Warga masyarakat mempertanyakan komitmen dan ketegasan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Tito Karnavian untuk memberantas korupsi dan membersihkan aparaturnya yang sarat dengan praktik Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN).
Bambang Djaya, seorang warga yang berdomisili di Jalan Durian Dalam I Nomor 19 Jagakarsa, Jakarta Selatan, mengungkapkan, institusi Polri kerap membiarkan laporan dan pengaduan masyarakat terbuang dan tak digubris.
Bambang Djaya menuturkan, bukan hanya dibuang dan tak digubris, kejahatan demi kejahatan serta pelanggaran hukum yang sangat fatal pun didiamkan oleh institusi yang kini dipimpin oleh Kapolri Jenderal Tito Karnavian itu.
Jika warga masyarakat biasa seperti dirinya saja pun melapor tidak ditanggapi, menurut Bambang Djaya, maka jutaan warga masyarakat Indonesia lainnya mengalami nasib nahas yang serupa oleh aparatur kepolisian.
“Saya mengalaminya sendiri. Di depan mata, semua bukti dan dokumen sudah saya serahkan dan saya laporkan ke Polisi, eh laporan saya sepertinya dibuang begitu saja. Padahal, saya sendiri pun ada dan melihat langsung bersama-sama dengan para petinggi dan anggota polisi terkait hal-hal yang saya laporkan itu,” tutur Bambang Djaya, di Jakarta, Minggu (17/02/2019).
Bambang mengungkapkan, sudah satu tahun lebih laporannya di dalam institusi Polri. Hampir semua institusi penegak hukum pun sudah dilapori Bambang. Mulai dari Polisi, Komisi III DPR, Lembaga Anti Korupsi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan ke Kapolri itu sendiri. Yang anehnya, lanjut dia, sangat terkesan para penyidik di Kepolisian itu saliang mengunci diri, tutup mulut dan lempar bola ketika dirinya menanyakan laporan itu.
“Tidak ditindaklanjuti dengan serius. Saya malah bertanya, ibaratnya ini ada para perampok di dalam rumah sendiri, kok dibiarkan? Sudah dilapori juga tetap dibiarkan. Ada maling beraksi di rumah sendiri, tidak ditangkap? Ada apa dengan Kapolri Pak Tito Karnavian?” ujar Bambang Djaya.
Bambang melaporkan dua pengadaan proyek bermasalah di dalam institusi Polri itu sendiri. Pertama, proyek Pembangunan Sekolah Polisi Negara (SPN) di Singaraja, Bali. Proyek itu dilakukan pada 2017. Nilai kontrak sebesar Rp 14. 958. 737. 000,-.
Dalam permainan di proyek ini, dibeberkan Bambang Djaya, sangat telanjang terjadinya dugaan KKN antara petinggi Polisi di Polda Bali dengan kontraktor hitam bernama Zakaria Tasman alias ZAK, yang mempergunakan perusahaan sulap-sulap bernama PT Joglo Multi Ayu (PT JMA), milik Dewi Marintan.
Proyek yang kedua, lanjut dia, yang juga sudah dilaporkan Bambang adalah Proyek Pembangunan Mako Polres Anambas di Polda Kepulauan Riau (Polda Kepri). Proyek ini dikerjakan hamper bersamaan waktunya dengan proyek Pembangunan Gedung Utama SPN Polda Bali di Singaraja, Bali itu. Dilakukan tahun 2017. Nilai proyek pembangunan Mako Polres Pulau Anambas ini sebesar Rp 6. 995. 200. 000,-.
“Pelakunya tetap sama, yaitu ZAK dengan menggunakan PT Joglo Multi Ayu, dan berkolaborasi dengan sejumlah petinggi Polisi di Polda Kepri dan berhubungan dengan petinggi di Mabes Polri,” tutur Bambang.
Bambang meminta Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian segera membongkar dan menindaktegas aparaturnya yang busuk dan mengembalikan kerugian Negara dari proyek-proyek itu.
