hery Susanto di Jakarta.
Dijelaskan Hery, kasus eks karyawan outsourcing Jamsostek yang ditunggangi Poempida sebagai pintu masuk menjadi anggota Dewas sudah memiliki keputusan hukum tetap. Karena itu, tidak ada alasan lagi untuk mengobok-obok persoalan itu sekarang.
Bahkan putusan Mahkamah Agung (MA) terkait status eks karaywan outsourcing PT Jamsostek itu sudah ada. “Kita harus menghormati keputusan hukum dong. Jangan malah kini dia masuk untuk mempolitisasi BPJS. Lagi pula, dia itu kan anggota dewas dari unsur masyarakat,” ujar Hery.
Laporan itu diterima langsung oleh Ketua Dewan Pengawas BPJS Ketenagakerjaan Guntur Wicaksono di kantor BPJS Ketenagakerjaan.
Perlu ditegaskan, lanjut Hery, bahwa setiap pejabat Direksi dan Dewan Pengawas BPJS wajib melepaskan jabatan lainnya setelah terpilih. “Mereka harus melepaskan jabatan lamanya.”
Di dalam ketentuan Undang Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang BPJS terutama dalam pasal 52, lanjut Hery, sudah diatur dengan tegas bahwa jabatan lama yang harus dilepas itu adalah berkaitan dengan; kepemilikan bisnis yang mempunyai keterkaitan dengan penyelenggaraan Jaminan Sosial; merangkap jabatan sebagai anggota partai politik, pengurus organisasi masyarakat atau organisasi sosial atau lembaga swadaya masyarakat yang terkait dengan program Jaminan Sosial, pejabat struktural dan fungsional pada lembaga pemerintahan, pejabat di badan usaha dan badan hukum lainnya; mendirikan atau memiliki seluruh atau sebagian badan usaha yang terkait dengan program Jaminan Sosial.
Justru selain Poempida, diungkapkan Hery, ada juga anggiota yang masih rangkap jabatan. “Misalnya terkait point b, d dan f dalam pasal 52 Undang Undang Nomor 24 tahun 2011 itu, Misbahul Munir adalah masih seorang dokter aktif, namun sekarang juga telah duduk sebagai anggota Dewas BPJS Kesehatan dari unsur pemberi kerja. Dia sendiri mendirikan badan usaha dan mengelola klinik kesehatan yang mendapat kapitasi BPJS per bulan hingga sebesar satu miliar rupiah,” ungkap dia.
Selain itu, anggota Michael Latuwael yang merupakan anggota Dewas BPJS Kesehatan dari unsur pekerja, juga masih merangkap jabatan di serikat buruh asal organisasi yang merekomendasikannya duduk di Dewas itu.
“Sejak mereka duduk sebagai anggota dewas, seharusnya mereka bukan milik serikat pekerja atau jabatan lamanya lagi, maka harus melepaskan posisi-posisi lain itu,” ujarnya.
Ada juga Irjen Kementerian Sosial RI aktif yakni Karun yang duduk di Dewas BPJS Kesehatan. Seharusnya, lanjut Hery, Karun wajib melepaskan jabatannya dari Irjen di Kemensos.
“Anehnya, ketika ditarik ke belakang apakah yang bersangkutan itu merupakan unsur pemerintah? Tapi kok dia maju sebagai anggota dewas BPJS Kesehatan dari unsur masyarakat. Ini aneh. Padahal dia adalah pejabat pemerintahan Kemensos yang institusinya terlibat dalam pendataan warga yang menjadi peserta bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Ini harus ditertibkan semua,” ungkap Hery.
Hery pun mendesak Ketua Dewas BPJS Kesehatan agar menertibkan persoalan rangkap jabatan itu sesuai dengan Undang Undang BPJS.
“Jangan sampai ada konflik interes dalam menjalankan amanah sebagai dewas BPJS. Para dewas yang ada, kami ragukan kapasitas pengalamannya dalam bidang pengawasan sebagaimana amanah UU BPJS bahwa untuk menjadi dewas BPJS harus berpengalaman min 5 tahun di bidang pengawasan,” ujarnya.
Menurut Hery, hal ini penting, karena sebagai dewas, mereka sudah terpilih sejak lama dibanding dengan direksi BPJS. Lagipula, kata dia, dewas BPJS saat ini harusnya berbeda dengan era lama.
“Begitu juga dengan Dirut BPJS Kesehatan harus mendeteksi anggota direksinya yang masih rangkap jabatan,” ujarnya.
Herry menambahkan, untuk itu kami mendesak agar Ketua Dewas BPJS Ketenagakerjaan segera menertibkan Anggota Dewas Poempida yang menyimpang dari tugas dan fungsinya.
“Untuk persoalan ini, kami juga akan sampaikan laporan tersebut ke DJSN RI dan Presiden Jokowi,” pungkasnya.(Richard)