Buruh menyatakan semakin tidak senang dengan kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), yang sering mengklaim menyuarakan kebutuhan dan kepentingan masyarakat dan buruh.
Faktanya, di saat para anggota legislatif itu sedang menggelar reses, namun proses pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja yang ditolak keras oleh buruh kok tetap berlangsung di parlemen.
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menyesalkan sikap DPR RI melalui Panja (Panitia Kerja) Pembahasan RUU Cipta Kerja yang terus saja melakukan pembahasan meskipun DPR sedang reses.
“Sikap DPR RI yang memprioritaskan pembahasan omnibus law menimbulkan kecurigaan. Seolah-olah mereka sedang kejar target. Seperti sedang terburu-buru untuk memenuhi pesanan dari pihak tertentu,” tutur Presiden KSPI, Said Iqbal, Selasa (04/08/2020).
Menurut Said Iqbal, ada hal lain yang mendesak untuk dilakukan ketimbang membahas omnibus law. Salah satunya adalah menyusun strategi untuk mencegah darurat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Menurutnya, selain terdapat banyak persoalan yang kemudian ditolak oleh berbagai elemen masyarakat karena mendegradasi tingkat kesejahteraan, omnibus law didesain sebelum pandemi.
“Dengan demikian, omnibus law bukan solusi untuk mengatasi pendemi. Saat ini yang lebih mendesak dari omnibus law adalah darurat PHK,” lanjutnya.
Menurut Said Iqbal, khusus untuk anggota KSPI di sektor tekstil dan garmen saja, selama pandemi ini sudah 96 ribu orang dirumahkan. Sebagian besar tidak mendapatkan upah penuh.
Sedangkan yang di PHK sudah mencapai 100-ribuan orang yang tersebar di 57 perusahaan. Dan yang masih dalam proses PHK dan saat ini sedang dalam perundingan dengan serikat pekerja terjadi di 15 perusahaan.
Atas dasar itulah, KSPI menolak pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. Adapun tuntutan buruh adalah meminta agar pembahasan omnibus law dihentikan. “Sebaiknya pemerintah dan DPR RI fokus untuk menyelamatkan ekonomi dengan mencegah darurat PHK yang saat ini sudah terlihat di depan mata,” jelasnya.
Menurut KSPI, sebagian besar buruh menolak omnibus law. Hal ini bisa dilihat dari aksi-aksi di tingkat nasional maupun di daerah, hampir seluruh elemen serikat buruh turun ke jalan untuk melakukan penolakan.
“Jadi kalau Menaker mengatakan “sebagian besar serikat buruh bersama kami”, itu hanya elit di beberapa serikat pekerja saja. Bisa dibuktikan, di tingkat bawah, sebagian besar serikat buruh yang elitnya disebut memberikan dukungan tadi sesungguhnya menolak omnibus law,” tandas Said Iqbal.
Jika tuntutan buruh tidak didengar, lanjutnya, KSPI memastikan pihaknya bersama-sama dengan elemen buruh yang lain akan terus melakukan aksi besar-besaran, yang melibatkan ratusan ribu buruh pada saat DPR RI mengadakan sidang paripurna di bulan Agustus ini.
“Di mana buruh dari Jawa Barat, DKI, dan Banten akan memusatkan aksinya di DPR RI. Selain itu, aksi juga akan dilakukan serentak di 15 provinsi yang lain,” tandasnya.(JR)