“Kalau sekelas Kapolri Jenderal Tito Karnavian pun nantinya tidak mau menindaktegas, ya masyarakat takkan pernah percaya lagi dengan institusi Kepolisian. Jangankan menegakkan hukum dan keadilan di Republik ini, sekedar mendengar nama Polisi Indonesia pun mungkin sudah muak masyarakat itu,” ujarnya.
Apakah Tito Karnavian Bisa Diandalkan Memberantas Polisi Korup?
Terkait perilaku dan penindakan terhadap aparatur kepolisian di internal Koprs Bhayangkara, Charles Hutahaean pernah memiliki pengalaman yang tidak baik. Pada bulan Mei 2018 lalu, Direktur Eksekutif Lembaga Bantuan Hukum Edukasi dan Advokasi Masyarakat Indonesia (LBH Lekasia) itu melaporkan sebanyak 20-an penyidik dari Polres Jakarta Utara ke Propam Polda Metrojaya.
Pelaporan dilakukan karena Polisi mengkriminalisasi anak remaja bernama Septiyan Sarip bin Dendi Kuswara (19 tahun) dan Riki Ramdhani bin Sa Ali (18 tahun). Kedua korban dianiaya dan juga salah satunya ditembak di bagian kaki kiri ketika menolak meneken Berita Acara Pemeriksaan (BAP) di Polres Jakarta Utara.
“Sampai sekarang tidak jelas nasib laporan kami ke Propam itu. Apakah sudah dibuang atau sudah dibakar?” ujar Charles Hutahaean.
Pria yang membentuk Perkumpulan Pengacara Rakyat (Perak) ini melanjutkan, untuk pengawasan kepolisian, masyarakat harus pro aktif dan berani. “Sebab, kalau mengandalkan polisi itu sendiri untuk menindak dan memproses sesama polisi yang bersalah, ya tidak akan adalah penegakan hukum dan keadilan. Itu jeruk makan jeruk, namanya,” tutur Charles.
Pengacara Rakyat ini berharap, jika memang Kapolri Jenderal Tito Karnavian bisa diandalkan melakukan reformasi di tubuh kepolisian dan jika memang berani menindak tegas aparat kepolisian yang salah dan melanggar hukum, maka masyarakat menunggu langkah-langkah nyata Kapolri Tito Karnavian untuk segera membuktikannya.
“Polisi yang hebat dan yang bagus itu ya harus berani dan mau menindak tegas anggota atau pun atasannya yang memang bersalah. Pak Kapolri silakan buktikan saja, mau dan berani enggak?” tantangnya.
Reformasi Polri Masih Sebatas Omong Kosong
Kepala Kepolisian Republik Indonesia Jenderal Polisi Tito Karnavian diminta bertindak tegas kepada anak buahnya yang marak melakukan praktik Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) di tubuh institusi Kepolisian Republik Indonesia.
Akan hanya jadi omong kosong belaka jargon Polri Melayani Masyarakat, Reformasi Birokrasi Polri dan Polri Yang Bersih, jika pada kenyataannya praktik-praktik korup dan mafia proyek berkeliaran di Institusi Bhayangkara itu.
Majelis Pertimbangan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sandi Ebenezer Situngkir mengatakan, Orang Nomor 1 di Polri itu tidak boleh menutup mata terhadap keluhan dan laporan-laporan warga masyarakat.
Para petinggi Polri pun diminta harus menjaga integritas dan anti korupsi. Sebab, hingga kini, kepercayaan masyarakat belum sepenuhnya pulih terhadap institusi Kepolisian.
“Jargon Polri yang bersih dan melayani masyarakat belumlah terjadi. Reformasi Birokrasi di Polri tampaknya jalan di tempat. Praktik monopoli dan persekongkolan berbau KKN masih marak terjadi kok,” tutur Sandi Ebenezer Situngkir.
Sandi sendiri tengah mendampingi salah seorang warga Negara bernama Bambang Djaya melaporkan adanya dugaan praktik KKN dan mafia proyek di Polri. Mereka melaporkan temuan-temuan mereka ke Bareskrim Mabes Polri, dan juga melaporkan sejumlah oknum Polri ke Prompam.
