Aksi kekerasan yang dilakukan Badan Pelaksana Otorita Danau Toba (BPODT) kepada warga masyarakat adat di Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir, pada Kamis, 12 September 2019, dikecam.
BPODT yang memobilisasi alat-alat berat, dengan kekuatan anggota TNI dan Polri, hendak merangsek masuk ke lahan milik warga, menimbulkan perlawanan keras dari penduduk. Hal itu menyebabkan aksi kekerasan tak terhindarkan.
Ketua Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Tano Batak, Roganda Simanjuntak mengutuk keras tindakan BPODT yang melibatkan aparat keamanan, TNI dan Polri, dengan mengedepankan tindakan represif kepada Masyarakat Adat Sigapiton.
“Kami mengutuk keras tindakan kekerasan itu. Kami meminta, segera lakukan evaluasi keberadaan BPODT. Sebab, BPODT belum berdampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Eh, malah menggusur keberadaan Masyarakat Adat Sigapiton,” tutur Roganda Simanjuntak, dalam rilisnya, Jumat (13/09/2019).
Dengan segala sepak terjang BPODT yang tidak menghasilkan apa-apa yang baik bagi masyarakat sekitar, Roganda pun meminta proyek pembangunan infrastruktur pariwisata di kawasan Sigapiton dan sekitarnya, agar segera dihentikan.
Dia menegaskan, Negara melalui pemerintah, harus segera mengakui dan melindungi hak-hak masyarakat adat. Dalam hal ini Wilayah Adat Bius Raja Maropat Sigapiton, Masyarakat Adat di Kabupaten Tobasa.
“Kami juga mendesak, usut tuntas pelaku penganiayaan terhadap Masyarakat Adat Sigapiton. Juga kekerasan yang dialami staf Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) yang dilakukan aparat,” ujar Roganda.
Pada Kamis 12 September 2019, BPODT mengirim alat berat ke Desa Sigapiton, Kecamatan Ajibata, Kabupaten Toba Samosir. Dengan maksud untuk melakukan pembangunan jalan dari The Nomadic Toba Kaldera Eascape menuju Batu Silalahi sepanjang 1900 meter dan lebar 18 meter.
Pembagunan jalan tersebut merupakan bagian pengembangan industri pariwisata di Kawasan Danau Toba. Bersama dengan alat berat, BPODT mengajak aparat keamanan. Namun ratusan masyarakat adat Sigapiton bersama dengan KSPPM menghadang upaya memasukkan alat-alat berat yang akan menggilas dan mengangkangi hak-hak masyarakat atas tanah dan hutannya.
Bentrokan tidak terhindarkan, salah seorang staf KSPPM yang ikut mendampingi masyarakat, dipukul aparat dan mengalami luka di bagian mata kiri. “Sementara masyarakat terus bertahan sekalipun di bawah ancaman kekerasan yang mungkin akan tampil dalam bentuk yang lebih kasar,” ujar Roganda.(JR)