Pakar Hukum Narkotika, Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar: Pemberian Amnesti Terhadap 44 Ribuan Narapidana Yang Sebagian Besar Penyalahguna Narkotika, Bisa Jadi Berkah dan Bisa Jadi Musibah!

Pakar Hukum Narkotika, Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar: Pemberian Amnesti Terhadap 44 Ribuan Narapidana Yang Sebagian Besar Penyalahguna Narkotika, Bisa Jadi Berkah dan Bisa Jadi Musibah!

- in DAERAH, EKBIS, HUKUM, NASIONAL, Pendidikan, POLITIK, PROFIL
205
0
Foto: Pakar Hukum Narkotika, Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar, S.I.K., S.H., M.H., mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim), mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (Kepala BNN). (Dok)Foto: Pakar Hukum Narkotika, Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar, S.I.K., S.H., M.H., mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim), mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (Kepala BNN). (Dok)

Pakar Hukum Narkotika, Komjen Pol (Purn) Dr Anang Iskandar, S.I.K., S.H., M.H., menyatakan, rencana pemberian Amnesti atau Pengampunan terhadap sekitar 44 ribuan narapidana, yang sebagian besar adalah napi penyalahguna narkotika yang dihukum penjara itu bisa menjadi berkah dan bisa juga akan menjadi musibah bagi Bangsa Indonesia.

“Menjadi berkah bagi bangsa Indonesia, bila amnesti tersebut diikuti dengan langkah rehabilitatif langkah penyembuhan terhadap para napi yang mendapatkan amnesti. Selanjutnya pemerintah menghidupkan kembali kebijakan wajib lapor pecandu untuk penyelesaian masalah narkotika secara non pidana, dan secara pidana mengimplementasikan penegakan hukum rehabilitatif terhadap penyalahguna narkotika,” tutur Anang Iskandar, dalam keterangannya, yang diterima wartawan, Sabtu (21/12/2024).

Selanjutnya, Anang Iskandar yang mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (Kepala BNN) itu memperingatkan, pemberian amnesti tersebut bisa juga akan menjadi musibah bagi Bangsa Indonesia, apabila tidak tepat sasarannya.

“Menjadi musibah  bila kebijakan amnesti tidak diikuti dengan langkah rehabilitatif oleh pengemban fungsi rehabilitasi. Bagaimana tidak jadi musibah? Penyalahguna dipastikan akan relapse (kambuh) setelah keluar dari penjara kemudian ditangkap lagi, kemudian diproses lagi  secara pidana, selanjutnya dipenjara lagi, apa namanya bukan musibah?” lanjut Anang Iskandar.

Anang Iskandar yang merupakan mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Polri (Kabareskrim) itu, menegaskan, Aparat Penegak Hukum dan Masyarakat harus faham bahwa hukum narkotika yang termaktub dalam Undang-Undang No 35 tahun 2009 tentang narkotika adalah hukum internasional yang masuk dalam Taxonomi Hukum Pidana Progresif, dimana hukuman bagi penyalah guna narkotika ditentukan berupa rehabilitasi.

“Bila dalam proses pengadilan terbukti bersalah, hakim memutus yang bersangkutan menjalani rehabilitasi. Bila tidak terbukti bersalah melakukan tindak pidana narkotika, hakim menetapkan yang bersangkutan menjalani rehabilitasi,” terangnya.

Anang Iskandar melanjutkan, masa menjalani rehabilitasi diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman, maknanya rehabilitasi itu bentuk hukuman sekaligus proses penyembuhan sakit adiksi yang diderita terdakwa penyalahguna narkotika.

“Tempat menjalani rehabilitasi bukan di penjara tapi di rumah sakit dan atau lembaga rehab yang ditunjuk sebagai Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL),” jelasnya.

“Berbeda dengan pengedar, kalau pengedar hukumannya berupa pengekangan kebebasan atau pemenjaraan dan  perampasan aset hasil kejahatan melalui penerapan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) hasil kejahatannya,” jelas Anang Iskandar.

Sebelumnya diberitakan, Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto akan memberikan amnesti atau pengampunan kepada sedikitnya 44 ribu narapidana (napi), mulai dari pengguna narkotika hingga kasus tahanan politik atau Tapol di Papua.

Kabar tersebut disampaikan Menteri Hukum Supratman Andi Agtas saat memberikan keterangan pers di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 13 Desember 2024.