“Cerminan keberhasilan Polri menegakkan hukum dan keadilan bagi masyarakat Indonesia, akan terlihat dari sikap dan tindak tanduk institusi itu sendiri. Faktanya, oknum anggota Polri berkolaborasi dengan kontraktor hitam dan melancarkan serangkaian monopoli proyek di Kepolisian, yang berbau KKN. Ini harus dibongkar dan ditindaktegas oleh Pak Tito,” beber Sandi.
Masyarakat, lanjut dia, akan kian drop tingkat kepercayaannya kepada Kepolisian, lantaran dengan kasat mata saja pun praktik KKN terjadi di tubuh Polri itu sendiri.
“Masyarakat akan berpikir, bagaimanalah mungkin Polri bisa menegakkan hukum dan keadilan bagi masyarakat, sedangkan di internal mereka sendiri marak praktik korup dan komplotan pelanggar hukum. Kok dibiarkan,” ujar Sandi.
Warga masyarakat bernama Bambang Djaya melaporkan adanya pelanggaran dugaan tindak pidana korupsi dalam pembangunan Sekolah Polisi Negara (SPN) Singaraja Polda Bali.
Kepada Rakyat Merdeka Bambang menjelaskan, taksiran kerugian Negara dalam praktik monopoli dan dugaan kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) dalam Proyek Pembangunan SPN Singaraja Polda Bali 2017 itu hamper mencapai Rp 15 miliar.
Selain memainkan proyek pembangunan gedung utama SPN itu, lanjut Bambang, seorang pengusaha hitam bernama Zakaria Tasman alias ZAK, bersama komplotannya di internal Polda Bali juga memakan proyek pengisian gedung, infrastruktur dan juga bagian luar gedung SPN. “Termasuk pengadaan isi-isinya dan juga pagar depan gedung,” ujarnya.
Bambang menjelaskan, dirinya berkenalan dengan ZAK beberapa tahun belakangan ini. Dalam beberapa pekerjaan, ZAK sering menawarkan proyek-proyek di Kepolisian ke para kontraktor hitam.
“Saya aja kena tipu oleh ZAK. Uang saya ratusan juta rupiah raib tak berbekas dimakan oleh ZAK. Rupanya, ZAK dikenal licin dan memiliki jejaring komplotan di dalam institusi kepolisian,” ungkap Bambang.
Tidak tanggung-tanggung, untuk tahun 2017 saja, ZAK memakan dua proyek besar milik Mabes Polri. Yang pertama adalah proyek pembangunan SPN Singaraja Polda Bali dan Proyek Pembangunan Mako Polres Pulau Anambas di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri).
Tentu saja ZAK tidak sendirian. Dia berkolaborasi dengan sejumlah pejabat dan kaki tangannya di dalam institusi Kepolisian agar dia bisa menguasai dan dengan mulus memakan proyek-proyek yang didanai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) itu.
Menurut Bambang, untuk proyek pembangunan Mako Polres Pulau Anambas Kepulauan Riau, juga dilakukan ZAK pada 2017. Hal itu terjadi di waktu yang hamper bersamaan dengan proyek pembangunan SPN Singaraja Polda Bali.
“Taksiran saya, kerugian Negara untuk permainan proyek pembangunan Mako Polres Pulau Anambas itu mencapai Rp 6 Miliar. Jadi, jalau keduanya ditotalkan, yakni proyek SPN Singajara Polda Bali dan proyek Pembangunan Mako Polres Pulau Anambas bisa mencapai Rp 26 miliar,” beber Bambang.
Praktik KKN di Tubuh Polri Kian Tak Malu-Malu
Pada Jumat, 08 Februari 2019, Bambang Djaya telah melaporkan ZAK dan sejumlah kroni maupun konconya ZAK ke Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri di Jalan HR Rasuna Said Kavling C-19, Kuningan, Jakarta Selatan.
