Jaksa Agung HM Prasetyo diminta menegur keras anak buahnya yang bersengaja melakukan proses penyidikan, penahanan dan penangkapan tersangka yang dilakukan dengan kucing-kucingan atau sembunyi-sembunyi.
Dalam banyak proses pengusutan kasus di Kejaksaan Agung, proses penyelidikan, penetapan tersangka, penangguhan penahanan, penyidikan, penahanan dan bahkan ke tataran penuntutan sering dilakukan secara mencurigakan, tidak transparan dan diduga kuat sarat dengan permainan.
Majelis Pertimbangan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sandi Ebenezer Situngkir menyampaikan, proses-proses penegakan hukum seperti itu sangat melelahkan dan penuh tipu muslihat, juga sarat dengan cincai atau permainan.
“Pimpinan tertinggi di Kejaksaan yakni Jaksa Agung harus secara tegas menertibkan praktek-praktek buruk seperti itu yang dilakukan anak buahnya di bawah. Para pencari keadilan di negeri ini sering seperti dipermain-mainkan dan tidak mendapat keadilan oleh karena proses-proses yang cenderung berpotensi melakukan permainan dan menghalalkan segala cara dalam menjalankan proses hukum. Wah, kalau diam-diam, payah tuh petugas begitu. Payah,” tutur Sandi Ebenezer Situngkir, di Jakarta, Kamis (18/01/2018).
Menurut dia, dunia media dan pers di Tanah Air sudah begitu massif dan sangat efektif melakukan fungsi kontrol terhadap kinerja aparat penegak hukum yang nakal. Oleh karena itu, dalih atau alasan-alasan penyidik dan atau penuntut umum dalam memroses sebuah perkara sudah sangat mudah ditelusuri.
Karena itu, Sandi mengingatkan agar Jaksa Agung HM Prasetyo melihat dan memroses perilaku-perilaku yang terkesan teknis padahal sudah melanggar kewenangan dan sudah menyalahgunakan kewenangannya untuk kepentingan pribadi anggotanya.
“Misalnya, penetapan tersangka dilakukan diam-diam, penahanan dilakukan sembunyi-sembunyi, penangkapan pun dilakukan dengan kucing-kucingan, publik pun bisa menilai bahwa perilaku seperti itu sudah tercium aroma korupsi dan kolusi dalam proses-prosesnya. Cuma, selama ini kok dianggap wajar dan lumrah? Ini harus diberantas loh,” tutur Sandi.
Dikatakan Sandi, perilaku anggota aparatur penegak hukum dalam berproses sangat menentukan proses pencapaian keadilan yang diatur oleh Undang Undang. Jika penyidik misalnya melakukan langkah kucing-kucingan, lanjut Sandi, tentu sangat sulit mengukur penegakan hukum dan keadilan yang bisa dipertanggungjawabkan oleh aparat hukum seperti itu.
“Saya kira fungsi pengawasan dan juga penegakan etika serta sanksi yang tegas terhadap aparatur seperti itu harus dilakukan secara seksama. Dan Pak Jaksa Agung tidak boleh menutup mata akan praktek-praktek seperti itu. Bikin malu dan semakin tidak dipercaya publik loh nantinya jika masih begitu,” ujarnya.
Pada Rabu (17/01/2018) sore hingga tengah malam, di sekitar Gedung Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung, para wartawan dan awak pers sudah menunggu pengumuman penetapan dan penangkapan tersangka. Undangan peliputan itu dilakukan sendiri oleh Pusat Penerangan dan Hukum (Puspenkum) Kejaksaan Agung kepada para wartawan.
Nah, proses penahanan terhadap Tri Wiyasa, tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Bank Jabar Tower di Jalan Gatot Subroto Kaveling 93 Jakarta Selatan malah berlangsung secara diam-diam oleh penyidik Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) dengan cara mengelabui wartawan yang telah menunggu sejak pukul 15.00 WIB, sedangkan penahanan dilakukan pada pukul 21.45 WIB.
