Proses pengusutan kasus Papa Minta Saham mandek. Pengusutannya yang tidak menunjukkan titik terang menjadi pertanyaan di ruang publik.
Presiden Gerakan Pribumi Indonesia (Geprindo) Bastian P Simanjuntak mengatakan, dengan mandeknya pengusutan kasus Papa Minta Saham, semakin membuktikan bahwa memang di republik Indonesia ini masih terus bercokol para pejabat bermental maling.
“Tidak heran jika Prabowo mengungkapkan kegeramannya dan mengatakan banyak pejabat bermental maling. Banyaknya kasus korupsi yang terjadi setelah reformasi 98 adalah bukti bahwa memang masih banyak pejabat kita yang bermental maling,” ujar Bastian P Simanjuntak, dalam siaran persnya, Kamis (05/04/2018).
Sayangnya, kata dia, masyarakat dan para elit politik Indonesia hari ini pun munafik, tidak mau mengakui bahwa para pejabat bermental maling itu sedang berkuasa.
“Akui saja, mengapa harus ditutup-tutupi? Toh banyak bukti-buktinya kita jangan munafik dan pencitraan terus. Akui saja jika memang masih banyak maling di republik ini,” ujarnya.
Lihat saja, sebagai contoh, lanjut dia, salah satu kasus besar yang sempat terbongkar adalah kasus Papa Minta Saham. Kasus ini terkuak setelah terbongkarnya rekaman percakapan cawa cawe antara Setya Novanto, Muhammad Reza, dengan Direktur Freeport Indonesia Maaruf Samsudin.
Dia menjelaskan, dalam percakapan tersebut disebut-sebut nama Jokowi, Luhut Panjaitan dan JK.
“Yang inti percakapannya adalah permintaan saham dari Freeport untuk pembangkit listrik yang nantinya akan men-support smelter Freeport sebagai bahan bargaining untuk perpanjangan ijin Freeport,” ujar Bastian.
Sangat disayangkan, bocoran pembicaraan yang sempat diperdengarkan secara umum dalam sidang Mahkamah Kehormatan Dewan DPR tersebut tidak ditindaklanjuti secara serius oleh pemerintah Jokowi.
Padahal, kata dia, Jokowi pernah marah di hadapan media dengan mengatakan agar siapapun jangan menjual-jual nama lembaga Negara untuk kepentingan pribadi.
“Tontonan kemarahan Jokowi tidak ditindaklanjuti dengan instruksi yang jelas kepada jajaran di bawahnya untuk mengusut skandal freeport tersebut, baik Polri maupun Kejaksaan, dan KPK pun tidak melakukan apa-apa,” ujar Bastian.
Bastian pun mereview pidato-pidato Prabowo yang mengkritisi para elit berperilaku maling dan rakus patut didukung. Karena, kata dia, kenyataannya memang masih banyak maling di Indonesia.
“Harus ada yang mem-blow-up secara terus menerus agar kita semakin jijik dengan prilaku koruptif dan kolutif, yang acapkali dilakukan oleh politisi yang sedang berkuasa,” ujarnya.
Hal itu juga bisa dijadikan sebagai bentuk kritik keras terhadap pemerintah Jokowi agar lebih serius memberantas Korupsi Kolusi dan Nepotisme.
“Karena memberantas KKN merupakan salah satu agenda Reformasi 98,” ujarnya.
Selama 20 tahun ini, lanjut Bastian, KKN masih saja terjadi, tandanya reformasi telah gagal.
Dikatakan dia, Jokowi pun harus mengakui bahwa rezimnya gagal memberantas korupsi, bahkan terhadap korupsi dan kolusi yang sudah terang dilakukan dalam kasus Papa Minta Saham.
“Bila kasus yang sudah begitu terang tidak diusut tuntas, konon lagi kasus-kasus yang tidak diketahui masyarakat luas. Siapa pun rezim yang berkuasa, jika gagal memberantas KKN maka rezim tersebut harus diganti dengan rezim baru yang benar-benar anti terhadap KKN,” pungkas Bastian.(JR)