Bambang yang adalah warga masyarakat yang beralamat di Jalan Durian Dalam I Nomor 19 Jagakarsa, Jakarta Selatan itu, juga telah melaporkan sejumlah anggota Kepolisian yang cawe-cawe dalam kedua proyek yang bermasalah tadi.
“Kami juga sudah ke Propam, agar proses dan praktik monopoli dan KKN yang dilakukan ZAK dan kawan-kawannya diberantas sampai habis,” ujar Bambang Djaya.
Sekitar pertengahan 2016, Zakaria Tasman berkomunikasi dengan Karorena Polda Bali Kombes Pol Wayan, untuk membicarakan proyek pembangunan yang dilaksanakan di Polda Bali untuk Tahun Anggaran 2017.
Ada tujuh proyek, dimana salah satunya adalah pembangunan Gedung Utama berlantai 3 Sekolah Pendidikan Negara (SPN) Singaraja, Bali. Satunya lagi yang proyek membangun Mako Polres di Pulau Anambas.
Jadi, pada saat pelaksanaan lelang awal mula, proyek tersebut diperoleh Zakaria Tasman melalui Karorena Polda Bali Kombes Pol Wayan. Kombes Wayan merupakan mantan Karorena Polda Kepulauan Riau (Kepri).
Kemudian Zakaria Tasman diarahkan menemui Kombes Ani Kristiani. Kombes Ani merupakan bagian anggaran Gedung Rupatama Lantai 3 Mabes Polri, untuk mendapatkan data-data otentik Rencana Anggaran Biaya (RAB) proyek-proyek yang akan dikerjakan.
“Kemudian, ZAK menyewa atau meminjam bendera PT Joglo Multi Ayu milik Marintan Dewi Sijabat,” ujarnya. Dia menerangkan, PT Joglo Multi Ayu dipakai sebagai perusahaan yang mengikuti lelang, dengan bayaran sebesar 1,5 % dari nilai kontrak proyek yang disetujui.
ZAK juga menyewa seseorang bernama Sukirno, untuk meng-upload penawaran tersebut, sekaligus menyiapkan seluruh persyaratan pendukungnya.
Jauh hari sebelum ditayangkan pengumuman lelang Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE), ZAK terlebih dahulu berkonsultasi rutin dengan masing-masing Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Kelompok Kerja (Pokja), untuk menyampaikan besarandana taktis sebesar 10 % dari nilai kontrak yang akan disetor.
Sambil mempelajari RAB dari konsultan untuk mensiasati dan menciptakan kuncinya agar tidak ada kompetitor yang sanggup untuk mengikuti dan tidak akan sanggup memenuhi persyaratan yang diminati dalam pelelangan LPSE.
“Dan kenyataannya, memang demikian. Proyek itu menciptakan PT Joglo Multi Ayu sebagai Penawar Tunggal,” tuturnya.
Dugaan Kolusi, Korupsi dan Nepotisme (KKN) yang dilakukan dalam pelelangan proyek pembangunan SPN Singaraja, Bali itu antara lain, di dalam surat penawaran yang di-upload PT Joglo Multi Ayu pada awalnya tidak lengkap dan salah, bahkan ada yang dipalsukan, antara lain, Surat Pernyataan tidak menuntut ganti rugi ke panitia, tidak ada.
“Kemudian, surat dukungan tiang pancang beralamat di Bangli, seharusnya di Singaraja. Jadi surat dukungan itu salah,” ungkapnya.
Ketiga, Sertifikat Keahlian Tenaga Ahli Konstruksi (SKA) Muda personil atas nama Siswa Cahyo, Site Engineering telah dipalsukan. Sebab, Siswa Cahyo dibuat menjadi SKA Madya, agar terpenuhi persyaratan awal yang diminta, karena PT Joglo Multi Ayu tidak memiliki SAK Madya.
Maka persyaratannya yang diubah menjadi SKA Muda, pengumuman lelang di-upload ulang oleh Pokja. Kemudian SKA Muda atas nama Siswa Cahyo dimasukkan kembali untuk memenuhi persyaratan yang baru. “Selanjutnya, Kartu Tanda Penduduk (KTP) dari Ahli Tehnik Mekanikal tidak ada,” katanya.