“Nanti setelah habis sholat (Magrib) ya,” ujar Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) M Adi Toegarisman, sesaat turun dari mobil Dinasnya, menuju Gedung Bundar Kejaksaan Agung, ketika para wartawan masih berkumpul hendak mewawancarainya, pas pukul 18.00 WIB petang, Rabu (17/01/2018).
Hingga menjelang jam sepuluh malam, kok tidak ada tanda-tanda mengenai wawancara akan dilakukan. Padahal Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung M Rum bersama stafnya juga masih menunggu bersama-sama wartawan di sekitar ruang tunggu Gedung Jampidsus, dan sudah berkali-kali menanyakan ke gedung bagian dalam mengenai kepastian apakah akan jadi konperensi pers atau tidak.
Sedangkan sejumlah awak media perlahan sudah harus meninggalkan lokasi karena masih ke kantor dan ada liputan lainnya atau pulang ke rumahnya.
Nah, perkara yang hendak diumumkan itu pun akhirnya tiba. Namun kian aneh sebab, tidak ada konperensi pers dan tidak ada wawancara.
Sebab, tersangka Tri Wiyasa didampingi penyidik sengaja berjalan kaki sekitar 100 meter ke arah pintu masuk Gedung Pidsus Kejagung, sedangkan kendaraan tahanan tidak tampak membawa tersangka alias hanya ada pengemudi saja.
Namun tepat di depan Gedung Pusat Pemulihan Aset (PPA) tersangka dan penyidik langsung menaiki mobil menuju ke Rumah Tahanan Kejagung. Bahkan tersangka tidak mengenakan rompi berwarna merah muda sebagaimana layaknya mereka yang akan ditahan.
“Sekali lagi kami mohon maaf, kami akan mengevaluasi atas kejadian ini. Kalau ada pelanggaran akan kita beri sanksi. Saya yang bertanggung jawab,” kata Direktur Penyidikan (Dirdik) pada Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (JAM Pidsus), Warih Sadono kepada wartawan di Jakarta, Rabu (17/01/2018).
Pengecohan terhadap wartawan, sebelumnya terjadi saat pembantaran terhadap tersangka dugaan korupsi Dana Pensiun PT Pertamina (Persero) Edward Seky Soeryadjaya dan baru diketahui setelah satu pekan dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta Selatan.
Alasan pembantaran terhadap Edward Seky Soeryadjaya karena jatuh di kamar mandi Rutan Salemba Cabang Kejagung, sembari memiliki penyakit darah tinggi dan jantung. Hingga akhirnya Edward Seky Soeryadjaya dimasukkan kembali ke Rumah Tahanan.
Sementara itu, JAM Pidsus Kejagung, Adi Toegarisman mengatakan, pihaknya telah melakukan penahanan terhadap Tri Wiyasa, Direktur Utama PT Comradindo Lintasnusa Perkasa terkait dugaan korupsi pembangunan Bank Jabar Tower di Jalan Gatot Subroto Kaveling 93 Jakarta Selatan.
Tri Wiyasa juga sempat masuk sebagai daftar pencarian orang (DPO) oleh pihak kepolisian.
“Kami menetapkan Tri Wiyasa sebagai tersangka pada Rabu (17/01/2017), dan langsung ditahan sampai 20 hari ke depan,” kata JAM Pidsus Kejagung, Adi Toegarisman di Jakarta, Rabu (17/01/2018).
Menurutnya, penetapan Tri Wiyasa sebagai tersangka kembali dalam kasus tersebut dengan mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang baru, setelah sebelumnya yang bersangkutan menang dalam gugatan praperadilannya.
Dalam kasus itu, sebelumnya penyidik telah menetapkan dua tersangka, yakni Tri Wiyasa dan Wawan Indrawan selaku Kepala Divisi Umum Bank Jawa Barat (BJB).(JR)