“Presiden akan memberikan amnesti terhadap beberapa napi yang saat ini sementara kami lakukan asesmen bersama dengan Kementerian Imipas (Imigrasi dan Pemasyarakatan),” ujar Supratman.

Pernyataan itu disampaikan usai Supratman mengikuti rapat terbatas Presiden Prabowo sejumlah menteri Kabinet Merah Putih di Istana Merdeka. Rapat membahas sejumlah isu, termasuk pemberian amnesti kepada napi tertentu yang dilakukan atas dasar kemanusiaan, mengurangi kelebihan kapasitas lapas, dan untuk mendorong rekonsiliasi di beberapa wilayah.

Kriteria Napi Yang Bisa Dapat Amnesti, Termasuk Tapol Papua

Lebih lanjut, Supratman mengungkapkan, ada empat kriteria jenis tindak pidana yang akan mendapatkan amnesti. 

Pertama, perkara tindak pidana Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tentang penghinaan kepada kepala negara. 

Kedua, warga binaan pengidap penyakit berkepanjangan dan mengalami gangguan jiwa, serta mengidap HIV/AIDS yang perlu perawatan khusus.

”Ketiga, kasus makar tidak bersenjata di Papua. Terakhir, kasus pengguna narkotika yang seharusnya dilakukan rehabilitasi,” katanya.

Jumlah Napi Yang Akan Dapat Amnesti

Data sementara dari Kementerian Imipas mencatat ada sekitar 44 ribu narapidana yang berpotensi diusulkan untuk mendapat amnesti. 

Namun, menurut Supratman, terkait jumlah pastinya masih dalam proses klasifikasi dan asesmen. Selanjutnya pemerintah akan meminta pertimbangan kepada DPR.

“Soal jumlah masih terus diupdate oleh Kementerian Imipas,” kata Supratman saat dikonfirmasi wartawan, Sabtu, 14 Desember 2024.

Hal senada diungkapkan Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan Agus Andrianto. Ia menyebut belum ada jumlah pasti berapa banyak narapidana yang akan mendapatkan amnesti. 

Ia pun tak menjawab secara gamblang mengenai usulan 44 ribu narapidana mendapatkan amnesti. Sebab, masih harus menunggu konsultasi dengan DPR.

“Kalau sudah fix, baru kami release, kan harus ada pertimbangan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat),” kata Agus Andrianto saat dikonfirmasi wartawan.

Alasan Amnesti Diberikan

Menteri Hak Asasi Manusia atau HAM Natalius Pigai mengatakan Presiden Prabowo akan memberikan amnesti kepada sejumlah narapidana karena mempertimbangkan HAM dan rekonsiliasi.

Menurutnya, Presiden memiliki perhatian pada aspek ini dan menjadi keputusan politik yang humanis berlandaskan HAM sebagaimana tertuang dalam poin 1 Asta Cita.

“Terkait amnesti ini, salah satu yang menjadi pertimbangan adalah aspek kemanusiaan dan semangat rekonsiliasi,” ujar Pigai melalui keterangan persnya, Minggu, 15 Desember 2024.

Amnesti Juga Diberikan Untuk Belasan Tahanan Politik Papua

Adapun Menteri Hukum Supratman Andi Agtas menyebut belasan tahanan politik atau tapol asal Papua juga akan menerima penghapusan hukum. 

Hal ini telah diajukan pihaknya kepada Prabowo. Belasan tahanan asal Papua itu, kata Supratman, merupakan aktivis. 

Kebijakan ini menjadi upaya rekonsiliasi warga Papua. Namun, penghapusan hukuman ini hanya diberikan kepada aktivis yang tidak bersenjata.

“Beberapa kasus yang terkait dengan Papua, ada kurang lebih 18 orang,” ujar Supratman. “Ini upaya itikad baik bagi pemerintah untuk mempertimbangkan bagaimana kemudian Papua bisa menjadi lebih tenang, ini itikad pemerintah,” tutupnya.(RED)

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

You may also like

Gelar Rakernas di Hotel Sultan Jakarta, Jaksa Agung Burhanuddin Geber Transformasi Kejaksaan Berkeadilan, Humanis, Akuntabel dan Modern

Jaksa Agung Republik Indonesia, Prof Dr Sanitiar Burhanuddin