Polisi Korup Dilaporkan, Belum Ada Tindakan Tegas
Bambang Djaya telah melaporkan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) AKBP I Nyoman Suwija dan Zakaria Tasman sebagai Pelaksana Pekerjaan, dalam proyek pembangunan Gedung SPN Singaraja Polda Bali ke Divisi Propam Mabes Polri dan Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dirtipikor) Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri.
Majelis Pertimbangan Perhimpunan Bantuan Hukum dan Hak Asasi Manusia Indonesia (PBHI) Sandi Ebenezer Situngkir menyayangkan belum adanya upaya serius dan tindakan tegas yang dilakukan Polri terhadap laporan-laporan masyarakat itu.
“Tidak terlihat keseriusan membersihkan institusi Polri itu dari praktik-praktik KKN. Malah, sepanjang pengalamanku, seringkali laporan-laporan masyarakat dimentahkan oleh polisi,” protesnya.
Dia menjelaskan, berdasarkan Peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Peraturan kapolri) Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri dan Peraturan Kapolri Nomor 19 tahun 2012 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Komisi Kode Etik Polri (KKKEP), para pelaku harus dijatuhi sanksi yang jelas dan tegas.
Dan pelanggaran-pelanggaran anggota Polri pun sudah dijabarkan akan ditindak berdasarkan Surat Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri Nomor R/64/-2/I/2017Divpropam tanggal 6 Februari 2017.
“Itu perihal pelimpahan penanganan perkara pelanggaran kode etik profesi polri,” ujar Sandi.
Kabid Propam Polda Bali Kombes Pol Radjo Alriadi Harahap mengakui, pihaknya menerima adanya pengaduan dan laporan terhadap anggota Polri yang bermasalah dalam permainan proyek di Polda Bali.
Dijelaskan Kombes Radjo, para terduga melakukan pelanggaran itu adalah 6 orang anggota Polri. Mereka adalah Kabagrenprograr Biro Rena Polda Bali AKBP I Ketut Wartana beserta 5 orang anggota lainnya yakni, Koorgadik SPN Singaraja AKBP I Nyoman Suwija, Kasubbagminsis Korsis SPN Singaraja Kompol I Ketut Gede Wijana, Kasubbag BBMP Bag Bekum Biro Sarpras Polda Bali Kompol I Gusti Agung Purnama Wirahadi, PS Paur Subbagdalgar Bagren Polres Badung Bripka I Ketut Eva Juniaris dan Banun Renprograr Biro Rena Polda Baloi Bripka Ida Bagus Nyoman Ghana Wisudawan.
Kabid Propam Polda Bali Kombes Pol Radjo Alriadi Harahap menyampaikan, para anggota Polda Bali yang dilaporkan itu terbukti melakukan pelanggaran.
“Enam anggota Polda Bali yang dilaporkan itu, dalam pemeriksaan KKKEP, ditemukan bukti bahwa para terduga pelanggar dalam menjalankan tugas selaku anggota ULP dalam rangka pembangunan gedung SPN Singaraja Polda Bali, cukup bukti telah melakukan pelanggaran Kode Etik Profesi Polri berupa tidak menjalankan tugas secara professional, proporsional dan prosedural ,” tuturnya.
Pelanggaran itu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Ayat 1 huruf c Peraturan kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri.
Sementara, Wadir Tindak Pidana Korupsi Kasubdit III, Kombes Pol Cahyono Wibowo menjelaskan, Proyek Pembangunan Mako Polres Anambas Polda Kepri masih dalam proses penyelidikan. Demikian pula dengan yang terjadi dalam dugaan tindak pidana korupsi permainan pelelangan proyek Pembangunan SPN Singaraja Polda Bali.
“Masih dalam tahap telaah oleh penyidik. Masih ada beberapa kekurangan dokumen,” ujar Kombes Pol Cahyono Wibowo.(JR)